Partai Demokrat genap berusia 24 tahun mengarungi politik dan pemerintah di Indonesia. Presiden RI ke-6 sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan laut Indonesia tak selalu tenang ke depan.
Perayaan HUT ke-24 Partai Demokrat digelar sederhana di DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/9). Dalam perayaan tersebut, SBY melukis sebuah kapal di tengah lautan yang dia beri nama ‘Only The Strong’.
“Strong untuk menghadapi dan melawan tantangan, ancaman, gangguan baik kepada orang, parpol dan negara. Setuju?” ujar SBY menceritakan makna lukisan kapal di tengah lautan karyanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Setuju,” sahut para kader Partai Demokrat.
SBY mengatakan untuk menjadi strong dibutuhkan tiga hal, yakni courage, togetherness, dan leadership. SBY mengajak semua kader Partai Demokrat menjadi strong dan tak takut menghadapi tantangan serta ancaman.
“So, mari kita menjadi the strong dan ketika menghadap tantangan jangan takut, jangan gamang, jangan menyerah, dengan keberanian, kebersamaan, dan kepemimpinan, Insyaallah akan berhasil,” ujarnya.
SBY menyumbangkan lukisan itu untuk dipasang di DPP Partai Demokrat. SBY berharap lukisan itu menjadi pengingat untuk terus menjadi kuat menghadapi berbagai ancaman dan tantangan dengan penuh keberanian.
“Karena ada yang ulang tahun, Partai Demokrat, saya ingin menyumbangkan lukisan ini untuk dipasang di kantor Jalan Proklamasi ini, mengingatkan kita semua agar menjadi orang yang strong, dan never give up, jangan takut, jangan gamang, manakala kita menghadapi ancaman yang berat dan serius. Kalau kita berani, kita bersama-sama, kita bersatu, dan dengan kepemimpinan yang bagus,” ujarnya.
‘Laut Tidak Selalu Tenang bagi Indonesia’
SBY bercerita Partai Demokrat pernah menghadapi tantangan yang serius beberapa tahun yang lalu. Tantangan itu, cerita SBY, bisa dipatahkan karena kekompakan dan kebersamaan kader Demokrat.
“Sebenarnya, beberapa tahun yang lalu, kita juga menghadapi tantangan ini. Tanpa saya sebut tantangan itu apa, cukup serius. Tetapi, because we have courage, we work together, dan kita punya pemimpin dengan kepemimpinan yang berani dan efektif, maka tantangan itu, ancaman dan tantangan itu, bisa kita patahkan,” ujarnya.
SBY melukis kapal dengan nama ‘Only The Strong’ di DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/9/2025). SBY menyumbangkan lukisan ‘Only The Strong’ dalam rangka HUT ke-24 DPP Demokrat. (Mulia Budi/detikcom)
|
SBY lantas menyebut ke depannya laut tidak selalu tenang untuk Indonesia, melainkan juga akan datang badai. Menurut purnawirawan jenderal TNI AD itu, siapa pun pemimpinnya, harus siap menghadapi tantangan dan badai tersebut.
“Ke depan, laut tidak selalu tenang bagi bangsa Indonesia, bukan bulan purnama, mungkin datang topan badai. Oleh karena itu, siapa pun pemimpin negara, pemimpin bangsa, pemimpin pemerintahan, pemimpin partai politik, siapa pun must be ready to face a great challenge of the future. Agar kita sukses dan menang. Menang terhormat, menang benar, menang mulia,” ujarnya.
Tepat dengan perayaan HUT Demokrat, SBY juga merayakan hari ulang tahun yang ke-76 tahun. SBY bersama Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) beserta jajaran partai melakukan potong tumpeng seusai penyerahan lukisan tersebut.
Cerita Kutukan
Dalam perayaan HUT Demokrat, SBY juga berbicara tentang kutukan seorang pelukis. SBY mengatakan kutukan itu merupakan rasa yang dimiliki seorang seniman yang selalu tidak puas dan terus berusaha menyempurnakan lukisannya.
“Apa yang disebut mengapa pelukis mendapatkan kutukan? Begini. Kalau saya melukis, rasanya ingin terus disempurnakan. Saya ingin memiliki karya seni yang sempurna, perfect, padahal dalam dunia seni there is no perfection. Tidak pernah merasa puas,” kata SBY.
“Apa yang terjadi tanpa disadari pelukis itu namanya overwork, berlebihan dalam melukis karena rasanya belum bagus, masih kurang, masih kurang ini, kurang itu, saya akan sempurnakan terus. Itu kutukan, karena tersiksa, merasa belum bagus, belum puas,” tambahnya.
Lebih lanjut, SBY mengatakan melukis harus disudahi saat pesan lukisan itu sudah terhubung ke penonton. “Oleh karena itu, teorinya kadang-kadang tidak mudah bagi saya tergoda juga untuk melanjutkan. Kalau sudah oke, message-nya sampai, apa yang ada dalam hati dan pikiran seniman sudah get across, sudah sampai kepada yang menonton, that’s it. Let it go, sudah tinggalkan, melukis yang baru,” ujarnya.
Halaman 2 dari 3
(rfs/fas)