Setelah berminggu-minggu PBNU terasa seperti mesin besar yang berputar dengan dua tuas sekaligus, Minggu 28 Desember 2025, udara organisasi itu mendadak terasa lebih lapang.
Tidak ada palu sidang. Tidak ada daftar kuorum. Tidak ada saling klaim di atas meja. Yang ada hanya silaturahmi, doa, dan pernyataan yang membuat banyak warga NU menarik napas panjang, kepengurusan PBNU kembali ke setelan awal.
Sebagaimana dimuat di tempo.co pada 28 Desember 2025, pertemuan itu berlangsung di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, kediaman Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya hadir langsung. Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul turut mendampingi.
Tidak ada panggung besar, tidak ada dekorasi konflik. Hanya ruang pesantren yang tenang, seolah sengaja dipilih untuk menurunkan tensi yang sempat meninggi.
Gus Yahya menyebut pertemuan itu sebagai tindak lanjut dari islah para kiai sepuh di Lirboyo, 25 Desember 2025. Bukan forum adu argumentasi, melainkan silaturahmi untuk menguatkan kembali ikatan batin antarpengurus. Ada doa bersama, ada selawat, ada bahasa persahabatan yang selama ini tertutup oleh hiruk-pikuk konflik.
“Silaturahmi ini adalah momentum untuk mengukuhkan apa yang telah disepakati di Lirboyo,” ujar Gus Yahya.
Kalimatnya sederhana, tapi efeknya terasa luas. Ia menegaskan bahwa struktur PBNU kini kembali seperti sebelum konflik internal mencuat. Tidak ada lagi istilah kubu Kramat atau kubu Sultan. Tidak ada lagi dua matahari di langit PBNU.
Dengan nada tenang, Gus Yahya menyatakan, dirinya kembali menjalankan tugas sebagai Ketua Umum PBNU, dengan Gus Ipul sebagai Sekretaris Jenderal.
“Kembali bersama seperti semula,” katanya. Sebuah frasa yang bagi banyak warga NU terdengar seperti penutup bab yang melelahkan.
Gus Yahya juga menegaskan, kepengurusan PBNU hasil Muktamar Lampung 2022 akan berjalan sampai akhir masa khidmat. Ini sesuai mandat para Mustasyar dan kiai sepuh di Lirboyo.
Tidak ada skenario transisi, tidak ada kepengurusan sementara, tidak ada perpanjangan drama. Organisasi diminta kembali berjalan di rel awal, menuntaskan amanah yang sudah diberikan.
Karena itu, konflik internal yang sempat membuat PBNU tampak seperti panggung dengan dua sutradara kini dinyatakan selesai.
“Maka semua hal yang kemarin menjadi persoalan kami anggap sudah lewat,” kata Gus Yahya.
Pernyataan ini bukan sekadar klaim kemenangan, melainkan ajakan untuk menutup lembaran yang sudah terlalu lama terbuka.
Bagi publik, pertemuan Surabaya ini terasa seperti adegan penenang setelah konflik panjang.
Bukan karena semua pasal telah dibahas tuntas, melainkan karena arah akhirnya menjadi jelas. PBNU memilih kembali ke titik awal, ke struktur yang dikenal, ke kepengurusan yang sudah berjalan, sambil menunggu Muktamar sebagai forum evaluasi tertinggi, bukan arena pertarungan lanjutan.
Akhirnya, setelah drama legitimasi, dualisme, dan saling tafsir, PBNU kembali ke setelan awal. Mesin organisasi dinyalakan ulang. Suaranya tak lagi meraung, melainkan berdengung stabil.
Bagi umat yang sejak awal hanya berharap NU tetap utuh, ini kabar yang menghadirkan rasa lega: organisasi besar ini memilih merapatkan barisan, bukan memperpanjang cerita.
“Semoga setelah ini, tidak ada lagi pleno di Hotel Sultan, bang. Semua kembali sidang di Kramat. Mudah-mudahan saja.”
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

