Di sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025, INRU menghadapi tantangan finansial yang semakin berat Perusahaan mencatat kerugian bersih yang melonjak drastis hingga Rp201,6 miliar per akhir Kuartal III 2025.
Angka kerugian ini memburuk 528 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana INRU mencatat rugi ‘hanya’ Rp32,1 miliar. Kerugian besar ini setara dengan kerugian Rp144,01 per lembar saham perusahaan.
Dalam keterbukaan informasi disebutkan, pemicu utama memburuknya kinerja ini adalah penurunan pendapatan yang signifikan dan lonjakan beban operasional. Total pendapatan INRU anjlok 21,4 persen menjadi Rp995,4 miliar.
Penurunan penjualan ini diperparah oleh hilangnya efisiensi operasional.
Laba Kotor (Gross Profit) perusahaan hampir musnah, hanya tersisa Rp2,4 miliar, menunjukkan penurunan tajam 98,6 persen, sehingga Margin Kotor (Gross Margin) perusahaan hanya mencapai 0,2 persen. Bahkan, secara operasional, perusahaan mencatat defisit. Kinerja sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) tercatat negatif Rp 33,2 miliar, menyiratkan bahwa aktivitas inti perusahaan pun gagal menutupi biaya operasinya.
Tingginya beban bunga pinjaman sebesar Rp 216,8 juta semakin menekan laba operasional yang sudah defisit (**Rp 128,6 miliar**) hingga akhirnya kerugian bersih perusahaan melonjak tajam ke angka Rp 201,6 miliar.
Meskipun total aset INRU tercatat Rp7,7 triliun per September 2025, kesehatan neraca perusahaan menunjukkan tingkat risiko yang tinggi, terutama dari sisi utang.
Rasio utang terhadap ekuitas (Debt/Equity) perusahaan melonjak hingga 4,98 kali. Artinya, total kewajiban perusahaan hampir lima kali lipat lebih besar dari modal yang dimiliki pemegang saham (ekuitas Rp 1,29 triliun). Situasi ini menekankan bahwa mayoritas pendanaan INRU didukung oleh utang, sebuah kondisi yang menambah kerentanan finansial di tengah kerugian yang terus membesar.
Belakangan, INRU menghadapi sorotan karena keberadaan perusahaan yang beroperasi di kawasan yang rentan terhadap bencana ekologis. INRU disebut-sebut sebagai penyebab bencana banjir bandang di Sumatera Utara. Isu ini segera ditepis perusahaan dalam keterangannya di keterbukaan informasi.
Namun, penjelasan perusahaan tak membuat pergerakan saham INRU membaik. Hingga perdagangan Kamis 4 Desember 2025, harga saham INRU berada di level Rp 680 per saham, menandai penurunan sebesar 4,9 persen dalam periode satu pekan terakhir.

