Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Ira Puspadewi Resmi Bebas, KPK: Proses Rehabilitasi Ditangani Kemenkum : Okezone News

    November 28, 2025

    PN Jakpus Tolak Gugatan Indobuildco, Hotel Sultan Sah Milik Negara

    November 28, 2025

    Ole Werner Ogah Anggap Remeh Gladbach yang Lagi On Fire

    November 28, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Teknologi»Gagap Kepala Daerah Tangani Bencana

    Gagap Kepala Daerah Tangani Bencana

    PewartaIDBy PewartaIDNovember 28, 2025No Comments9 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email



    Jakarta, CNN Indonesia —

    Pemerintah Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat kalang kabut setelah wilayahnya diterjang bencana banjir bandang hingga tanah longsor.

    Kepala daerah di tiga provinsi tersebut mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Penetapan Status Tanggap Darurat hingga dua pekan mendatang sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana yang meningkat akibat cuaca ekstrem.

    Pemerintah pusat telah menggelar rapat tingkat menteri yang diinisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) serta kementerian terkait di Kantor BNPB, Jakarta Timur, pada Kamis (27/11).



    ADVERTISEMENT


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    Menko PMK Pratikno mengatakan dalam beberapa hari terakhir Siklon Tropis Senyar membawa hujan dengan intensitas sangat tinggi di tiga provinsi terdampak.

    Menurutnya, kondisi alam inilah yang kemudian memicu banjir, banjir bandang, dan longsor, serta mengganggu layanan transportasi maupun pelayaran.





    Dampak dari fenomena cuaca tersebut telah menimbulkan banyak korban jiwa, kerusakan infrastruktur, hingga terputusnya akses, listrik dan jaringan telekomunikasi. Upaya kaji cepat oleh tim gabungan di daerah terus dilakukan dan untuk sementara pendataan masih terus diperbaharui.

    Pratikno menyampaikan arahan Presiden Prabowo Subianto agar seluruh kementerian dan lembaga, baik di pusat maupun daerah, memprioritaskan keselamatan masyarakat serta memastikan pemenuhan kebutuhan dasar hingga tahap pemulihan pascabencana.

    Dia menambahkan situasi cuaca ekstrem membuat penyaluran bantuan menghadapi kendala. Sebagian bantuan disalurkan via udara.

    Sementara itu, Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti melaporkan upaya identifikasi kerusakan infrastruktur masih terkendala hujan yang belum berhenti. Empat jembatan dilaporkan terputus di Aceh, sementara di Sibolga dan Tapanuli Tengah terdapat sekitar 20 titik longsor yang masih sulit dipetakan.

    Kementerian PUPR telah mengirimkan alat berat untuk membersihkan material longsoran dan membuka akses dengan harapan dapat segera mencapai lokasi terdampak.

    “Sampai saat ini kami sudah mengirimkan beberapa alat berat untuk membersihkan longsoran. Mudah-mudahan segera bisa sampai ke lokasi,” kata Diana.

    Dari sisi kesehatan, Kementerian Kesehatan memastikan pelayanan medis terus berjalan dengan menyiagakan seluruh fasilitas kesehatan di wilayah terdampak.

    Tenaga kesehatan cadangan telah dikirim dan koordinasi dengan Dinas Kesehatan daerah terus dilakukan agar layanan tidak terputus. Kemenkes juga menyiapkan dukungan agar kegiatan pembelajaran dapat segera dimulai kembali setelah situasi di lapangan memungkinkan.

    Selain itu, Kementerian Dalam Negeri menyampaikan bahwa pemerintah daerah telah diberikan keleluasaan menggunakan Belanja Tidak Terduga (BTT) serta melakukan pergeseran anggaran untuk memastikan kebutuhan penanggulangan darurat dapat dipenuhi dengan cepat.

    Dari sisi pencarian dan pertolongan, Kepala Basarnas Muhammad Syafii mengungkapkan delapan operasi SAR tengah berlangsung di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.

    Operasi difokuskan untuk mengevakuasi warga yang terisolasi dan mencari korban yang belum ditemukan.

    Basarnas memprioritaskan penyelamatan nyawa dan melakukan operasi menggunakan metode manual maupun teknologi pendukung sesuai kondisi lapangan.

