Perpol tersebut dipersoalkan karena dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 serta membuka ruang bagi anggota Polri aktif menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga negara.
Menurut Jimly, PP yang saat ini sedang disusun akan mengatur secara lebih tegas jabatan di luar kepolisian yang boleh diduduki anggota Polri. Pengaturan itu sekaligus menjadi pembatas agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan pelanggaran prinsip netralitas aparatur negara.
“Tentang PP yang sedang disusun, akan mengatur jabatan-jabatan di luar kepolisian yang dapat diduduki anggota Polri. Intinya, jabatan-jabatan sebagaimana diatur dalam Perpol akan dibatasi jumlahnya serta diatur syarat dan tata caranya sebagaimana pembatasan yang berlaku untuk TNI aktif. Selebihnya harus pensiun dini dari Polri,” ujar Jimly lewat akun X miliknya, Minggu, 21 Desember 2025.
Ia berharap, apabila PP tersebut dapat diterbitkan pada Januari 2026, maka polemik mengenai rangkap jabatan Polri di jabatan sipil dapat diselesaikan secara tuntas dan memiliki dasar hukum yang lebih kuat dibandingkan Perpol yang bersifat internal.
Jimly juga mengungkapkan, saat ini tercatat sekitar 380 anggota Polri yang menduduki jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN). Kondisi tersebut, menurutnya, perlu segera dikoreksi dan dibatasi melalui peraturan yang kedudukannya lebih tinggi.
“Sekarang sudah tercatat 380 anggota Polri yang duduk dalam jabatan ASN. Maka perlu koreksi dan dibatasi dengan peraturan yang lebih tinggi dari Perpol, yaitu dengan PP atas delegasi UU ASN dan atribusi UUD untuk menjalankan UU Polri. Sesudah PP keluar, sebagian besar dari 380 pejabat tersebut harus pensiun dini,” tegas Jimly.
Dengan demikian, Jimly menilai kehadiran PP tidak hanya menjadi solusi hukum, tetapi juga langkah penting untuk menegakkan prinsip reformasi Polri dan kepastian hukum dalam penempatan personel kepolisian di ranah sipil.

