Selama delapan hari penugasan, tim menjadi relawan medis pertama yang menjangkau sejumlah desa terpencil yang sebelumnya belum tersentuh layanan kesehatan.
Penugasan ini merupakan bagian dari Program Pengabdian kepada Masyarakat Tanggap Darurat Bencana Wilayah Aceh dan Sumatera yang dikoordinasikan oleh LPPM Universitas Hasanuddin dengan dukungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Tim Medis Unhas yang berjumlah sembilan orang, terdiri dari dokter spesialis, dokter residen, dan mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran tiba di Aceh Tengah pada 16 Desember 2025.
“Misi ini merupakan wujud tanggung jawab kemanusiaan dan akademik Universitas Hasanuddin melalui program pengabdian kepada masyarakat Tanggap Darurat Bencana Wilayah Aceh dan Sumatera yang dikoordinasikan oleh LPPM Unhas dengan dukungan Kemendiktisaintek untuk hadir langsung di tengah masyarakat yang terdampak bencana, termasuk di wilayah-wilayah yang paling sulit dijangkau,” ucap Ketua Tim Medis Unhas dr. Muhammad Phetrus Johan, M.Kes., Ph.D., Sp.OT(K) dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Selasa malam, 23 Desember 2025.
Ia menyadari bahwa di balik angka dan laporan kerusakan, ada warga yang menahan sakit, anak-anak yang mengalami trauma, dan keluarga yang bertahan dalam keterbatasan.
“Karena itu, fokus kami tidak hanya pada pelayanan medis dasar, tetapi juga pada pemetaan masalah kesehatan pascabencana serta pemberian dukungan psikososial, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan,
Setelah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Aceh Tengah dan Dinas Kesehatan setempat, tim diarahkan untuk menjangkau wilayah kerja Puskesmas Ketapang di Kecamatan Linge, salah satu kawasan terberat terdampak bencana.
Di Desa Jamat dan desa-desa di sekitarnya, tim harus menempuh perjalanan darat hingga tujuh jam melalui jalur rusak dan berlumpur.
Wilayah ini dilaporkan tidak mendapatkan layanan kesehatan selama hampir tiga pekan pascabencana. Warga menghadapi berbagai keluhan kesehatan, mulai dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), hipertensi, gangguan pencernaan, hingga nyeri otot akibat aktivitas berat dan kondisi lingkungan yang buruk. Krisis air bersih turut memperparah situasi kesehatan masyarakat.
Perjalanan yang lebih ekstrem ditemui saat tim menjangkau Desa Reje Payung dan Desa Linge. Kedua desa tersebut terisolasi total, tanpa akses kendaraan bermotor. Untuk mencapai Desa Reje Payung, tim harus menyeberangi sungai berarus deras menggunakan tali dan melewati medan berat. Tim Medis Unhas tercatat sebagai relawan medis pertama yang berhasil masuk ke wilayah tersebut pascabencana.
Tak hanya di Kecamatan Linge, Tim Medis Unhas juga menjangkau Desa Kalasegi dan Bamil Nosar di Kecamatan Bintang, Desa Gunung Suku di Kecamatan Lut Tawar, serta Desa Bergang, Karang Ampar di Kecamatan Ketol.
Di Desa Bergang, tim harus berjalan kaki sejauh enam kilometer melintasi perbukitan terjal dan menyeberangi sungai setinggi enam meter melalui jembatan bambu darurat. Di desa ini, tim membuka enam pos layanan kesehatan dan melayani 144 warga menjadi relawan kesehatan pertama dari luar Aceh yang mencapai wilayah tersebut.
Selain pelayanan medis, tim juga melaksanakan kegiatan trauma healing bagi anak-anak dan kelompok rentan di Desa Rusip, Kecamatan Silih Nara, untuk membantu pemulihan psikososial masyarakat yang masih diliputi trauma akibat bencana.
Jelang akhir penugasan, Tim Medis Unhas menyerahkan bantuan obat-obatan, bahan habis pakai medis, serta alat inovasi pendukung seperti water purifier, perangkat komunikasi, dan sistem internet satelit kepada Dinas Kesehatan Aceh Tengah dan RSUD Datu Beru. Bantuan ini diharapkan dapat memperkuat layanan kesehatan di wilayah terdampak, khususnya di daerah yang masih terisolasi.
Kehadiran Tim Medis Universitas Hasanuddin tidak hanya menghadirkan layanan kesehatan, tetapi juga membawa harapan bagi masyarakat yang selama berminggu-minggu terputus dari akses pelayanan dasar.
“Kami berharap kehadiran tim dapat sedikit meringankan beban masyarakat, sekaligus menjadi bagian dari upaya pemulihan jangka panjang yang berkelanjutan bersama pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan,” pungkas dr. Johan.

