Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Diselamatkan Lorenzo Torriani, Milan Futuro Gagal Menang Lawan Brusaporto

    December 1, 2025

    Sekda Baru dan Pertaruhan Masa Depan Jakarta

    December 1, 2025

    2.400 BTS Lumpuh Akibat Bencana Sumatera, Pemerintah Kebut Pulihkan Jaringan : Okezone News

    December 1, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Teknologi»Peneliti UGM Beber Dosa Ekologis Deforestasi Picu Banjir Besar Sumatra

    Peneliti UGM Beber Dosa Ekologis Deforestasi Picu Banjir Besar Sumatra

    PewartaIDBy PewartaIDDecember 1, 2025No Comments7 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email



    Daftar Isi



    Yogyakarta, CNN Indonesia —

    Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS Universitas Gadjah Mada (UGM) Hatma Suryatmojo menduga ada dosa ekologis atau deforestasi masif di balik banjir bandang hingga longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

    Hatma menilai bencana banjir bandang hingga longsor pada akhir November 2025 di tiga provinsi di Pulau Sumatra itu bukan sebuah peristiwa yang berdiri sendiri.

    Menurutnya para ahli bisa dikatakan sepaham menilai fenomena banjir bandang dan longsor di Tanah Andalah itu sebagai bagian dari pola berulang bencana hidrometeorologi yang kian meningkat dalam dua dekade terakhir akibat kombinasi faktor alam dan ulah manusia.



    ADVERTISEMENT


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    Hatma mengatakan curah hujan memang sangat tinggi hingga bisa memicu bencana. Katanya, BMKG mencatat beberapa wilayah di Sumut diguyur lebih dari 300 mm hujan per hari pada puncak kejadian.

    Curah hujan ekstrem ini dipicu dinamika atmosfer luar biasa, termasuk adanya Siklon Tropis Senyar terbentuk di Selat Malaka pada pengujung November 2025.





    “Namun, cuaca ekstrem hanyalah pemicu awal. Dampak merusak banjir bandang tersebut sesungguhnya diperparah oleh rapuhnya benteng alam di kawasan hulu. Kerusakan ekosistem hutan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) menghilangkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pangkal untuk meredam curah hujan tinggi,” kata Hatma dalam keterangan yang dibagikan UGM, Senin (1/12).

    Catatan perkembangan deforestasi

    Hatma menyatakan deforestasi masif telah berlangsung di banyak kawasan hulu di sejumlah wilayah di Sumatra.

    Di Aceh, lanjutnya, hingga tahun 2020 sekitar 59 persen wilayah provinsi ini atau ±3,37 juta hektare masih berupa hutan alam. Akan tetapi, data kompilasi BPS setempat dan lembaga lingkungan menunjukkan Aceh kehilangan lebih dari 700 ribu hektare hutan dalam kurun 1990-2020.

    Walaupun tutupan hutan Aceh relatif masih luas, bagaimanapun menurut Hatma, laju kehilangan hutannya signifikan sehingga meningkatkan kerentanan terhadap banjir.

    Sumut juga tak kalah memprihatinkan. Hatma memaparkan, tutupan hutan provinsi ini tinggal sekitar 29 persen luas daratan atau ±2,1 juta hektare pada tahun 2020.

    Raibnya tutupan hutan artinya hilang pula fungsi hutan sebagai pengendali daur air kawasan melalui proses hidrologis intersepsi, infiltrasi dan evapotranspirasi. Demikian pula kemampuan mengendalikan erosi dan limpasan permukaan yang akhirnya memicu erosi masif serta longsor sebagai cikal bakal munculnya banjir bandang.

    Hutan tersisa milik Sumut pun tersebar fragmentasi di pegunungan Bukit Barisan bagian barat, termasuk sebagian Taman Nasional Gunung Leuser dan enclave konservasi seperti di wilayah Tapanuli.

    [Gambas:Video CNN]

    Ekosistem Batang Toru di Tapanuli, kata Hatma, yang jadi benteng terakhir hutan Sumut kini terdesak oleh aktivitas manusia. Terdegradasi akibat maraknya konsesi dan aktivitas perusahaan, mulai dari penebangan liar, pembukaan kebun, hingga pertambangan emas. terfragmentasi dan tertekan, hutan pun kehilangan sebagian besar fungsi ekologisnya sebagai pengendali hujan dan penahan banjir.

