Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Greg Nwokolo Peringatkan PSSI soal Calon Pelatih Timnas Indonesia: Jangan Mulai dari Nol Lagi : Okezone Bola

    December 19, 2025

    Yoane Wissa Ingin Duet dengan Woltemade, Howe Masih Berhitung

    December 19, 2025

    Organisasi Sipil Kritis dan Objektif Kawal Perpol 10/2025

    December 19, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Nasional»Komisi Reformasi Polri Jauh dari Perbaikan, Sibuk Ciptakan Konten Viral

    Komisi Reformasi Polri Jauh dari Perbaikan, Sibuk Ciptakan Konten Viral

    PewartaIDBy PewartaIDDecember 19, 2025No Comments8 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email




    Sejak awal, PBHI telah menegaskan adanya potensi politisasi, gimmick belaka, bahkan hanya menciptakan keributan lewat konten viral di media sosial. Bagaimana perdebatan soal nama (delegasi) anggota Komisi Reformasi Polri justru lebih ramai dan mendahului gagasan dan fungsi komisi. 


    Sehingga PBHI menegaskan agar forum reformasi Polri yang begitu fundamental tetap berada pada jalur konstitusional, yakni proses legislasi antara Presiden dan DPR RI, tentu berkonsultasi dengan MPR RI selaku pembentuk UUD 1945 yang memandatkan fungsi dan tugas Kemanan dan Ketertiban pada institusi Polri melalui Pasal 30.

    Putusan MK No. 114 tentang Pengisian Jabatan Sipil Oleh Anggota Polri: Mekanisme Penugasan Inkonstitusional, Berlaku Ketentuan UU ASN dan UU Polri



    Komisi Reformasi Polri diharapkan dapat menjawab persoalan sistemik dan struktural di tubuh Polri, tentu dengan basis dan linimasa yang jelas dan on target, mengingat Polri menjalankan fungsi yang berkelindan dengan kebutuhan harian masyarakat. 

    Faktanya, Komisi Reformasi Polri justru bergerak 
    sangat lambat, minus kontribusi, bahkan justru memproduksi komentar sesat soal Putusan MK No. 114 terkait penempatan Anggota Polri pada institusi di luar Kepolisian.

    Perlu dipahami secara benar, bahwa Putusan MK No. 114 menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” pada Bagian Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 tentang Polri dinyatakan inkonstitusional. 

    Lebih lanjut, pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi juga merujuk pada Pasal 13 dan Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN terkait jabatan. Apa makna dan dampak Putusan MK 114?

    Anggota Polri hanya dapat mengisi jabatan di luar Kepolisian apabila telah mengundurkan diri atau pensiun dari Polri.

    Apakah dapat disimpulkan bahwa Anggota Polri yang aktif tidak lagi dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian? Tentu tidak demikian.

    Mengapa?

    Kembali pada Permohonan dan Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 yang mempersoalkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan oleh Kapolri” tidak mengubah ketentuan Pasal 28 ayat (3) pada Bagian Penjelasan dimana institusi di luar Kepolisian dimaknai sebagai institusi yang tidak ada sangkut pautnya dengan tugas dan fungsi Kepolisian. Apa saja institusi yang dimaksud?

    Sesat Pikir Prof Jimly dan Prof Mahfud MD, Politisasi Komisi Reformasi Polri, Penyesatan Lewat Konten Viral tentang Rangkap Jabatan

    Pasal 30 UUD 1945 pada Ayat (2), (4) dan (5) tidak mendefinisikan dengan konkret dan detil mengenai cakupan fungsi Keamanan yang dimandatkan kepada Polri sebagai turunan dari 3 cluster utama fungsi Polri, yakni, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), Pelayanan Masyarakat (Yanmas), dan Penegakan Hukum (Gakkum). Definisi lebih detil diatur oleh Pasal 14 UU No. 2/2002 tentang Polri.

    PBHI menegaskan agar Presiden Prabowo memerintahkan Komisi Reformasi Polri berpegang teguh pada Konstitusi UUD 1945, khususnya Pasal 30 ayat (2), (4), dan (5), di mana ada kebutuhan pengaturan lebih konkret dan detil mengenai fungsi Keamanan dan Ketertiban yang diemban Polri itu berkelindan atau ada sangkut pautnya dengan institusi negara apa saja (Kementerian/Lembaga/Badan/Komisi Negara). Tentu dengan pertimbangan kapasitas dan kompetensi Anggota Polri dalam menjalankan mandat fungsional tersebut.

    Putusan MK No. 114 memang tidak menafsirkan secara konstitusional institusi dan jabatan apa yang ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri, melainkan hanya merujuk pada lingkup jabatan di Pasal 13 dan Pasal 18 UU ASN, dan basis serta mekanisme teknisnya yang telah diatur oleh Pasal 19 ayat (3) UU ASN, dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (PP 11/2017).