    “Kita menggelar delapan operasi baik itu di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Saat ini sedang berjuang melaksanakan operasi khususnya mengevakuasi korban yang terisolasi,” kata Syafii.

    Gagap tangani bencana

    Bencana besar yang terjadi di Aceh, Sumut, dan Sumbar tidak semata-mata akibat fenomena alam. Tragedi ini merupakan bencana ekologis yang dipicu oleh kerusakan lingkungan hidup.

    Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Arie Rompas mengatakan pemerintah daerah kebingungan menghadapi bencana besar yang mengakibatkan kerusakan luar biasa tersebut. Hal itu dikarenakan tak ada integrasi antara kebijakan dan infrastruktur atau sumber daya.

    “Bencana selalu ditempatkan pada situasi yang krisis dan respons dalam jangka waktu pendek, padahal penting untuk mengintegrasikan antara kebijakan, infrastruktur kelembagaan dan sumber dayanya untuk menangani, menanggulangi dan merehabilitasi bencana dalam waktu yang panjang karena Indonesia memang merupakan kawasan yang rentan akan bencana,” ujar Rio, sapaan akrabnya, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/11).

    Rio memandang kejadian tersebut harus ditetapkan statusnya sebagai bencana nasional dan berharap pemerintah pusat mengerahkan sumber daya memadai untuk merespons situasi memilukan yang terjadi.

    “Pemerintah harus memastikan tanggung jawabnya karena memang ini sudah harus di level pemerintah untuk mengerahkan sumber daya dalam penanggulangan bencana ini, tapi memang statusnya harus ditingkatkan,” ujarnya.

    Dia melanjutkan pemerintah daerah juga sudah harus melihat bencana dengan ‘kacamata’ yang komprehensif. Dia mengatakan bencana banjir memang berkaitan dengan curah hujan yang tinggi.

    Namun, dia mengingatkan, curah hujan yang tinggi juga berkorelasi dengan tata guna lahan. Dalam konteks inilah keberadaan hutan yang tidak dieksploitasi secara masif sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup.

    “Kebanyakan pemerintah daerah, ini untuk meningkatkan ekonominya justru wilayah-wilayah yang memiliki fungsi reservasi air dan fungsi-fungsi konservasi itu dikonversi menjadi investasi ekonomi. Misalnya untuk tambang, Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan sawit dan aktivitas lain sehingga kemudian wilayah-wilayah itu terkonversi,” ujarnya.

    Senada Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Ahmad Shalihin menilai pemerintah daerah gagap menangani bencana besar ini.

    Menurut dia, apa yang dilakukan pemerintah merupakan sifat cenderung tanggap tanpa menyentuh perbaikan terhadap akar masalah.

    “Penanganan banjir oleh pemerintah masih bersifat reaktif. Pemerintah harus segera mengubah pola penanganan dari reaktif ke proaktif,” kata Shalihin saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Jumat (28/11).

    “Seharusnya penanganan tidak hanya pada saat terjadi bencana, tetapi juga harus aktif melakukan upaya pencegahan yang menjawab akar masalah seperti kebijakan ruang dan pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) yang sensitif bencana, membangun kesiapsiagaan masyarakat dan penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan,” tambahnya.

    Baca tulisan lanjutan di halaman berikutnya…

    Pemicu bencana di 3 provinsi

    Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mempunyai pendapat berbeda dengan pemerintah ketika menjelaskan faktor penyebab bencana hidrometeorologi yang terjadi di tiga provinsi sebagaimana disebut di atas.

    Walhi Sumut, misalnya-alih-alih menyalahkan hujan lebat, mereka menuding tujuh perusahaan menjadi biang keladi atas bencana ekologis di Tapanuli, Sumatera Utara.

    “Kami mengindikasikan tujuh perusahaan sebagai pemicu kerusakan karena aktivitas eksploitatif yang membuka tutupan hutan Batang Toru,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Sumut Rianda Purba, Rabu (26/11).

    Rianda menuturkan ketujuh perusahaan tersebut beroperasi di atau sekitar ekosistem Batang Toru, habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatra, tapir, dan spesies dilindungi lainnya.

