Jakarta

    Jaksa menghadirkan wanita bernama Theresia Meila Yunita sebagai saksi kasus korupsi dugaan investasi fiktif. Jaksa membongkar isi chat antara Theresia dengan eks Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih atau ANS Kosasih.

    Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025). Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.

    “Saya memperlihatkan chat tanggal 11 bulan 6 tahun 2020. Ini saya mohon maaf sebelumnya kalau ada kata-kata yang sifatnya pribadi, namun ini untuk pembuktian. Di sini ada chat, ‘Aduh sorry sayang kalau perlunya pagi banget, ambil saja dari kantong hijau atau besok pagi aku ganti yang lebih bagus uangnya ya, sorry’. Masih ingat chat ini antara Saudara dengan Antonius?” tanya jaksa.


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    “Tidak ingat,” jawab Theresia.

    Jaksa meminta Theresia mengingat lagi chat tersebut. Jaksa menerangkan chat itu menunjukkan permintaan uang cash oleh Theresia ke Kosasih.

    “Kalau di sini terlihat bahwa saudara awalnya minta cash, kemudian diminta untuk ambil dari kantong hijau. Coba saudara ingat lagi,” pinta jaksa.

    “Ada nggak di rumah saudara yang saudara Antonius simpan atau titipkan kepada saudara untuk bisa dipergunakan sewaktu-waktu?” tanya jaksa.

    “Tidak ada,” jawab Theresia.

    “Tidak ada, baik. Karena di sini bacaannya begini, dari kantong hijau,” ujar jaksa.

    “Biasanya kalau hal-hal yang berhubungan dengan cash, mintanya pasti cuma buat sepele sih,” timpal Theresia.

    Theresia mengaku tidak ingat kantong hijau yang dimaksud dalam percakapan tersebut. Jaksa lalu membacakan lagi chat Theresia dan Kosasih terkait uang Rp 10 juta untuk pengurusan pajak mobil.

    “Tapi nggak ada kantong ijo, saya lupa itu kantong ijo apa, mungkin biasanya kantong ijo yang dibawa Pak Stev (Kosasih),” ujar Theresia.

    “Di tanggal 15 bulan 6 tahun 2020. Mohon maaf. ‘My love’, kata Pak Stev, ‘Nanti aku minta tolong kamu minta amplop coklat, terus uang dari rumah kasih Maman. Rp 10 juta masukin amplop itu ya, buat urus perpanjangan pajak mobilku’. Ini maksudnya apa?” tanya jaksa.

    “Mobilnya Pak Stev,” jawab Theresia.

    “Oke. Berhubungan dengan amplop coklatnya?” tanya jaksa.

    “Oh saya sedang ada di bank, saya beritahu beliau bahwa saya sedang ada di Bank, terus dia bilang untuk minta amplop coklat, gitu aja sih,” jawab Theresia.

    “Oh gitu. Tidak ada diminta untuk menarik, kemudian ini Rp 10 juta masukin amplop, maksudnya apa?” tanya jaksa.

    “Ya, seingat saya, maaf, saya nggak ingat sih peristiwa ini, cuman biasanya kalau hal-hal seperti itu, ya memang berarti saat itu Pak Stev datang ke rumah, ada bawa uang, dan saya disuruh ambil dari uang itu gitu,” jawab Theresia.

    Jaksa membacakan lagi chat Theresia dan Kosasih terkait setor uang tunai. Namun, Theresia mengaku lupa maksud chat tersebut.

    “Kemudian di chat nomor, di tanggal 14. Oke. Di tanggal 14 bulan 6 (tahun) 2020, ada chat juga, ‘Sayangku jangan lupa setor uang tunai. Hati-hati banyak, bawa duit banyak. Aku sama sekali enggak sayang duitnya, tapi sayang banget kamunya. Please take care love’. Ini maksudnya apa lagi nih bu?” tanya jaksa.

    “Saya lupa Pak,” jawab Theresia.

    “Lupa. Ada Ibu diminta untuk setor uang?” tanya jaksa.

    “Tapi biasanya kalau yang saya setor itu urusannya saya,” jawab Theresia.

    “Maksudnya?” timpal jaksa.

    “Maksudnya, misalnya uang apa, uang bayar apartemen gitu atau maksudnya kebutuhan sehari-hari,” jawab Theresia.

    “Oke, berarti kan ada juga uang yang diserahkan ke Ibu atau disimpan di rumah Ibu ada nggak?” tanya jaksa.

    “Nggak ada,” jawab Theresia.

