Jakarta, CNN Indonesia —
Hakim nonaktif Djuyamto dan Agam Syarief Baharudin mengajukan upaya banding usai divonis bersalah dalam kasus suap terkait putusan lepas terhadap tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022.
Banding diajukan melalui tim kuasa hukum masing-masing kedua terdakwa.
“Benar bahwa terdakwa atas nama Djuyamto telah mengajukan banding pada Senin 8 Desember 2025 kemarin,” kata Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Sunoto dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (9/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Aldi Raharjo selaku penasihat hukum Agam menjelaskan upaya banding diajukan lantaran vonis yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama sangat berat.
“Hukuman 11 tahun itu kami rasa jauh dari keadilan. Kami dari awal sudah kooperatif, jujur, dan yang paling penting kami telah mengembalikan uang suap,” kata Aldi dalam keterangannya, Selasa.
Sedangkan mantan Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta belum menyatakan sikap resminya. Lewat kuasa hukumnya, dia masih akan pikir-pikir hingga batas waktu pengajuan banding pada Rabu (10/12) besok.
“Sejauh ini Pak Arif masih menggunakan haknya untuk pikir-pikir selama tujuh hari sejak pembacaan putusan kemarin, sebelum nantinya ada keputusan apakah akan mengajukan banding atau tidak,” kata penasihat hukum Arif, Yoshua Ferdinan Napitupulu.
Pada Rabu pekan lalu, 3 Desember 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang terdiri dari ketua Efendi dengan hakim anggota Adek Nurhadi dan Andi Saputra menghukum Djuyamto dkk dengan pidana 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Djuyamto juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp9,21 miliar subsider 4 tahun penjara.
Sementara Agam dan Ali Muhtarom dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp6,4 miliar subsider 4 tahun penjara.
Djuyamto dkk dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi korupsi menerima suap secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Djuyamto terbukti menerima suap sejumlah Rp9.211.864.000. Sedangkan Agam Syarief dan Ali Muhtarom menerima masing-masing Rp6.403.780.000.
Sementara itu, mantan Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta terbukti menerima suap Rp14.734.276.000 dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan menerima Rp2.365.300.000.
Arif dihukum dengan pidana 12,5 tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Arif juga dikenakan pidana tambahan uang pengganti Rp14,7 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sedangkan Wahyu divonis dengan pidana 11,5 tahun penjara, denda sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp2,35 miliar subsider 4 tahun penjara.
(ryn/isn)
[Gambas:Video CNN]

