Jakarta

    Kementerian Kebudayaan RI menggelar Konser Rakyat Leo Kristi (KRLK) sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Konser ini dihadirkan untuk menghidupkan kembali semangat kerakyatan dan nilai perjuangan bangsa melalui karya-karya legendaris Leo Kristi, musisi yang dikenal dengan balada penuh cinta tanah air dan kisah kehidupan rakyat dalam irama folk dan country.

    Menbud RI Fadli Zon menyampaikan bahwa konser ini bukan sekadar perayaan musik, tetapi juga pengingat akan pentingnya budaya sebagai kekuatan pemersatu bangsa.

    “Konser Rakyat Leo Kristi merupakan upaya kita dalam memberi apresiasi dan penghormatan kepada musisi legenda, Leo Kristi. Musik adalah bahasa bersama yang menyatukan keberagaman, merekam perjalanan bangsa, sekaligus membentuk identitas kebersamaan masyarakat,” ujar Fadli, dalam keterangan tertulis, Minggu (24/8/2025).


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    Karya Leo Kristi, lanjut Menbud, menyuarakan kehidupan rakyat kecil dengan berbagai latar belakang hingga situasi dan kondisi negara. Ia menilai karya-karya Leo Kristi patut menjadi inspirasi untuk semakin cinta akan Tanah Air.

    “Setiap lirik dari lagu Leo Kristi membuat kita merasa dekat karena ia merekam denyut kehidupan sehari-hari. Jadi tak heran, setiap peringatan HUT RI, kita selalu terkenang pada lagu-lagunya dan mendapat tempat di hati kita,” ucap Fadli.

    “Karyanya menjadi pengingat bahwa kemerdekaan bukan hanya sekedar cerita masa lalu, namun harus kita isi dengan karya solidaritas dan cinta akan bangsa. Untuk itu, saya mengajak kita semua untuk menjadikan konser ini bukan hanya untuk hiburan semata, namun menjadi ruang refleksi dan apresiasi,” tambahnya.

    Leo Kristi, dengan nama asli Leo Imam Sukarno, dikenal sebagai salah satu pelopor musik balada Indonesia dengan gaya puitis yang dekat dengan kehidupan rakyat. Pada awal kariernya, Leo sempat membentuk grup Lemon Trees bersama Gombloh dan Franky Sahilatua, sebelum akhirnya memilih jalannya sendiri sebagai musisi pengelana.

    Ia kemudian melahirkan kelompok musik Konser Rakyat Leo Kristi (KRLK) bersama sejumlah musisi pendukung. Melalui KRLK, Leo menghadirkan karya-karya balada yang menggambarkan cinta, alam, perjuangan, serta kehidupan masyarakat sehari-hari.

    Sepanjang kariernya, Leo Kristi menelurkan sejumlah album penting, antara lain Nyanyian Fajar (1975), Nyanyian Malam (1976), Nyanyian Tanah Merdeka (1977), Nyanyian Cinta (1978), Nyanyian Tambur Jalan (1980), Lintasan Hijau Hitam (1984), serta Deretan Rel Rel Salam Dari Desa (1985). Karya-karya tersebut menjadi jejak penting dalam sejarah musik balada Indonesia.

    Rangkaian acara Konser Rakyat Leo Kristi dimulai dengan Pameran Foto Leo Kristi, yang menampilkan dokumentasi perjalanan musik dan kiprah Leo Kristi bersama grupnya. Pameran ini menggambarkan jejak panjang konser rakyat sejak 1970-an yang selalu hadir dalam momentum peringatan kemerdekaan.

    Selanjutnya, sastrawan Jose Rizal Manua membacakan puisi berjudul Salam dari Pelabuhan Hati, yang secara khusus didedikasikan untuk mengenang Leo Kristi sebagai musisi yang menjahit rindu dan duka menjadi syair perjuangan. Puncak acara ditandai dengan penampilan Konser Rakyat Leo Kristi, di mana grup KRLK membawakan repertoar lagu-lagu legendaris mereka.

    Balada patriotik dan irama folk-country yang khas menghidupkan kembali suasana perjuangan, menghadirkan Leo Kristi melalui aransemen yang tetap setia pada semangat orisinalnya. Fadli juga secara langsung menyerahkan plakat penghargaan dari Kemenbud kepada Konser Rakyat Leo Kristi sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi atas karya serta dedikasi Leo Kristi bagi dunia musik Tanah Air.

    “Semoga Konser Rakyat Leo Kristi dapat berkesinambungan, dicintai oleh masyarakat dan generasi muda, serta dapat memperkuat ekosistem musik Indonesia,” kata Fadli.

    Sebagai informasi, acara tersebut turut dihadiri oleh Wakil Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari; Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Ahmad Mahendra; Inspektur Jenderal Kebudayaan Fryda Lucyana; Direktur Bina SDM, Lembaga, dan Pranata Kebudayaan Irini Dewi Wanti; Direktur Warisan Budaya I Made Dharma Suteja; serta Direktur Diplomasi Kebudayaan Raden Usman Effendi.

    (akn/ega)



    Source link

    Share.