    Theresia membantah pengiriman uang Rp 130 juta dari Kosasih. Dia mengaku saat itu belum berpacaran dengan Kosasih.

    “Ini tulisannya dikirim oleh Pak Stev?” tanya jaksa.

    “Di tanggal tersebut saya belum pacaran dengan Pak Stev,” jawab Theresia.

    “Belum pacaran tapi Rp130.000.000 ini Ibu,” ujar jaksa heran.

    “Ya itu mungkin hanya ditulis saja tapi tidak ada kenyataannya,” jawab Theresia.

    “Ditulis saja uangnya nggak ada?” tanya jaksa.

    “Nggak ada,” jawab Theresia.

    Jaksa juga membacakan chat Theresia dan Kosasih soal properti. Theresia mengatakan saat itu Kosasih menanyakan titik lokasi tanah yang disukainya.

    “Oke, baik. Kemudian di bulan 9. Di bulan, tanggal 9 bulan 6 2020. Tadi saudara menjelaskan bahwa pembelian tanah di Jelupang ya? Di Jelupang itu bukan dari saudara permintaannya?” tanya jaksa.

    “Bukan,” jawab Theresia.

    “Baik. Masih mau baca, cuma romantis sekali. ‘Ya, ya sudah iya dengan izin mas aku isi titik-titiknya. Kalau jadi mas, aku bukan mas loh dan aku punya uangnya maka kalau aku sih bakalan beli tanah itu karena memang dari awal aku lihat suka.’ Ini tanah yang mana?” tanya jaksa.

    “Nggak, dia bertanya ada beberapa opsi saat dia menanyakan ada properti di sekitar rumah saya. Terus dia suruh kayak kalau kamu sukanya yang mana? Nah dari opsi-opsi itu. Karena pilihannya beberapa saya ikut melihat beberapa propertinya yang kita datangin. Ya kalau saya sebagai misalnya saya yang punya uang saya akan beli tanah itu,” ujar Theresia.

    Sebelumnya, Kosasih didakwa merugikan negara Rp 1 triliun dalam kasus dugaan investasi fiktif. Jaksa meyakini Kosasih turut menikmati hasil korupsi dalam kasus ini.

    Selain Kosasih, jaksa KPK membacakan surat dakwaan untuk terdakwa lainnya, Ekiawan.

    “Bahwa perbuatan melawan hukum Terdakwa bersama-sama Ekiawan Heri Primaryanto telah mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Taspen sebesar Rp 1 triliun atau setidak-tidaknya jumlah tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.

    Jaksa mengatakan Kosasih melakukan investasi pada reksa dana I-Next G2 dari portofolio PT Taspen tanpa didukung hasil analisis investasi. Perbuatan ini dilakukan Kosasih bersama Ekiawan.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, yaitu melakukan investasi pada reksa dana I-Next G2 untuk mengeluarkan Sukuk Ijarah TPS Food 2 tahun 2016, selanjutnya disebut Sukuk SIA-ISA 02, yang default dari portofolio PT Taspen (Persero) tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi,” kata jaksa.

    Jaksa mengatakan Kosasih juga menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi reksa dana I-Next G2 tersebut. Jaksa mengatakan pengelolaan investasi itu dilakukan secara tidak profesional.

    “Merevisi dan menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen dengan mengatur mekanisme konversi aset investasi untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi reksa dana I-Next G2 bersama-sama dengan Ekiawan Heri Primaryanto yang melakukan pengelolaan investasi reksa dana I-Next G2 secara tidak profesional,” ujar jaksa.

    Jaksa mengatakan perbuatan ini turut memperkaya Kosasih senilai Rp 28.455.791.623. Kemudian, USD 127.037, SGD 283 ribu, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound sterling, 128 ribu yen, HKD 500 dan 1.262.000 won Korea.

    Jaksa mengatakan perbuatan ini juga memperkaya Ekiawan sebesar USD 242.390 dan Patar Sitanggang sebesar Rp 200 juta. Selain itu, sejumlah korporasi ikut diperkaya dalam kasus ini.

    “Memperkaya korporasi, yaitu memperkaya PT IMM sebesar Rp 44.207.902.471. Memperkaya PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp 2.465.488.054. Memperkaya PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp 108 juta. Memperkaya PT Sinar Emas Sekuritas sebesar Rp 40 juta. Memperkaya PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) sebesar Rp 150 miliar,” ujar jaksa.

    Kosasih dan Ekiawan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    (mib/idn)



    Source link

    Share.