    “Hutan-hutan lindung di ekosistem Batang Toru yang semestinya menjadi area tangkapan air banyak dikonversi menjadi perkebunan, atau dibabat pembalak liar. Akibatnya, saat hujan lebat, air yang melimpah tak bisa lagi tertahan secara alami di hulu dan langsung menghantam permukiman di hilir,” ungkap Hatma.

    Laju deforestasi yang tinggi tercermin di Sumbar. Hatma mengatakan Provinsi ini pada 2020 tercatat memiliki proporsi hutan sekitar 54 persen dari luas wilayah ±2,3 juta hektare.

    Walhi setempat mencatat selama 2001-2024, provinsi ini kehilangan sekitar 320 ribu hektare hutan primer dan total 740 ribu hektare tutupan pohon yang mencakup hutan primer dan sekunder.

    Hatma menambahkan, pada tahun 2024 saja deforestasi di Sumbar bahkan mencapai 32 ribu hektare. Sisa hutan di sana pun banyak berada area lereng curam Bukit Barisan, sehingga ketika berkurang maka risiko tanah longsor dan banjir bandang naik.

    Padahal, beragam hasil penelitian di hutan tropis alami di Kalimantan dan Sumatera mencatat kemampuan hutan menahan-menampung air hujan di tajuk (intersepsi) mencapai 15-35 persen dari hujan. Dengan permukaan tanah yang tidak terganggu, mampu memasukkan air ke dalam tanah (infiltrasi) hingga 55 persen dari hujan, sehingga limpasan permukaan (surface runoff) yang mengalir ke badan sungai hanya tersisa 10-20 persen saja.

    Belum lagi proses evapotranspirasi atau kemampuan hutan untuk mengembalikan air ke atmosfer yang bisa mencapai 25-40 persen dari total hujan. Artinya, hutan menjaga keseimbangan siklus air, mencegah banjir di musim hujan sekaligus menyediakan aliran dasar saat musim kering.

    “Penataan dan pengendalian kawasan berdasarkan fungsi yang lemah turut mengakibatkan maraknya perambahan hutan dan alih fungsi lahan hutan menjadi kebun sawit, serta illegal logging di kawasan hulu sehingga menjadi penyebab berbagai bencana hidrometeorologi kerap muncul di wilayah tersebut,” kata Hatma.

    Bom waktu bencana

    Menurut Hatma, longsor hingga banjir bandang pada akhir November 2025 di Aceh, Sumut, dan Sumbar bisa jadi salah satu yang terbesar dalam sejarah beberapa dekade terakhir.

    Baginya, ini menunjukkan tren bahwa bencana hidrometeorologi cenderung kian parah seiring akumulasi deforestasi dan perubahan iklim. Pulau Sumatra yang secara geografis beriklim tropis basah akan selalu rentan hujan lebat, tetapi kerusakan lingkungan seperti pembukaan hutan di pegunungan dan penyempitan sungai membuat wilayah ini ibarat bom waktu bencana.

    “Tanpa pembenahan serius, setiap puncak musim hujan bisa mendatangkan petaka serupa di masa mendatang. Alam memiliki kapasitas daya dukung dan daya tampung yang terbatas untuk menahan gempuran cuaca ekstrem, dan kapasitas itu sangat bergantung pada kelestarian lingkungannya,” katanya.

    Oleh sebab itu, Hatma menyarankan, upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana ke depan wajib menyeimbangkan antara pendekatan struktural atau infrastruktur teknis dan pendekatan ekologis. Langkah struktural macam pembangunan tanggul, pemulihan sempadan sungai, dan normalisasi sungai memang penting, tapi tak akan cukup tanpa dibersamai pelestarian lingkungan di hulu.

    Perlindungan hutan dan konservasi DAS harus menjadi prioritas utama, menurut Hatma. Pemerintah perlu menegakkan aturan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan menghentikan laju deforestasi di kawasan rawan banjir secara tegas.

