Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

    December 21, 2025

    Rian Rahmat Juara! Indonesia Borong 4 Gelar di Astana International Challenge 2025 : Okezone Sports

    December 21, 2025

    World Tour Finals 2025: Ratchanok Intanon Mengaku Lelah Lawan Wang Zhiyi

    December 21, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Nasional»Kepalsuan, Kematian Realitas dan Moralitas Nalar

    Kepalsuan, Kematian Realitas dan Moralitas Nalar

    PewartaIDBy PewartaIDDecember 21, 2025No Comments3 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email




    Keberadaan perangkat teknologi dalam genggaman menjadi medium yang mudah untuk mendistribusikan konten manipulasi. Petinggi negeri di berbagai level berupaya menampilkan wajah simpatik, membentuk citra diri untuk tetap menjaga basis elektabilitas. Hal tersebut diperparah dengan Deepfake dan rendahnya literasi publik.


    Kini, kebohongan tersistematis tidak hanya dalam bentuk teks -hoaks, yang dengan sederhana mampu dibantah, tetapi telah menjelma menjadi batas yang kabur sekaligus bercampur antara fakta dan ilusi. Era yang oleh Baudrillard (1981) disebut sebagai hyperreality, membentuk medan simulasi karena keruntuhan realitas.

    Algoritma memainkan peran signifikan, sekaligus dipergunakan dengan licik oleh para influencer dan aktor politik. Gempuran distorsi digital tersebut menyisakan pertanyaan penting, mengenai apa yang mampu menjaga rasionalitas kita di tengah matinya kebenaran di dunia online? Bernalar kritis dan berfilsafat menjadi relevan.



    Terlebih, ketika para pakar justru tenggelam dalam rutinitas yang dinilai akademik, namun terjauhkan dari kepentingan publik. Seperti temuan Tom Nichols (2018), kaum cerdik pandai kerap bersembunyi dari isu bersama, hanya berkutat di urusan teoritik yang minim implikasi sosial.

    Padahal, merujuk Stephens & Davidowitz (2017) kebohongan telah terinternalisasi dan dipergunakan dalam skala luas pada kehidupan publik. Internet memang menjadi jagat raya tanpa verifikasi, dari merebaknya kebohongan.

    Kecanggihan pemalsuan realitas adalah bentuk dari manifestasi simulacra. Bukti dokumentasi tidak lagi menjadi refleksi kejadian, melainkan menciptakan realitasnya sendiri, yang bisa jadi tanpa rujukan keaslian. Tentu saja berbahaya, peneliti etika teknologi Don Fallis (2021) menyebut kemunculan “Dividen Pembohong” -Liar’s Dividend.

    Kemajuan teknologi dalam berbohong menyebabkan publik terpukau, sementara para pelakunya menikmati keuntungan, sekaligus memiliki argumentasi penyangkalan saat terbukti berdusta, dalihnya rekayasa dan konspirasi. Seluruh indera manusia dilumpuhkan, perlu memahami ontologi -hakikat kebenaran agar tidak tersesat dalam jerat bias persepsi.

    Kebenaran Hakiki

    Ketika realitas disiksa untuk membentuk kebenaran duplikat, maka peran falsifikasi Karl Popper (1934) menjadi signifikan, bahwa harus ada uji kebenaran. Dibutuhkan kapasitas literasi yang mampu mengajarkan bahwa “benar”, dan “data” boleh jadi tidak serupa maupun sebangun dengan “fakta”.

    Perangkap kerja algoritma media sosial secara simultan membentuk cara berpikir kita. Pemikir kritis seperti Theodor Adorno (1947) telah memperingatkan tentang “Industri Budaya” yang membentuk manusia menjadi pasif serta mudah terkelabui kesadaran imitasi. Terlihat jelas dari kerangka timeline feeds yang dikonsumsi di lini media sosial.

    Pada mekanisme algoritma, kita sejatinya dikurung dalam “ruang gema” –echo chambers, kondisi tersebut membentuk apa yang oleh Herbert Marcuse (1964) sebut sebagai manusia satu dimensi, yang tertunduk dan tidak memiliki kemampuan menyusun kontradiksi kritis dari arus dominan.

    Situasi ini bersifat merusak, bukan karena keterbatasan informasi, justru disebabkan keberlimpahan kebohongan yang massif. Kebenaran terdistorsi, dan semakin tercemari.

    Tidak mengherankan, polarisasi mudah terjadi karena konten yang terdistribusi memang ditujukan untuk menstimulasi emosi dan tidak menghadirkan rasionalitas.

    Kompas Etika 

    Lantas, apa yang harus dilakukan? Solusinya kembali pada etika, Shannon Vallor (2016) menawarkan konsep “Kebajikan Teknomoral” -Technomoral Virtues. 

    Pondasi dasarnya, dibentuk dengan melatih diri dalam kejujuran. Termasuk memiliki kerendahan hati epistemik untuk mengakui ketidaktahuan, serta memiliki keberanian memverifikasi sebelum membagikan informasi, sebagai kompetensi literasi.

    Era digitalisasi menempatkan data sebagai hal utama, dengan itu keberadaan nalar kritis dan berfilsafat menjadi urgent. Mesin raksasa bekerja melalui dataisme, menempatkan manusia sebagai objek seolah tanpa otonomi. 

    Teknologi modern boleh saja memproses lebih cepat dari manusia, sejatinya hanya manusia yang mampu memahami makna, dan memperjuangkan keadilan. Dengan begitu, konten dilekatkan selaras pada konteks. 

    Kompas etik dengan moralitas nalar mengajarkan peningkatan kapasitas filosofis dalam praktik. Titik skeptikal memuncak dari pertanyaan awal mengenai “benarkah ini?”, atau “nyatakah ini?”, menjadi “adilkah ini?”.

    Tanpa berfilsafat yang disertai nilai etik, kita hanya terhanyut dalam ilusi arus informasi. Kita perlu menggunakan sensitivitas manusiawi dalam menimbang kewarasan di tengah fabrikasi gempuran mesin digital. Jangan lengah!

    Doktoral Ilmu Pendidikan Universitas Indraprasta PGRI





    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

    December 21, 2025

    Jerman Kirim Astronot Berkursi Roda ke Luar Angkasa

    December 21, 2025

    Transaksi Cashless dan Menolak Uang Tunai Mengikis Sisi Kemanusiaan

    December 21, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

    Berita Nasional December 21, 2025

    Kritik tersebut ia sampaikan melalui pernyataan video yang diunggah di akun Instagram pribadinya @dinopattidjalal pada…

    Rian Rahmat Juara! Indonesia Borong 4 Gelar di Astana International Challenge 2025 : Okezone Sports

    December 21, 2025

    World Tour Finals 2025: Ratchanok Intanon Mengaku Lelah Lawan Wang Zhiyi

    December 21, 2025

    Jerman Kirim Astronot Berkursi Roda ke Luar Angkasa

    December 21, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

    December 21, 2025

    Rian Rahmat Juara! Indonesia Borong 4 Gelar di Astana International Challenge 2025 : Okezone Sports

    December 21, 2025

    World Tour Finals 2025: Ratchanok Intanon Mengaku Lelah Lawan Wang Zhiyi

    December 21, 2025

    Jerman Kirim Astronot Berkursi Roda ke Luar Angkasa

    December 21, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.