Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengagendakan panggilan terhadap tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Mohammad Riza Chalid. Pemeriksaan rencananya dilakukan pekan ini.
“Rencananya minggu ini diagendakan (pemanggilan Riza Chalid). Tinggal tunggu aja nanti,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, kepada wartawan di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Panggilan terhadap Riza sejatinya dijadwalkan pada Kamis (24/7) lalu. Namun Riza Chalid tidak hadir dan tidak memberikan konfirmasi apapun.
Ditanya perihal berbagai informasi yang tengah ramai perihal Riza Chalid, Anang mengaku pihaknya telah memonitor informasi-informasi tersebut. Namun penyidik, kata dia, perlu mendalami informasi yang ada.
“Terkait dengan informasi yang bersebaran ya ibaratnya bagi kami setiap informasi akan kami terima dan kami akan menjadi didalami oleh tim penyidik dalam rangka nanti menghadirkan MRC ke Indonesia nanti,” tutur Anang.
Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Indonesia (Imipas) Silmy Karim mengatakan Riza Chalid masih berada di Malaysia. Anang memastikan pihaknya akan berkoodinasi dengan pihak terkait.
“Teman-teman juga perlu ketahui ada hal-hal yang tidak bisa buka atau masih bagian dari strateginya teman-teman penyidik,” ucap Anang.
“Tetapi penyidik memastikan tetap akan melacak keberadaan yang bersangkutan di mana dan sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait,” lanjut dia.
Sedangkan terbaru, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku mendapat informasi bahwa Riza Chalid telah menikah dengan kerabat kesultanan di Malaysia. Kejagung menyatakan pun akan mendalami perihal itu.
Sebagai informasi, Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Riza Chalid sebelumnya telah tiga kali mangkir panggilan penyidik sebagai saksi dan satu kali sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Riza Chalid bersama tersangka HB, tersangka AN, dan tersangka GRJ diduga menyepakati kerja sama penyewaan terminal BBM tangki Merak dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina.
Kesepakatan yang dilakukan berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak. Padahal pada saat itu, menurut Kejagung, PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM.
Total kerugian kasus korupsi ini mencapai Rp 285 triliun. Kerugian itu bertambah dari angka yang sebelumnya diumumkan Kejagung Rp 193,7 triliun.
(ond/lir)