    “Setiap banjir membawa kayu-kayu besar, dan citra satelit menunjukkan hutan gundul di sekitar lokasi. Ini bukti campur tangan manusia melalui kebijakan yang memberi ruang pembukaan hutan,” ucap Rianda.

    “Ini adalah bencana ekologis akibat kegagalan negara mengendalikan kerusakan lingkungan,” katanya.

    [Gambas:Photo CNN]

    Sementara itu, Walhi Sumbar menyebut banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sumbar merupakan akumulasi krisis ekologis hulu hingga hilir dan bukti pemerintah gagal bekerja.

    Akumulasi dari krisis ekologis disebut telah menghancurkan pranata kehidupan di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Solok, Kabupaten Agam, Kabupaten Solok Selatan, hingga Kota Padang sebagai ibu kota provinsi

    “Bagi Walhi bersama elemen masyarakat sipil, ini adalah bencana ekologis, bukan semata bencana alam atau pengaruh ekstremnya curah hujan,” kata Direktur Walhi Sumbar Wengki Purwanto.

    Menurut dia, ketidakadilan ruang dan sistem pengurusan alam yang keliru telah menyebabkan krisis berkelanjutan di Nagari hingga Kabupaten/Kota.

    Degradasi hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang rusak akibat alih fungsi, disebut juga menjadi akar bencana ekologis yang terjadi secara serentak di Sumatera Barat.

    “Cuaca ekstrem sebagai bagian dari krisis iklim hanya pemicu awal. Sebab itu, pemerintah gagal menjalankan kewajiban konstitusional (Pasal 28H) untuk melindungi masyarakat dan lingkungan hidup. Gagal membangun kesiapsiagaan warganya terhadap ancaman bencana ekologis,” ujarnya.

    Analisis Walhi Sumbar menunjukkan Sumatra Barat kehilangan 320.000 hektare hutan primer lembab (2001-2024). Secara keseluruhan, Sumbar kehilangan 740.000 hektare tutupan pohon. Di tahun 2024, Sumbar kehilangan hutan seluas 32.000 hektare.

    Aceh

    Walhi Aceh menyatakan rangkaian banjir yang melumpuhkan sejumlah daerah memperlihatkan bahwa alam tidak lagi mampu menahan beban kerusakan yang dipaksakan manusia.

    Menurut mereka, bencana kali ini bukan hanya fenomena alamiah, melainkan bencana ekologis yang diproduksi oleh kebijakan pemerintah yang abai, permisif, dan memfasilitasi penghancuran ruang hidup masyarakat melalui investasi-investigasi ekstraktif yang rakus ruang.

    Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin menyebut banjir berulang ini sebagai akumulasi dari deforestasi, ekspansi sawit, aktivitas tambang, hingga tambang emas ilegal yang dibiarkan merajalela. Menurut dia, pemerintah telah gagal menghentikan kerusakan di hulu, namun justru terpaku pada solusi tambal sulam di hilir.

    “Ini bukan musibah alam. Ini bencana ekologis buruknya tata kelola lingkungan hidup. Hutan digunduli, sungai didangkalkan, bukit dikeruk. Pemerintah masih sibuk bangun tanggul, bukan menghentikan akar bencananya,” kata Shalihin.

    Walhi Aceh mencatat kerusakan paling parah terjadi di sejumlah DAS, terutama di DAS Krueng Peusangan yang berdampak ke hilir, seperti di Aceh Utara, Bireuen. Begitu juga di sejumlah daerah lainnya, kerusakan DAS dan laju deforestasi secara signifikan akibat ekspansi perkebunan skala besar, konsesi tambang, dan pembalakan liar.

    “Begitu juga di sejumlah daerah lainnya, seperti adanya pembukaan jalan baru juga semakin membuka terjadinya deforestasi yang berdampak terjadi bencana,” ujarnya.

    [Gambas:Photo CNN]

    Hilangnya penyangga ekologis itu membuat curah hujan tinggi langsung berubah menjadi limpasan besar. Di sisi lain, Shalihin menuturkan sungai-sungai utama juga mengalami sedimentasi berat akibat galian C yang menyebabkan aliran dangkal dan cepat meluap.

