Kuasa Hukum Bonatua, Ghafur Sangadji (Foto: Ari Sandita/Okezone)
JAKARTA – Kuasa Hukum Bonatua, Ghafur Sangadji menyebut polemik ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo menjadi momentum bagi pemegang kekuasaan untuk memperbaiki UU Pemilu. Karena itu, pihaknya mengajukan uji materiil atas Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 (UU Pemilu).
“Kami sudah melakukan rangkaian persidangan di Komisi Informasi Publik, kami memohonkan perubahan undang-undang di MK RI yang intinya supaya polemik ijazah Pak Joko Widodo ini menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk memperbaiki Undang-Undang Pemilu,” ujarnya, Selasa (2/12/2025).
Sehingga, kata dia, ke depan tidak akan ada lagi Roy Suryo baru yang dengan kemampuan ilmiahnya mampu membongkar satu kepalsuan dokumen ijazah yang digunakan sebagai persyaratan calon presiden tetapi malah dikriminalisasi. Pada Selasa ini, pihaknya menjalani sidang di MK untuk memohonkan revisi atau judicial review terhadap UU Pemilu, khususnya Pasal 169 huruf r yang berkaitan dengan kewajiban KPU melakukan otentikasi ijazah yang belum diatur dalam norma UU Pemilu.
“Jadi, yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu itu sifatnya masih abstrak sehingga melalui permohonan ini diharapkan supaya ke depan KPU ditegaskan di dalam norma Undang-Undang Pemilu, harus dan wajib melakukan otentikasi terhadap semua dokumen, terutama dokumen ijazah yang dimiliki oleh calon presiden dan wakil presiden,” tuturnya.
Ia menerangkan, pihaknya tidak menginginkan lagi ke depan Indonesia dibikin gaduh oleh satu lembar ijazah yang sampai hari ini pun tak jelas. Pihaknya telah menyampaikan perbaikan dari materi permohonan judicial review UU Pemilu yang akhirnya diterima Mahkamah Konstitusi.
“Nanti akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, diplenokan untuk kemudian kami melakukan persidangan. Harapan kami Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ini ke depan bisa dimuat di dalam norma putusan Mahkamah Konstitusi bahwa KPU wajib melakukan autentikasi sehingga tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan apakah KPU wajib atau KPU tidak wajib,” katanya.
(Arief Setyadi )

