Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Bobby Ungkap Sebaran 648 Hunian Tetap Buat Korban Banjir Longsor Sumut

    December 30, 2025

    Clean Sheet Lawan Verona, AC Milan Temukan Soliditas di Lini Pertahanan

    December 30, 2025

    Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

    December 30, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Nasional»Penguatan Perlindungan Hak Tersangka melalui Kewajiban CCTV

    Penguatan Perlindungan Hak Tersangka melalui Kewajiban CCTV

    PewartaIDBy PewartaIDDecember 30, 2025No Comments8 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email




    Berdasarkan metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual dan perbandingan hukum, analisis menunjukkan bahwa kewajiban CCTV berfungsi sebagai alat bukti elektronik objektif yang dapat mencegah intimidasi, kekerasan, dan praktik diskriminatif, sekaligus mengubah relasi kuasa antara aparat dan warga negara. Sementara itu, kehadiran advokat sejak dini berperan sebagai kontrol eksternal yang aktif dan langsung. Implementasi yang konsisten dari kedua ketentuan ini, yang didukung oleh sanksi pidana bagi pelanggar, diyakini dapat menggeser paradigma penyidikan dari yang bersifat represif dan tertutup menuju proses yang lebih adil dan terbuka, sehingga pada akhirnya memperkuat perlindungan hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana Indonesia.


    Pembentukan KUHAP yang baru pada tahun 2025 tidak dapat dilepaskan dari konteks kritik mendalam terhadap implementasi KUHAP Nomor 8 Tahun 1981 selama lebih dari empat dekade. Praktik di lapangan kerap mengungkap celah antara norma prosedural yang ideal dengan realitas penyelenggaraan proses hukum, khususnya pada tahap penyelidikan dan penyidikan yang bersifat tertutup. Tahap praperadilan ini, sebagaimana diakui oleh berbagai pemangku kepentingan termasuk Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dalam forum Rule of Law Series 2025 Vol. 3 pada Senin, 15 Desember 2025, telah lama menjadi “ruang gelap” yang rawan terhadap berbagai bentuk pelanggaran prosedural dan substansial. 

    Ruang gelap tersebut dimaknai sebagai ketiadaan alat bukti objektif dan pengawasan eksternal yang memadai, sehingga memunculkan fenomena “bantah-membantah” antara aparat penegak hukum dengan tersangka atau keluarganya terkait dugaan intimidasi psikologis, tekanan verbal, hingga kekerasan fisik selama proses pemeriksaan berlangsung. Dinamika kuasa yang timpang, dimana aparat memiliki kewenangan koersif yang luas sementara warga negara yang berhadapan dengan hukum berada dalam posisi rentan, menciptakan kondisi yang subur bagi abuse of power atau penyalahgunaan wewenang. 



    Oleh karena itu, pembaruan KUHAP 2025 ditujukan untuk melakukan koreksi struktural dengan mengintrodusir mekanisme yang mampu menerangi “ruang gelap” tersebut, menciptakan akuntabilitas, dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar tersangka atau terdakwa sebagai subjek hukum, sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan instrumen hak asasi manusia internasional yang telah diratifikasi Indonesia.

    Kerentanan Sistemik dalam Proses Pemeriksaan Tertutup

    Problem mendasar dari rezim KUHAP 1981 terletak pada desain sistem pemeriksaan yang terlalu mengandalkan integritas subjektif aparat tanpa dibarengi dengan instrumen verifikasi objektif yang memadai. Ketidakwajiban pemasangan alat perekam elektronik seperti CCTV di ruang pemeriksaan menyebabkan seluruh interaksi di dalamnya hanya dapat dibuktikan melalui keterangan para pihak yang terlibat, yakni berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik dan keterangan tersangka atau saksi. 

