Jakarta

Kementerian Agama (Kemenag) buka suara terkait surat atau nota diplomatik dari Duta Besar Arab Saudi di Jakarta yang berisi catatan penyelenggaraan haji 2025. Kemenag menyebut surat itu berisi persoalan yang terjadi selama pelaksanaan haji dan telah ditangani.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief mengatakan nota diplomatik itu terbit pada 16 Juni 2025 dan merupakan catatan tertutup yang hanya ditujukan ke Menteri Agama, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta Direktur Timur Tengah pada Kementerian Luar Negeri.

“Alhamdulillah sebagian besar sudah bisa kita atasi di lapangan dan kita sampaikan penjelasannya kepada otoritas setempat. Surat tersebut berbicara tentang apa yang kita lakukan sejak dua sampai empat minggu lalu, yang tetap dimasukkan sebagai catatan untuk perbaikan oleh penyelenggara haji,” ujar Hilman di Madinah, Jumat (20/6/2025).


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hilman menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Saudi yang memberi kemudahan dan bantuan kepada Indonesia. Dia juga menjelaskan satu per satu masalah serta solusi yang telah dilakukan selama proses haji.

Hilman mengatakan masalah pertama ialah perbedaan data jemaah dalam E-Haj, Siskohat Kementerian Agama, dan manives penerbangan. Dia menyebut ada beberapa nama yang batal berangkat sehingga harus diganti. Hilman menyebut proses pembatalan kadang terjadi secara tiba-tiba karena jemaah sakit, meninggal atau hal lainnya.

“Ini sempat ramai, lalu kami jelaskan. Kami tentu tidak bisa juga membiarkan pesawat itu kosong karena ada orang yang sakit atau meninggal. Ketika teman-teman di lapangan masih memungkinkan untuk bisa mengganti, maka mereka akan menggantikan dengan penumpang berikutnya,” ujar Hilman.

Dia mengatakan Kantor Urusan Haji RI di Saudi telah melakukan pencocokan data ulang dengan Kementerian Haji Saudi dan syarikah yang melayani jemaah. Persoalan itu telah selesai dan sebagian jemaah sudah pulang ke Indonesia.

“Itu sudah selesai dan alhamdulillah lancar sebagaimana saat ini jemaah juga sudah bisa kembali ke Tanah Air,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan masalah terkait pergerakan jemaah haji gelombang I dari Madinah ke Makkah. Menurut Hilman, jemaah haji ditempatkan di hotel sesuai kelompok terbang atau kloter selama di Madinah.

Hilman menyebut persoalan terjadi ketika jemaah akan diberangkatkan ke Makkah berdasarkan syarikah. Dia menyebut kondisi ini membuat beberapa jemaah dalam satu kloter terpisah jadwal pemberangkatannya.

“Ditjen PHU atau Misi Haji Indonesia menyediakan transportasi sendiri. Ada yang memakai mobil lebih kecil atau mini-bus atau mobil yang lain. Inilah yang disebut dalam surat tersebut sebagai memberangkatkan tidak sesuai dengan prosedur,” jelas Hilman.

Dia menyebut persoalan itu sudah selesai karena jemaah akhirnya bisa dibawa dari Madinah ke Makkah. Dia mengatakan pemberangkatan itu juga dilakukan setelah Kemenag berkoordinasi dengan Kementerian Haji dan syarikah.

Masalah berikutnya ialah penempatan jemaah di hotel-hotel Makkah. Dia mengatakan jemaah seharusnya menginap di hotel sesuai syarikah masing-masing agar memudahkan pemberangkatan ke Arafah.

Namun, ada beberapa jemaah yang terpisah hotel dengan mayoritas kloternya meminta digabung meski syarikahnya berbeda. Dia menyebut ada juga jemaah yang pindah hotel secara mandiri tanpa melapor kepada Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).

“Ini yang disebut sebagai penempatan yang tidak sesuai. Tapi kami sampaikan dan itu menjadi bahan diskusi kami setiap hari dengan Kementerian Haji dan syarikah penyedia layanan. Termasuk penggabungan suami istri, lansia dan pendampingnya,” ujar Hilman.

Masalah berikutnya terkait kesehatan jemaah. Hilman mengatakan masalah kesehatan jemaah haji Indonesia ini sudah menjadi perhatian sejak awal kareja tingginya jumlah jemaah lanjut usia (lansia) dan risiko tinggi.

“Ini juga menjadi catatan peringatan bagi mitra kita di KBIHU dan para pembimbing untuk jangan terlalu memaksakan ibadah sunah terlalu sering, terlalu banyak, kepada jemaah dengan kondisi khusus (lansia/risti) semacam itu. Ini kan masih terjadi, jadi masih masuk catatannya dalam nodip,” kata Hilman.

Dia mengatakan pihak Saudi menginginkan seleksi atau pemeriksaan kesehatan lebih ketat. Dia menilai pesan itu juga ditujukan pihak Saudi kepada keluarga calon jemaah haji di masa depan agar tidak memaksakan keluarganya berangkat haji jika punya sakit parah seperti harus cuci darah.

Masalah kelima ialah penyembelihan hewan dam atau hadyu bagi jemaah haji Indonesia. Hilman mengatakan Kemenag sudah menyampaikan kepada Kementerian Haji bahwa di Indonesia ada dua skema membayar dam, pertama melalui Adahi dan kedua menyembeli dam di Tanah Air melalui BAZNAS.

“Kita sudah menyampaikan pesan ini kepada seluruh jemaah untuk bisa menggunakan platform hadyu dari Adahi. Tapi ini tidak mudah karena kewajiban itu muncul belakangan, sementara banyak masyarakat Indonesia melalui para pembimbing KBIH dan lain lain sudah terlanjur berkomitmen dengan RPH (Rumah Potong Hewan), ada juga yang belanja ke pasar sendiri beli kambingnya atau mitra dati mukimin. Sementara tahun ini Saudi begitu keras melarang hal tersebut,” ucap Hilman.

“Mungkin di situ ada masalah lain, misalnya harga terlalu tinggi melalui Adahi. Kita sampaikan pada Kerajaan,” sambungnya.

Hilman juga menyebut rancangan kontrak sudah ditandatangani Kantor Urusan Haji RI. Namun, pihak Adahi belum menandatangani karena menunggu kepastian jumlah kambing yang akan disembelih.

“Kita sudah tahu fakta dan situasinya di KBIHU dan para pembimbing ibadah haji yang sudah terlanjur membuat kesepakatan dengan pihak lain non Adahi, sehingga kita tidak bisa pastikan berapa orang yang akan menyembelih melalui Adahi,” ujarnya

Dia mengatakan urusan dam ini akan menjadi bagian dari kebijakan pembiayaan haji di Indonesia. Menurutnya, hal itu dapat mempermudah pembuatan kontrak dengan Adahi.

(haf/ygs)


Hoegeng Awards 2025


Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini



Source link

Share.