Kasus Kekerasan Anak Masih Tinggi, Ini Fakta dan Dampak yang Perlu Diwaspadai (Foto: Freepik)
KEKERASAN terhadap anak kembali menjadi perhatian serius di Indonesia. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) yang dikelola Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), tercatat sebanyak 28.831 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2024, terhitung sejak Januari hingga Desember.
Data tersebut menunjukkan bahwa anak perempuan menjadi korban paling banyak, yaitu sebanyak 24.999 kasus, sementara anak laki-laki mengalami 6.228 kasus kekerasan. Bentuk kekerasan yang dilaporkan mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, perdagangan orang (trafficking), hingga penelantaran.
SIMFONI-PPA merupakan sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik warga negara Indonesia maupun asing, yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia.
Berbagai Bentuk Kekerasan terhadap Anak
Mengutip laman resmi Cleveland Clinic, Rabu (23/7/2025), kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk tindakan yang menyebabkan anak mengalami luka, trauma, atau penelantaran. Abuser atau pelaku kekerasan sering kali adalah orang terdekat korban seperti orang tua, anggota keluarga, pengasuh, guru, hingga teman sebaya.
Beberapa bentuk kekerasan yang diidentifikasi antara lain:
– Kekerasan fisik: Pemukulan, tendangan, pembakaran, atau tidak diberi makan/minum.
– Kekerasan emosional: Umpatan, hinaan, ancaman, hingga pengabaian emosional.
– Kekerasan seksual: Pelecehan, pemerkosaan, eksploitasi seksual, hingga paparan materi pornografi.
– Penelantaran: Tidak memberikan makanan, pendidikan, tempat tinggal, atau perhatian medis.
– Kekerasan medis: Membuat anak sakit secara sengaja atau tidak mengobati penyakit anak.
Bahkan, spanking atau memukul anak sebagai bentuk hukuman pun kini diperdebatkan secara hukum. Jika menyebabkan luka seperti memar atau pembengkakan, maka tindakan tersebut termasuk kekerasan dan dapat dikenakan sanksi pidana.