    Dalam situasi asimetris seperti ini, BAP seringkali menjadi bukti dominan yang diterima pengadilan, sementara sanggahan tersangka atas cara pemeriksaan dianggap kurang memiliki kekuatan pembuktian. Dampaknya, praktik-praktik seperti penggebrakan meja, ancaman, teror psikis, hingga pemaksaan pengakuan, sebagaimana kerap dikeluhkan masyarakat dan diungkap oleh Habiburokhman, menjadi sangat sulit untuk dibuktikan secara hukum, sehingga jarang berujung pada pertanggungjawaban aparat yang bersangkutan. Sanksi yang diberikan, jika ada, umumnya bersifat administratif atau etik internal lembaga yang dinilai belum memberikan efek jera. 

    Di sisi lain, keterbatasan peran advokat pada era KUHAP 1981, yang hanya diizinkan mendampingi klien setelah tahap penyidikan dimulai atau bahkan setelah penahanan, semakin mengukuhkan isolasi tersangka. Ketiadaan pendamping hukum yang kompeten pada momen-momen kritis awal pemeriksaan, ketika tekanan psikologis tersangka berada pada titik tertinggi, membuat mereka tidak memiliki pemahaman utuh atas hak-haknya dan tidak memiliki penasihat untuk menolak pertanyaan yang bersifat menjerat atau melawan tindakan penyidik yang melampaui kewenangan. Dua kelemahan sistemik ini, yaitu absennya alat bukti rekaman dan terbatasnya akses kepada penasihat hukum, telah menyebabkan ketidakseimbangan (inequality of arms) yang parah dalam proses peradilan pidana, menggerus prinsip peradilan yang jujur (fair trial) dan berpotensi menghasilkan putusan yang didasarkan pada keterangan yang diperoleh secara tidak sah.

    Konvergensi CCTV dan Peran Advokat dalam KUHAP 2025

    KUHAP 2025 merespons problematika di atas melalui pendekatan dua poros (twin-pillar approach) yang saling memperkuat. Poros pertama adalah kewajiban formal dan operasional pemasangan kamera pengawas atau CCTV di setiap ruang yang digunakan untuk pemeriksaan tindak pidana. Ketentuan ini, seperti ditegaskan dalam Pasal terkait, bersifat imperatif; kamera harus “menyala” selama proses berlangsung dan rekamannya dapat diakses untuk kepentingan pembelaan di persidangan. 

    Secara hukum, rekaman CCTV ini memiliki kedudukan sebagai alat bukti elektronik sesuai dengan perkembangan hukum pembuktian, yang dapat digunakan untuk menguji keabsahan dan kredibilitas BAP, mengungkap adanya pelanggaran prosedur, atau membuktikan terjadinya tindak pidana penyiksaan oleh aparat. Keberadaan CCTV mentransformasi ruang pemeriksaan dari domain privat aparat menjadi ruang publik yang terekam, sehingga menciptakan disiplin prosedural (procedural discipline) dan mengubah relasi kuasa. Aparat menyadari bahwa setiap gerak-geriknya terekam dan dapat dijadikan bahan pemeriksaan di persidangan, sementara tersangka memperoleh jaminan bahwa akan ada bukti objektif jika terjadi pelanggaran. 

    Poros kedua adalah perluasan mandat dan ruang lingkup peran advokat. KUHAP 2025 secara eksplisit mengakui hak tersangka untuk didampingi advokat sejak saat pertama kali berhubungan dengan aparat penegak hukum, termasuk pada tahap penyelidikan. Peran advokat tidak lagi pasif, tetapi aktif dalam membela kepentingan hukum kliennya selama pemeriksaan, seperti mengingatkan hak untuk diam, memastikan pertanyaan relevan dan tidak menjerat, serta mengawasi kondisi fisik dan psikologis klien.

    Sinergi dan Mekanisme Aksi Pencegahan Penyalahgunaan Wewenang

    Konvergensi antara kewajiban CCTV dan kehadiran advokat menciptakan sebuah mekanisme pencegahan (preventive mechanism) yang bersifat sinergis dan multi-layer. Dalam skema baru ini, CCTV berfungsi sebagai “mata” yang objektif dan permanen, sementara advokat berperan sebagai “otak” pembelaan yang aktif dan langsung di tempat. Advokat hadir tidak hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai pihak yang dapat secara real-time melakukan intervensi hukum jika melihat penyimpangan, dengan didukung oleh pengetahuan bahwa seluruh intervensinya terekam oleh CCTV. Sebaliknya, rekaman CCTV dapat menjadi alat verifikasi independen terhadap laporan atau kesaksian advokat maupun klien mengenai kejadian di ruang pemeriksaan. 

