Desa yang selama ini bertumpu pada pertanian dan nelayan itu melahirkan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Syariah. Sebuah gerakan negara yang hadir untuk memperkuat ekonomi warga yang berpihak pada kebutuhan masyarakat desa.
“Awalnya, masyarakat terbebani dan menolak karena pengalaman BUMDes lama yang sempat tidak berjalan. Penolakan muncul karena sebagian warga mengira koperasi ini akan bernasib sama. Namun pemerintah desa tidak menyerah. Sosialisasi dilakukan terus-menerus, dari dusun ke dusun, melibatkan para kepala dusun dan perangkat desa untuk memastikan masyarakat benar-benar memahami tujuan program,” ucap Kepala Desa Bilelando Panjaitan, Kamis, 4 Desember 2025.
Perlahan, kepercayaan warga tumbuh. Mereka melihat bahwa KDKMP bukan sekadar lembaga baru, tetapi wadah yang didesain dengan tata kelola yang lebih rapi dan dukungan penuh pemerintah pusat.
“Kami ingin koperasi ini menjadi penggerak ekonomi desa. Potensi kami banyak seperti dari pertanian, nelayan, sampai budidaya. Semua bisa hidup kalau ada lembaga yang dikelola dengan baik,” ucap Panjaitan.
Bilelando memang memiliki kekuatan ekonomi yang besar. Sekitar 65 persen warganya petani, sementara 35 persen lainnya nelayan dan pembudidaya. Keberadaan koperasi membuat potensi ini lebih terarah dan bisa memberikan manfaat yang lebih merata.
Di sisi lain, perjalanan KDMP juga dijalankan oleh orang-orang yang bekerja langsung di lapangan. Salah satunya adalah Ahmad Raeyomang, Ketua KDMP Syariah Bilelando.
Ia dipilih melalui musyawarah desa sebagai pemimpin koperasi. Sebagai petani, pengusaha tembakau, dan pembudidaya udang, Ahmad memahami betul kebutuhan masyarakat. Karena itu, ia tidak ragu menjalankan amanah sebagai ketua.
Di bawah kepemimpinannya, koperasi mulai membuka beberapa unit usaha yang menyentuh kebutuhan dasar warga: gerai sembako, beras, minyak, gula, layanan BRILink, hingga distribusi LPG 3kg. Koperasi juga mulai bekerja sama dengan PI untuk pasokan LPG non-subsidi. Dampaknya langsung terasa. Sebelum koperasi ada, harga LPG bisa mencapai Rp25.000 per tabung.
“Sekarang, dengan pengelolaan koperasi, harga turun menjadi Rp18.000. Perubahan yang terlihat sederhana, namun sangat berarti bagi keluarga di desa. Saat ini, unit usaha koperasi telah mencatat omzet sekitar Rp7 juta per minggu, menjadi sinyal bahwa koperasi mulai mendapat kepercayaan dan dukungan nyata dari masyarakat,” kata Ahmad.
Ahmad mengakui bahwa tantangan tetap ada, keterbatasan SDM membuat mereka harus bekerja lebih keras dalam menjelaskan fungsi koperasi kepada warga.
Nama “Syariah” sendiri bukan tanpa alasan. Bilelando memiliki 9 dusun, dan setiap dusun diwakili satu pengurus. Prinsip representatif ini menjadi dasar penamaan Syariah, yang kemudian diperkuat dengan rencana penerapan sistem bagi hasil di masa depan.
Setelah koperasi mulai beroperasi dan meluncurkan unit-unit usahanya, respons masyarakat berubah drastis. Jika sebelumnya ragu, kini mereka justru datang berbondong-bondong untuk mendaftar menjadi anggota baru.
Mereka melihat manfaat langsung, bukan lagi hanya janji.
Ahmad berharap koperasi ini dapat terus berkembang dan mendapat dukungan dari berbagai pihak.
“Kami berharap ada dukungan dari BUMN seperti Bulog, Pertamina, ID Food, dan lembaga lainnya agar koperasi semakin kuat,” katanya.

