Jakarta dan wilayah penyangganya bukan hanya pusat pemerintahan dan ekonomi, tetapi juga ruang sosial yang sarat dinamika, kepentingan, serta ekspresi publik. Di wilayah inilah relasi antara negara dan rakyat diuji setiap hari.
Karena itu, peringatan Dirgahayu ke-75 Kodam Jayakarta semestinya dimaknai lebih dari sekadar seremoni institusional. Ia layak menjadi momentum refleksi atas jati diri, orientasi pengabdian, dan kualitas hubungan prajurit teritorial dengan masyarakat.
Refleksi ini penting, sebab kekuatan teritorial pada hakikatnya tidak hanya ditentukan oleh struktur komando dan kesiapan fisik, tetapi oleh kepercayaan rakyat yang dibangun melalui kehadiran nyata.
Kodam Jaya sejak awal dilekatkan dengan sesanti “Aneka Daya Tunggal Bhakti”, sebuah prinsip pengabdian yang menuntut pengerahan seluruh potensi hanya untuk satu tujuan, yakni kepentingan bangsa dan rakyat. Dalam konteks teritorial, sesanti ini bermakna kehadiran prajurit yang membumi, dekat dengan warga, memahami denyut kehidupan sosial, serta peka terhadap persoalan masyarakat.
Namun, dalam perjalanan waktu, tantangan internal dan eksternal ikut membentuk wajah pengabdian teritorial. Modernisasi organisasi, tuntutan administrasi, dan kompleksitas tata kelola pemerintahan kerap mendorong pergeseran orientasi kerja.
Di sinilah muncul kesan bahwa sebagian pejabat dan komandan teritorial kini lebih banyak beraktivitas di balik meja ketimbang di tengah masyarakat. Fungsi teritorial yang seharusnya hidup di ruang sosial perlahan tereduksi menjadi rutinitas administratif.
Di wilayah metropolitan seperti Jabodetabek, kondisi tersebut berisiko menciptakan jarak psikologis antara prajurit dan rakyat. Padahal, kehadiran fisik dan emosional prajurit di tengah masyarakat adalah elemen penting dalam menjaga stabilitas sosial.
Prajurit teritorial bukan sekadar pelaksana kebijakan, tetapi juga penjaga kepercayaan publik di tingkat akar rumput. Selain itu, berkembang pula persepsi bahwa sebagian elit teritorial lebih sering terlihat dekat dengan kelompok pengusaha dibandingkan dengan masyarakat luas.
Relasi dengan dunia usaha tentu tidak dapat dihindari dalam konteks pembangunan dan sinergi nasional. Namun, kedekatan yang tidak dikelola secara proporsional berpotensi menimbulkan kesan eksklusivitas dan menjauhkan prajurit dari peran utamanya sebagai pelindung seluruh rakyat Indonesia.
Perlu ditegaskan, kritik ini tidak meniadakan dedikasi banyak prajurit Kodam Jaya di tingkat bawah yang tetap bekerja dengan senyap, membantu masyarakat dalam situasi darurat, serta menjaga harmoni sosial. Akan tetapi, arah kepemimpinan teritorial tetap menjadi penentu utama.
Keteladanan komandan dalam membangun kedekatan dengan rakyat akan menentukan wajah Kodam Jaya secara keseluruhan. Sebagai satuan teritorial di pusat kekuasaan, Kodam Jayakarta memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar.
Kedekatan dengan pusat politik dan ekonomi justru menuntut kehati-hatian agar orientasi pengabdian tidak bergeser. Prajurit teritorial dituntut menjaga jarak yang sehat dari kepentingan pragmatis dan meneguhkan keberpihakan pada kepentingan rakyat sebagai basis pertahanan negara.
Momentum Dirgahayu ke-75 Kodam Jaya seharusnya menjadi titik konsolidasi nilai. Sesanti Aneka Daya Tunggal Bhakti perlu diterjemahkan kembali dalam praktik teritorial yang lebih membumi untuk memperkuat kehadiran lapangan, membuka ruang dialog dengan masyarakat, serta menjadikan empati sosial sebagai bagian dari kepemimpinan militer modern.
Di era demokrasi dan keterbukaan informasi, kepercayaan publik adalah modal strategis pertahanan negara. TNI, termasuk Kodam Jaya akan tetap kuat selama menjaga kekuatan di hati rakyat. Sebaliknya, jarak sosial yang melebar hanya akan melemahkan fungsi teritorial dan mereduksi makna pengabdian.
Dirgahayu ke-75 Kodam Jaya. Usia ini selayaknya menjadi pengingat bahwa kekuatan sejati prajurit tidak semata terletak pada struktur dan kewenangan, melainkan pada kedekatan dengan rakyat, keteladanan moral, dan kesetiaan pada nilai pengabdian yang sejak awal menjadi fondasi TNI.
M. Arwani Deni
Kepala Staf Konas Resimen Mahasiswa Indonesia