    Sinergi ini secara signifikan mempersempit ruang bagi aparat untuk melakukan tindakan sewenang-wenang, karena setiap pelanggaran berpotensi memiliki dua saksi sekaligus: bukti elektronik dan keterangan seorang ahli hukum. Habiburokhman menegaskan bahwa dalam kondisi demikian, “aparat juga akan berpikir seribu kali untuk melakukan pelanggaran”. Lebih lanjut, KUHAP 2025 tidak berhenti pada aspek pencegahan, tetapi juga memperkuat aspek penindakan (repressive measure). 

    Regulasi baru ini membuka ruang yang lebih jelas untuk penuntutan pidana terhadap penyidik yang terbukti menyalahgunakan kewenangannya, melampaui sanksi administratif yang selama ini dominan. Ancaman sanksi pidana ini menciptakan deterrent effect atau efek jera yang lebih nyata, karena berimplikasi langsung pada status hukum dan kebebasan personal aparat. 

    Bahkan, ketentuan ini diharapkan dapat menjadi penangkal terhadap perintah atasan yang melanggar hukum, karena pelaksana di lapangan akan mempertimbangkan risiko pidana yang akan mereka tanggung sendiri. Dengan demikian, mekanisme aksi yang dibangun bersifat komprehensif, mencakup pencegahan melalui pengawasan (CCTV dan advokat), dan penindakan melalui sanksi pidana yang lebih tegas.

    Tantangan Implementasi dan Langkah Ke Depan

    Efektivitas dari kedua inovasi normatif tersebut sangat bergantung pada implementasi teknis dan komitmen kelembagaan yang konsisten. Tanpa hal itu, kewajiban CCTV berisiko hanya menjadi formalitas belaka. Setidaknya terdapat tiga tantangan implementasi utama yang perlu diantisipasi. Pertama, aspek teknis dan standarisasi: perlu diatur secara rinci dalam peraturan pelaksanaan mengenai spesifikasi teknis kamera (resolusi, sudut pengambilan gambar, penyimpanan audio), durasi penyimpanan data, mekanisme pengamanan data dari manipulasi atau penghapusan, serta protokol akses terhadap rekaman oleh pihak pembela, penuntut umum, dan pengadilan. 

    Kedua, aspek pembiayaan: pemasangan dan pemeliharaan sistem CCTV yang memadai di seluruh ruang pemeriksaan di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan KPK di seluruh Indonesia memerlukan alokasi anggaran yang tidak kecil, yang harus dijamin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan anggaran daerah. 

    Ketiga, aspek budaya dan resistensi: perubahan ini akan menggeser budaya kerja yang terbiasa dengan otonomi tinggi dalam ruang pemeriksaan, sehingga diperlukan sosialisasi intensif dan pembinaan bagi aparat agar memahami bahwa pengawasan ini justru melindungi mereka dari tuduhan semena-mena. Di sisi peran advokat, diperlukan kesiapan dari organisasi advokat dan bantuan hukum untuk menyediakan pendampingan yang cepat dan berkualitas sejak dini, termasuk melalui skema pro bono untuk masyarakat tidak mampu. 

    Pengawasan oleh Komisi Ombudsman, Komnas HAM, dan lembaga pengawas internal juga harus ditingkatkan untuk memastikan kepatuhan. Ke depan, jika diimplementasikan dengan baik, kombinasi ini berpotensi mengubah landskap peradilan pidana Indonesia menuju sistem yang lebih transparan dan adil, dimana hukum tidak lagi menjadi alat represif, tetapi benar-benar sebagai sarana pencarian keadilan substantif.