    “Sisa hutan di hulu-hulu kritis, misalnya Ekosistem Leuser di Aceh dan hutan Batang Toru di Sumut harus dipertahankan sebagai ‘harga mati’ mengingat fungsinya yang tak tergantikan dalam mencegah banjir bandang,” imbuhnya.

    Rehabilitasi lahan kritis dan reforestasi di area tangkapan air strategis sifatnya tak kalah ‘urgent’ demi memulihkan fungsi hutan sebagai pengendali daur air. Selain itu, meningkatkan edukasi dan partisipasi masyarakat lokal dalam menjaga hutan akan memperkuat upaya perlindungan lingkungan jangka panjang.

    Penjelasan Kemenhut

    Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan kayu-kayu tersebut bisa berasal dari berbagai sumber, termasuk pembalakan liar atau illegal logging.

    Beberapa di antaranya diduga dari pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga penyalahgunaan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), dan illegal logging.

    Namun, Dwi menyebut pihaknya masih menelusuri lebih lanjut soal asal muasal kayu gelondongan itu. Kata dia, pihaknya bakal menelusuri secara profesional setiap indikasi pelanggaran dan memproses bukti kejahatan kehutanan melalui mekanisme hukum yang berlaku.

    “Terkait pemberitaan yang berkembang, saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir, melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang kami telusuri dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan,” kata Dwi dalam pernyataan dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu (30/11).

    Dwi menerangkan sepanjang tahun 2025, Gakkum Kemenhut sudah menangani sejumlah kasus terkait pencucian kayu ilegal di sekitar wilayah terdampak banjir di Sumatra.

    “Kejahatan kehutanan tidak lagi bekerja secara sederhana. Kayu dari kawasan hutan bisa diseret masuk ke skema legal dengan memanfaatkan dokumen PHAT yang dipalsukan, digandakan, atau dipinjam namanya. Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya,” tutur Dwi.

    Sebelumnya, sebuah video memperlihatkan tumpukan ribuan potongan kayu memenuhi Pantai Parkit di Kota Padang, Sumatra Barat setelah banjir bandang terjadi di wilayah tersebut.

    Dalam video yang diunggah akun Instagram @antaranewscom, terlihat tumpukan kayu itu memenuhi area muara dan bibir Pantai Parkit pada Jumat (28/11).

    Masih dalam video itu, terlihat air pantai tampak berwarna kecoklatan. Selain tumpukan kayu, berbagai sampah juga terlihat menumpuk di lokasi.

    (kum/kid)


    [Gambas:Video CNN]






    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    KPK Jadwalkan Periksa Ridwan Kamil di Kasus Bank BJB Pekan Ini

    December 1, 2025

    Bangkai Gajah dengan Kepala Terbenam Kayu dan Lumpur Banjir di Aceh

    December 1, 2025

    Gudang Pabrik Dua Kelinci di Pati Kebakaran

    December 1, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Diselamatkan Lorenzo Torriani, Milan Futuro Gagal Menang Lawan Brusaporto

    Berita Olahraga December 1, 2025

    Ligaolahraga.com -Berita Liga Italia: Milan Futuro harus puas berbagi angka setelah bermain imbang 1-1 melawan…

    Sekda Baru dan Pertaruhan Masa Depan Jakarta

    December 1, 2025

    2.400 BTS Lumpuh Akibat Bencana Sumatera, Pemerintah Kebut Pulihkan Jaringan : Okezone News

    December 1, 2025

    Disiplin Jadi Kunci An Se Young Raih Gelar Ke-10 Musim Ini

    December 1, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Diselamatkan Lorenzo Torriani, Milan Futuro Gagal Menang Lawan Brusaporto

    December 1, 2025

    Sekda Baru dan Pertaruhan Masa Depan Jakarta

    December 1, 2025

    2.400 BTS Lumpuh Akibat Bencana Sumatera, Pemerintah Kebut Pulihkan Jaringan : Okezone News

    December 1, 2025

    Disiplin Jadi Kunci An Se Young Raih Gelar Ke-10 Musim Ini

    December 1, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.