“Isu sensitif seperti kekerasan seksual tidak boleh disampaikan tanpa dasar data yang jelas dan verifikasi dari pihak berwenang dan ini melukai perasaan penyintas bencana,” kata Direktur Eksekutif Veritas Institut, Aldi Tahir dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Minggu, 7 Desember 2025.
Ia menegaskan, penyampaian informasi yang belum terkonfirmasi justru dapat menimbulkan trauma baru bagi korban dan keluarganya, serta memicu kepanikan di tengah masyarakat yang sedang berada dalam situasi darurat bencana.
“Isu pelecehan seksual adalah persoalan serius yang menyangkut martabat, trauma, dan perlindungan korban. Jika disampaikan tanpa data resmi dan verifikasi yang jelas, narasi seperti itu sangat berisiko melukai korban untuk kedua kalinya,” ujar Aldi.
Ia menilai, ruang digital seharusnya digunakan untuk menguatkan solidaritas dan edukasi publik, bukan untuk menyebarkan cerita sepihak yang belum tentu benar. Apalagi, lanjut Aldi, masyarakat di wilayah bencana sedang berada dalam kondisi rentan, baik secara fisik maupun psikologis.
“Dalam situasi bencana, yang dibutuhkan masyarakat adalah ketenangan, informasi yang akurat, serta edukasi yang membangun. Bukan narasi yang bisa memicu ketakutan, stigma, dan kecurigaan,” jelas dia.
Aldi menegaskan, jika memang terdapat dugaan tindak pidana, termasuk kekerasan seksual, jalur yang benar adalah melaporkannya kepada aparat penegak hukum agar dapat ditangani secara profesional dan berpihak pada korban.
“Negara memiliki mekanisme hukum untuk menangani kasus-kasus seperti ini. Melapor ke aparat jauh lebih tepat daripada menyebarkannya lebih dulu ke publik dengan narasi yang belum teruji kebenarannya,” ujarnya.
Terkait tudingan bahwa negara tidak hadir dalam penanganan bencana, Aldi meminta agar kritik disampaikan secara objektif dan berbasis data.
“Kritik itu penting dalam demokrasi, tetapi harus dibangun di atas fakta. Kita juga harus adil melihat kerja keras TNI, Polri, BNPB, tenaga medis, relawan, dan pemerintah daerah yang selama ini berada di garis depan membantu para korban,” jelasnya lagi.
Aldi pun mengajak para figur publik dan influencer untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi, khususnya yang berkaitan dengan isu kekerasan seksual dan kondisi darurat kemanusiaan.
“Setiap ucapan di ruang publik memiliki dampak. Karena itu, dibutuhkan tanggung jawab moral agar narasi yang disampaikan tidak justru memperpanjang penderitaan korban dan merusak kepercayaan publik,” pungkasnya.
Ferry Irwandi sebelumnya mendengar cerita-cerita horor di tengah bencana, salah satunya banyak perempuan yang mengalami pemerkosaan.
“Ceritain aja lah, tadi aku dikasih voice note, dikasih cerita horor ada pemerkaosan ya. Manusia dalam kondisi yang social culture, situasi kelompok masyarakat yang udah separah itu ya dan dalam situasi seburuk itu,” ucap Ferry dikutip dalam akun Tiktok dimwise.