    Penutup dan Rekomendasi Kebijakan

    Kewajiban penggunaan CCTV dan penguatan peran advokat sejak tahap awal dalam KUHAP 2025 merepresentasikan terobosan konseptual yang progresif dalam hukum acara pidana Indonesia. Dua kebijakan ini bukanlah instrumen yang berdiri sendiri, melainkan sebuah paket reformasi yang saling terkait dan saling menguatkan untuk mengatasi masalah kronis penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di tahap praperadilan. Dengan mendorong transparansi melalui bukti elektronik dan menyertakan kontrol profesional melalui kehadiran advokat, KUHAP 2025 berusaha menciptakan keseimbangan baru dalam hubungan antara negara dan warga negara dalam proses pidana. Namun, nilai normatif yang tinggi tersebut harus segera diikuti dengan langkah-langkah konkret agar tidak hanya menjadi simbol belaka. 

    Oleh karena itu, beberapa rekomendasi kebijakan perlu segera diwujudkan. Pertama, Pemerintah dan DPR harus segera menyusun dan menetapkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Kepala Kepolisian/Kejaksaan yang detail mengenai standar teknis, tata kelola, dan pengawasan sistem CCTV di ruang pemeriksaan. Kedua, Kementerian Hukum dan HAM serta organisasi advokat seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI) perlu mengembangkan modul pelatihan bersama bagi advokat mengenai teknik pendampingan efektif di tahap penyelidikan/penyidikan serta pemanfaatan bukti rekaman CCTV. 

    Ketiga, lembaga penegak hukum harus mengintegrasikan kepatuhan terhadap ketentuan baru ini dalam sistem pengawasan internal dan penilaian kinerja aparat. Keempat, pendidikan dan pelatihan bagi calon penyidik dan penyidik yang sedang menjabat harus menekankan pentingnya profesionalisme dan etika dalam lingkungan kerja yang transparan. Dengan langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan semangat pembaruan dalam KUHAP 2025 dapat diwujudkan secara nyata, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses peradilan pidana yang lebih adil, objektif, dan menghormati martabat manusia.

    Laksamana Muda TNI (Purn) Adv. Dr. Surya Wiranto, SH MH
    Pengacara, Kurator, dan Mediator pada Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan berpraktek Advokat di firma hukum Legal Jangkar Indonesia (Legalindo). Aktif sebagai Dosen Keamanan Maritim dan Hukum Laut Internasional pada Program Pascasarjana Universitas Pertahanan Indonesia. Jabatan lain sebagai Ketua Departemen Kejuangan PEPABRI, Anggota FOKO, Sekretaris Jenderal IKAL Strategic Centre (ISC), Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Maritim Indonesia (IIMS), dan Penasihat Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI), serta Anggota Senior Advisory Group IKAHAN Indonesia-Australia.
     
     





    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

    December 30, 2025

    Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

    December 30, 2025

    Lewat Industrialisasi Berbasis Pasar Nasional

    December 30, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Bobby Ungkap Sebaran 648 Hunian Tetap Buat Korban Banjir Longsor Sumut

    Berita Teknologi December 30, 2025

    Medan, CNN Indonesia — Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution mengatakan 648 unit hunian tetap (Huntap)…

    Clean Sheet Lawan Verona, AC Milan Temukan Soliditas di Lini Pertahanan

    December 30, 2025

    Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

    December 30, 2025

    Upaya Persija Jakarta Juara Super League 2025-2026 Kian Berat, Jordi Amat Bilang Begini : Okezone Bola

    December 30, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Bobby Ungkap Sebaran 648 Hunian Tetap Buat Korban Banjir Longsor Sumut

    December 30, 2025

    Clean Sheet Lawan Verona, AC Milan Temukan Soliditas di Lini Pertahanan

    December 30, 2025

    Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

    December 30, 2025

    Upaya Persija Jakarta Juara Super League 2025-2026 Kian Berat, Jordi Amat Bilang Begini : Okezone Bola

    December 30, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.