Kepala BNPB yang mengatakan bencana hanya mencekam di medsos, juga sudah minta maaf. Dia pun mungkin, sudah balik juga ke Jakarta.
Pejabat daerah yang berjibaku di lokasi paling ekstrem yang berdenyut pencitraan, sudah balik pula dan merencanakan apa yang harus direncanakan. Korban harus direlakan. Warga, apa pun ceritanya, harus ikhlas menghadapi semua bencana ini.
Puluhan jembatan, ratusan kilometer jalan dan rumah yang mesti harus diperbaiki, sebulan dua bulan ini, pasti tak akan selesai.
Bahkan, akibat bencana 2024 saja masih ada yang belum diperbaiki. Jalan vital Lembah Anai dan Malalak mesti menjadi prioritas.
Padahal belum lama, jalan itu selesai diperbaiki. Kini, rusak lagi dan semakin parah, terutama di dua jembatan tugu, “selamat datang Padangpanjang”. Mengamuk betul air bah yang bercampur lumpur dan kayu di lokasi itu.
Pelan-pelan orang kembali lagi pada rutinitasnya semula. Anak-anak sekolah sudah mulai masuk. Kelas yang kebanjiran, lumpur belum dibersihkan, terpaksa gotong royong di hari pertama.
Pasar juga sudah mulai berdenyut. Rata-rata harga naik, karena akses dari darek tak mudah. Pedagang harus pagi-pagi betul ke pasar agar tak terkena macet.
Jalan-jalan masih berdebu akibat lumpur yang masih melekat di aspal jalan. Rumah-rumah warga juga sudah dibersihkan seadanya. Terdengar juga bisikan, “hujan jugalah agak sekali lagi, Ya Allah.”
Listrik seperti kata Presiden sudah hampir 100 persen normal. PDAM masih mati total di beberapa tempat. Jaringan internet pun sudah mulai merata terkoneksi.
Bulan baru tagihan Listrik, PDAM, dan internet, sudah di depan mata. Jangan sampai pula tagihan bulan ini membengkak tak karuan! Berarti, bencana ini dibebankan lagi pada warga.
Harusnya semua tagihan bulan ini di lokasi bencana dan terdampak, dibebaskan, gratis. Minimal, disubsidi.
Janji Presiden tak akan meninggalkan sendirian warganya, ini bukti pertama kebijakan yang bisa diambil, kalau nanti tak dibilang omon-omon lagi.
Orang Indonesia ini sudah terlatih hidup dalam segala bentuk penderitaan. Bahkan, hidup dalam kungkungan penjajahan pun masih bisa hidup.
Tak ada jembatan, bisa pakai tali atau sampan. Jalan berlubang, berlumpur, apa pun tetap dilalui dalam segala kondisi. Tak ada yang tak bisa dilalui dan ditembus, sampai tahun depan datang lagi bencana yang serupa atau bahkan lebih parah.
Pejabat ada atau tidak ada pun, akan dilewati. Termasuk, pejabat yang dipuja-puji pendukungnya sepanjang bencana, seolah-olah ia sudah bekerja sekeras-kerasnya, tapi toh nyatanya kondisi tetap begini-begini saja, sejak dulu kala.
Erizal
Direktur ABC Riset & Consulting

