Demikian disampaikan Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza Idris, dalam diskusi publik bertajuk “Outlook Politik Ekonomi” di Universitas Paramadina, Jakarta, Senin 8 Oktober 2025.
“APBN 2025 itu masih APBN transisi. Disusun oleh kabinet Jokowi dan DPR periode 2019–2024. Karena itu tidak bisa sepenuhnya dijadikan cermin kinerja pemerintahan baru saat ini,” ujarnya.
Handi mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan III 2025 yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,04 persen. Namun, angka tersebut masih mencerminkan stagnasi di “jebakan 5 persen” yang sudah terjadi sejak triwulan I 2025.
Dia juga menyinggung pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 yang sempat menuai kontroversi karena banyak digugat.
“Artinya, secara tren belum ada lompatan signifikan. Masih jalan di tempat,” tegasnya.
Lebih jauh, Handi menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintahan Prabowo sepanjang 2025. Setidaknya dia mencatat ada tiga tahap efisiensi.
Tahap pertama melalui pemanfaatan dana Badan Usaha Negara (BUN) sebesar Rp300 triliun. Tahap kedua dilakukan lewat penghematan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp300 triliun. Tahap ketiga berasal dari dividen BUMN yang kabarnya juga menembus Rp300 triliun.
“Total dana penghematan mencapai sekitar Rp750 triliun. Sebagiannya digunakan untuk modal awal pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara sebesar Rp325 triliun serta program Makan Bergizi Gratis (MBG) sekitar Rp70 triliun,” jelasnya.
Menurut Handi, langkah tersebut menunjukkan adanya perubahan mendasar dalam pola pengelolaan APBN di awal pemerintahan Prabowo.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa kondisi ekonomi 2025 masih berada dalam fase lesu. Salah satu indikatornya adalah realisasi penerimaan pajak yang belum mencapai 80 persen dari target.
“Sementara utang pemerintah sudah menembus Rp9.000 triliun. Ini sebagian besar merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya,” pungkasnya.
Hadir juga sebagai pembicara diskusi analis politik Universitas Paramadina Dr. Hendri Satrio, dan ekonom Universitas Paramadina ?Wijayanto Samirin, MPP. Diskusi dimoderatori peneliti Paramadina Public Policy Institute, Rosyid Jazuli, Ph.D., dan dibuka oleh Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini.