    Selain itu, dalam dua tahun terakhir, Walhi Aceh menyoroti aktivitas tambang emas ilegal yang makin masif di daerah hulu. Tebing sungai digali, bukit dibelah, dan sungai berubah keruh oleh limbah. Hasil pemetaan spasial menunjukkan 99 persen lokasi tambang emas ilegal berada dalam DAS.

    “PETI (tambang emas ilegal) menghancurkan hulu dan kerusakan DAS dan hutan, jadinya tanah labil, longsor mudah terjadi, dan banjir jadi tak terbendung,” ungkap dia.

    Walhi Aceh menilai pemerintah daerah hanya mengandalkan pendekatan proyek, pengerukan sungai, pembangunan tanggul, dan normalisasi alur air. Padahal, langkah itu dinilai tidak menyentuh akar kerusakan.

    Untuk keluar dari siklus banjir tahunan, Walhi Aceh menuntut pemerintah mengambil langkah tegas dan terukur, yaitu moratorium izin baru perkebunan sawit, tambang, dan pembatasan galian C, terutama galian C tanpa izin harus ditutup.

    Selain itu, penegakan hukum terhadap tambang emas ilegal dan aktor besar di baliknya juga harus dilakukan secara adil dan tuntas.

    “Restorasi ekologis dan pemulihan alam harus segera dilakukan pemerintah, bukan hanya proyek reaktif. Lalu audit menyeluruh perizinan yang berdampak pada kerusakan hulu dan hutan, dan harus diberi ruang yang luas untuk partisipasi masyarakat mukim (kesatuan masyarakat hukum yang terdiri dari gabungan beberapa gampong atau desa) dalam tata kelola lingkungan,” ujarnya.

    Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Arie Rompas memberi solusi jangka panjang kepada pemerintah dalam menghadapi potensi bencana besar. Menurutnya, pemerintah harus sesegera mungkin menyiapkan regulasi yang terintegrasi.

    Pria yang akrab disapa Rio mengatakan pemerintah perlu membuat Undang-undang tentang Perubahan Iklim untuk memperkuat penanganan bencana.

    “Karena bencana hidrometeorologi, bencana alam itu juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dampak perubahan iklim, sehingga harus melihat secara komprehensif. Ini juga harus diintegrasikan ke depan oleh pemerintah untuk memikirkan itu,” katanya.

    Rio meminta pemerintah tidak lagi menangani bencana dengan tindakan responsif belaka. Sebab, jika demikian yang dilakukan, kerusakan parah akibat bencana akan terus terulang kembali.

    “Jadi, ada bencana, respons, bencana lagi, respons, tapi dia tidak menurunkan dampak atau dia tidak mencari akar masalah dari bencana-bencana yang terjadi,” ungkapnya.







    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    BNPB Buka Hotline Keluarga Korban Bencana di Sumatra, Ini Nomornya

    November 28, 2025

    Total Korban Tewas Banjir di Sumut, Aceh, Sumbar Capai 174 Orang

    November 28, 2025

    Banjir Bandang di Padang Meluas

    November 28, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Ira Puspadewi Resmi Bebas, KPK: Proses Rehabilitasi Ditangani Kemenkum : Okezone News

    Program Presiden November 28, 2025

    Nur Khabibi , Jurnalis-Jum’at, 28 November 2025 |19:32 WIB Juru…

    PN Jakpus Tolak Gugatan Indobuildco, Hotel Sultan Sah Milik Negara

    November 28, 2025

    Ole Werner Ogah Anggap Remeh Gladbach yang Lagi On Fire

    November 28, 2025

    Prabowo Pastikan Negara Hadir untuk Korban Bencana Sumatera

    November 28, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Ira Puspadewi Resmi Bebas, KPK: Proses Rehabilitasi Ditangani Kemenkum : Okezone News

    November 28, 2025

    PN Jakpus Tolak Gugatan Indobuildco, Hotel Sultan Sah Milik Negara

    November 28, 2025

    Ole Werner Ogah Anggap Remeh Gladbach yang Lagi On Fire

    November 28, 2025

    Prabowo Pastikan Negara Hadir untuk Korban Bencana Sumatera

    November 28, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.