
Surabaya, CNN Indonesia —
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur, menunda rencana pembangunan tanggul laut yang bertujuan untuk mencegah banjir rob.
Pemkot menilai proyek tersebut saat ini dinilai belum memungkinkan. Oleh karena itu, sebagai gantinya, pemerintah kota pahlawan itu lebih memprioritaskan optimalisasi rumah pompa, pintu air, dan bozem sebagai upaya pengendalian banjir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya, Syamsul Hariadi mengatakan, tanggul laut memang lah solusi mencegah banjir rob. Namun pilihan yang lebih realistis kini ialah optimalisasi pintu air, rumah pompa, dan bozem.
“Penanganan banjir rob itu memang harus ada tanggul laut, kemudian dilengkapi dengan pintu air dan pompa air,” kata Syamsul, Selasa (9/12).
Menurut dia, infrastruktur pengendali banjir di wilayah timur Surabaya saat ini sudah lengkap.
Beberapa infrastruktur itu mulai dari pintu air hingga pompa air. Oleh karena itu, ia optimistis banjir rob di wilayah tersebut dapat diminimalisasi.
“Itu sudah lengkap, sehingga untuk banjir rob itu Insyaallah bisa kita minimalisir,” terang Syamsul.
Namun, kondisi berbeda terjadi di wilayah barat Surabaya. Syamsul menyebut, wilayah seperti Kali Krembangan, Kalianak dan Kali Sememi belum memiliki fasilitas pintu air maupun pompa air, sehingga banjir rob masih kerap terjadi.
“Jadi kita agendakan untuk rumah pompa di tiga atau empat sungai yang menuju ke laut di wilayah barat itu. Wilayah barat itu ada sekitar lima akses yang menuju laut,” ujarnya.
Syamsul menyebut wilayah Surabaya barat yang saat ini sudah dilengkapi pompa air adalah Balong dan Kandangan. Sedangkan di tiga lokasi lain yakni Asemrowo, Kalianak, dan Tambak Langon masih belum.
“Nanti kita agendakan [pembangunan] pintu air dan rumah pompa di sana,” paparnya.
Tanggul laut bersifat kompleks
Berkaca dari fasilitas yang sudah tersedia tersebut, Syamsul menegaskan pembangunan tanggul laut secara menyeluruh saat ini belum bisa direalisasikan. Terlebih, pembangunan tanggul laut bersifat kompleks dan tidak semua wilayah pesisir membutuhkan.
“Seperti di wilayah barat, Kalianak dan lain sebagainya, itu sebetulnya sudah ada tanggulnya. Bukan tanggul laut namanya, tapi itu sudah proteksi terhadap air laut,” jelasnya.
Selain itu, Syamsul mengungkap bahwa sebagian tanah di wilayah barat Surabaya telah ditinggikan oleh pengembang. Dengan demikian, Pemkot Surabaya tinggal melengkapi infrastruktur pengendalian air.
“Karena di sana kebanyakan tanahnya itu milik pengembang-pengembang dan pergudangan. Dan itu sudah otomatis ditinggikan oleh mereka, sehingga kita tinggal melengkapi saja,” sebutnya.
Sementara terkait fungsi bozem, Syamsul menjelaskan fasilitas ini sangat efektif sebagai tempat penampungan sementara air dari darat saat bersamaan dengan pasang air laut.
“Kalau hujan, air masuk ke bozem, kemudian dipompa ke laut saat pasang. Tapi kalau surut, air dari bozem bisa langsung mengalir, gravitasi dibantu pompa juga, jadi dua kali kecepatannya lebih cepat,” jelasnya.
Dia memaparkan Surabaya memiliki tiga bozem utama, yaitu Bratang, Kalidami, dan Morokrembangan. Masing-masing bozem tersebut mampu menampung hingga 80 ribu meter kubik air.
“Yang besar itu ada tiga, yaitu Bozem Bratang, Kalidami dan Morokrembangan. Itu kapasitas bisa sampai 80 ribu meter kubik. Mereka mampu sementara (menampung air saat hujan deras), tinggal kekuatan pompa kita yang harus kita optimalkan,” pungkasnya.
Hantu banjir rob di pesisir Surabaya
Sementara itu, sejumlah wilayah di pesisir Kota Surabaya, Jawa Timur, kerap dilanda banjir rob, nyaris tiap pekan. Salah satunya wilayah Jalan Kalianak, Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan.
Banjir rob tersebut terlihat melanda Jalan Kalianak hingga Jalan Kalianak Barat. Hal itu memicu kemacetan karena banyak kendaraan bermotor, baik sepeda motor hingga truk trailer, yang lalu-lalang di sana.
Tak hanya jalan raya yang terdampak, kawasan perkampungan di sekitarnya juga terdampak banjir rob. Warga terlihat berusaha menguras air dengan peralatan seadanya. Ketinggian air mencapai 40-50 cm.
Warga Kalianak Barat, Wahim menjelaskan, wilayahnya sudah jadi langganan banjir rob. Air bisa datang setiap pekan atau dua pekan sekali.
“Ini banjir akibat air pasang kadang seminggu sekali, kadang dua minggu sekali, sekarang tidak bisa ditebak. Kalau dulu bisa diprediksi sekarang udah tidak bisa,” kata Wahim.
Ia berharap pemerintah dapat segera melakukan kebijakan untuk mengatasi banjir rob. Tidak hanya melakukan pengerukan sungai yang dirasanya tidak efektif dalam mengatasi banjir rob.
Sementara itu, Warga Kalianak Timur, Ari menjelaskan, banjir rob di wilayahnya merembes melalui celah saluran eksisting. Saluran yang merembes tersebut pun lalu merambat ke jalan hingga rumah warga.
“Ini air banjir rob mulai naik sekitar pukul 08.00 WIB atau 09.00 WIB pagi tadi. Tadi di awal ketinggiannya sekitar 40-50 centimeter, setinggi papan yang dipasang di depan rumah,” ucap Ari.
Ia mengatakan, banjir rob bahkan terjadi dua hingga tiga kali setiap bulannya di kawasan perkampungan Kalianak Barat. Ia pun berharap pemerintah dapat mencari solusi agar air rob tidak sampai ke jalanan hingga masuk rumah warga.
“Kalau seperti ini terus akan mengganggu aktivitas warga, kalau bisa pemerintah membangun pintu air di wilayah sini agar tidak banjir terus-menerus,” harap Ari.
(frd/kid)
[Gambas:Video CNN]

