Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 alias Siaga 98, Hasanuddin mengatakan, Peraturan Polri tersebut selain tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 114/PUU-XXIII/2025, tetapi juga bentuk penolakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Wardana terhadap para perwira tinggi Polri untuk kembali ke institusi kepolisian.
“Hal ini sebelumnya ditandai dengan upaya framing penafsiran tersendiri terhadap putusan MK tersebut, sebagai tidak berlaku surut, dan perwira tinggi Polri aktif tersebut tetap sah menduduki jabatan di kementerian/lembaga yang ada. Sehingga, Kapolri tidak memiliki kewajiban untuk menarik para perwira tinggi Polri aktif tersebut kembali ke Kepolisian,” kata Hasanuddin kepada RMOL, Minggu, 14 Desember 2025.
Peraturan Polri tersebut kata Hasanuddin, diterbitkan di saat tim percepatan reformasi Polri sedang bekerja. Di mana salah satu materi yang menjadi pembahasan dalam upaya reformasi Kepolisian di antaranya jabatan sipil non penegakan hukum di kementerian/lembaga yang diisi perwira tinggi Polri.
“Siaga 98 menilai bahwa Polri khususnya Kapolri tentu memahami putusan MK tersebut terkait implikasinya,” terang Hasanuddin.
Menurut Hasanuddin, pengabaian terhadap putusan MK dan tim percepatan reformasi Polri yang saat ini sedang bekerja mempunyai agenda atau motif tertentu, di luar hal bersifat konstitusional.
“Siaga 98 mendukung Tim Percepatan Reformasi Kepolisian membahas dan merekomendasi hal ini kepada Presiden Prabowo Subianto, setidaknya hal yang perlu digaris bawahi terkait kementerian/lembaga dan badan mana saja yang dapat diisi oleh Polri aktif, baik bintara, perwira menengah maupun perwira tinggi,” tegas Hasanuddin.
Siaga 98 mencatat setidaknya ada 6 kementerian/lembaga dan badan yang bisa diisi, yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Karena kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, ada unsur penegakan hukum dan diatur berdasarkan UU tersendiri,” pungkas Hasanuddin.

