Jakarta, CNN Indonesia —
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menjatuhkan putusan lepas terhadap tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022 divonis dengan pidana 11 tahun penjara dan denda sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim tersebut terdiri dari Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Menurut hakim, ketiga terdakwa tersebut telah terbukti menerima suap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Mengadili: menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta,” ujar ketua majelis Efendi saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/12).
Selain ketua majelis Efendi, perkara ini diperiksa dan diadili oleh hakim anggota Adek Nurhadi dan Andi Saputra.
Djuyamto juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp9,21 miliar subsider 4 tahun penjara.
Sementara Agam dan Ali Muhtarom dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp6,4 miliar.
Apabila tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
“Dan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” kata hakim.
Djuyamto dkk dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi korupsi menerima suap secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Djuyamto terbukti menerima suap sejumlah Rp9.211.864.000. Sedangkan Agam Syarief dan Ali Muhtarom menerima masing-masing Rp6.403.780.000.
Sementara itu, mantan Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta terbukti menerima suap Rp14.734.276.000 dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan menerima Rp2.365.300.000. Putusan Arif dan Wahyu juga akan dibacakan pada malam ini.
Dalam menjatuhkan putusan pidana tersebut, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan adalah perbuatan Djuyamto dkk tidak mendukung komitmen negara dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Perbuatan para terdakwa telah mencoreng nama baik lembaga yudikatif sebagai benteng terakhir keadilan.
Para terdakwa sebagai penegak hukum melakukan tindak pidana dalam jabatannya saat mengadili kasus tindak pidana korupsi. Perbuatan para terdakwa bukan karena kebutuhan melainkan karena keserakahan.
Sedangkan hal meringankan adalah para terdakwa telah mengembalikan suap yang diterima dan memiliki tanggung jawab keluarga.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ingin Djuyamto, Agam dan Ali Muhtarom dihukum dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
(ryn/gil)
[Gambas:Video CNN]