    Pasal 19 Ayat (2) UU ASN menyatakan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari TNI dan Polri, dengan ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan dan tata cara pengisian akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

    Lalu, Pasal 19 Ayat (3) mengatur pengisian jabatan ASN tertentu oleh prajurit TNI dan anggota Polri pada instansi pusat sesuai dengan ketentuan undang-undang masing-masing.

    Lebih lanjut, Pasal 147 PP 11/2017 menyatakan bahwa Jabatan ASN tertentu di lingkungan Instansi Pusat dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi, tugas pokok, dan fungsi, serta persyaratan yang diatur dalam UU Tentara Nasional Indonesia dan UU Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

    Kemudian, Pasal 148 menegaskan bahwa Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari Prajurit TNI dan Anggota Polri yang berada pada Instansi Pusat dan sesuai dengan undang-undang mengenai TNI dan undang-undang mengenai Polri. Dan terakhir, Pasal 149 menjelaskan Pangkat Prajurit TNI dan pangkat Anggota Polri untuk menduduki Jabatan ASN pada Instansi Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Menteri, yang dimaksudkan adalah persetujuan tentang Penetapan pangkat dari Menteri PANRB.

    Singkatnya, Anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, yakni pada institusi yang ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri tanpa perlu mengundurkan diri atau pensiun dari Polri, dengan persetujuan dari Menteri PANRB terkait kepangkatan. Tanpa ada tafsir dan penyebutan konkret serta detil mengenai institusi apa saja yang dimaksud sebagai “di luar Kepolisian”.

    Pernyataan Prof Jimly dan Prof Mahfud MD yang menyatakan bahwa Putusan MK No. 114 melarang total penembatan jabatan sipil di luar kepolisian oleh Anggota Polri dan harus ada penarikan mundur 4 ribuan Anggota Polri yang berada di institusi selain Polri secara mutatis mutandis, jelas adalah sebuah penyesatan publik. 

    Komisi Reformasi Polri yang seharusnya mencari solusi dan memperbaiki sistem serta struktur Polri yang dianggap sebagai akar masalah, justru menimbulkan masalah sendiri dalam komentarnya, bahkan menjadi sumber masalah dalam agenda reformasi Polri itu sendiri.

    Alur Reformasi Polri: Berpijak pada Fungsi, Beranjak ke Institusi

    Perlunya ada tafsir dan definisi konkret serta detil mengenai institusi di luar Kepolisian yang ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri, adalah PR terbesar dan sangat fundamental untuk diselesaikan. Hegemoni dwifungsi ABRI yang lahir kembali dan menjadi momok dalam perluasan jabatan Anggota TNI di ranah sipil via UU No. 3/2025 tentang Revisi UU TNI, tentu tidak dapat dijadikan rujukan sebagaimana komentar prof. Mahfud MD. 

    Begitu juga ketiadaan konsiderans berupa “Putusan MK No. 114” pada Peraturan Kepolisian (Perpol) No. 10/2025 tidak dapat dijadikan dalil oleh Prof Jimly pada situasi ini.

    Jelas, lambannya Komisi Reformasi Polri dalam bekerja, ditambah komentar sesat dan menyesatkan publik, tidak mendorong langkah konstitusional Presiden Prabowo untuk memperbaiki institusi Polri. 

    Lahirnya Putusan MK No. 114 tanpa tafsir dan penyebutan institusi apa yang dimaksud di luar Kepolisian, harusnya menjadi momentum baik dan besar bagi Komisi Reformasi Polri untuk meminta Presiden Prabowo mengambil langkah konstitusional, mengikuti alur logika berfikir Pasal 30 UUD Negara RI Tahun 1945. 

    Dengan mengundang DPR RI dan MPR RI sertra MK untuk menyusun tafsir konstitusional terkait fungsi Polri dan institusi di luar Polri yang ada sangkut pautnya dengan fungsi tersebut. 

    Tentu dengan mengkonfirmasi Menteri PANRB dalam menentukan kebutuhan kapasitas dan kompetensi apa dari Anggota Polri. Hingga kemudian dapat ditentukan institusi dan jabatan apa yang tepat untuk diatur lebih lanjut oleh UU Polri sebagaimana dimaksud oleh UU ASN dan PP 11/2017.

    Lambannya, Komisi Reformasi Polri dan Presiden Prabowo, serta minimnya inisiatif dari DPR RI meski telah membentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, adn Mahkamah Agung, tentu menjadi satu celah besar dari segi linimasa yang harus direspon oleh Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo, yang menghadapi situasi di mana 4 ribuan anggotanya sedang bertugas di institusi non-Kepolisian.

    Perpol 10/2025: Kapolri Melangkah Cepat, Justifikasi dari Komisi Reformasi yang Bergerak Lambat

    Alur legislasi dalam mentafsirkan secara konkret dan detil mengenai institusi dan jabatan di luar kepolisian yang ada sangkut pautnya dengan Polri seharusnya direspon dengan cepat dan tepat oleh Komisi Reformasi Polri sejak pemeriksaan Perkara No. 114/PUU-XXIII/2025 berlangsung dan seketika sejak diputus MK. 

    Akan tetapi, gelagat untuk bergerak cepat dan tepat itu tidak terlihat, justru muncul wacana politisasi lewat usulan Prof Yusril terkait pembentukan Kementerian Keamanan sebagai institusi baru yang membawahi Polri dan beberapa institusi yang dianggap ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri, sebagai replikasi dari Kementerian Pertahanan yang membawahi TNI. 

    Tanpa menjawab pertanyaan utama: mendefinisikan fungsi dan institusi mana yang ada sangkut pautnya dengan Polri.

    Politisasi dan lambannya kinerja Komisi Reformasi Polri tentu kian tertinggal jauh dari Tim Transformasi Polri yang dinilai masyarakat membawa perubahan positif bagi kinerja Polri. 

    Tetot tetot motor pengawal misalnya, kebijakan dalam merespon Massa Aksi/Demonstrasi, termasuk Perpol 10/2025. Meski dalam hal Perpol 10/2025 perlu disesuaikan dengan alur legislasi berbasis logika konstitusional di Pasal 30 ayat (2), (4) dan (5) UUD Negara RI Tahun 1945.

    Namun, untuk menilai apakah substansi Perpol 10/2025 dengan 17 institusi yang dimaksud sebagai “di luar institusi kepolisian namun masih ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri” melanggar Putusan MK No. 114, atau tidak maka jelas prematur. 

    Mengapa demikian?

    PBHI menegaskan bahwa alur logika konstitusional Pasal 30 Ayat (2), 94), dan (5) UUD Negara RI Tahun 1945 menentukan fungsi kemudian dimandatkan kepada institusi. Fungsi Keamanan yang dimandatkan Polri wajib ditafsirkan secara konkret dan detil pada titik institusi mana dan jabatan apa yang ada sangkut pautnya. 

    Agar dapat didefinisikan institusi mana yang tidak ada sangkut pautnya dengan Kepolisian. Tafsir konkret dan detil ini sepatutnya diatur dalam UU Polri yang kemudian jadi rujukan bagi peraturan teknis di bawahnya termasuk Peraturan Kepolisian dan/atau Peraturan Kapolri. 

    Ketiadaan rujukan ini jelas menjadi patokan bahwa tidak ada dalil untuk menentukan apakah Perpol 10/2025 melanggar Putusan MK No. 114 atau tidak. Meski secara hierarki peraturan perundang-undangan butuh payung hukum di level UU, yakni UU Polri.

    Publik Menuntut Perbaikan Sistem dan Struktur Polri, Butuh Proses Konstitusional dari Presiden dan DPR serta MPR

    PBHI menegaskan, pembentukan komisi reformasi, tim percepatan atau apapun itu, berdasarkan catatan PBHI hanya berujung pada gimmick dan sarat politisasi kepentingan lain. Publik menuntut agar agenda reformasi Polri sebagai kebutuhan konstitusional masyarakat jangan dijadikan komoditas politik dan show off lewat pemberitaan media.

    PBHI menuntut Pemerintah Presiden Prabowo dan DPR RI untuk dorong tafsir konstitusional mengenai fungsi Keamanan pada Pasal 30 ayat (2), (4), dan (5) UUD Negara RI Tahun 1945 dan tuangkan dalam produk legislasi yang cepat dan tepat: UU Polri. 

    Meski tidak ada kata terlambat, namun penting juga untuk segara membubarkan Komisi Reformasi Polri yang terlalu bermasalah karena komentar-komentar sesat.

    Julius Ibrani 
    Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)





    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    Organisasi Sipil Kritis dan Objektif Kawal Perpol 10/2025

    December 19, 2025

    Polri Siap Berikan Rasa Aman dalam Momen Nataru 2025-2026

    December 19, 2025

    Fokus Mobnas, Pemerintah Hentikan Insentif Mobil Listrik Akhir Desember 2025

    December 19, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Greg Nwokolo Peringatkan PSSI soal Calon Pelatih Timnas Indonesia: Jangan Mulai dari Nol Lagi : Okezone Bola

    Program Presiden December 19, 2025

    Greg Nwokolo memberi peringatan kepada PSSI soal pelatih baru Timnas Indonesia (Foto: Okezone/Andika Rachmansyah) …

    Yoane Wissa Ingin Duet dengan Woltemade, Howe Masih Berhitung

    December 19, 2025

    Organisasi Sipil Kritis dan Objektif Kawal Perpol 10/2025

    December 19, 2025

    Antisipasi Lonjakan Pemudik Nataru, Jakarta Siapkan 7 Terminal : Okezone News

    December 19, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Greg Nwokolo Peringatkan PSSI soal Calon Pelatih Timnas Indonesia: Jangan Mulai dari Nol Lagi : Okezone Bola

    December 19, 2025

    Yoane Wissa Ingin Duet dengan Woltemade, Howe Masih Berhitung

    December 19, 2025

    Organisasi Sipil Kritis dan Objektif Kawal Perpol 10/2025

    December 19, 2025

    Antisipasi Lonjakan Pemudik Nataru, Jakarta Siapkan 7 Terminal : Okezone News

    December 19, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.