Jakarta

    Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengaku tak setuju dengan kewajiban membayar royalti jika memutar lagu saat acara pernikahan. Willy menilai pemutaran lagu dari musik berlisensi di acara pernikahan harus dilihat sebagai penggunaan untuk kegiatan sosial, sehingga tak ada unsur komersil.

    “Ini tidak perlu-lah ditakut-takuti dengan ancaman membayar royalti karena kegiatan demikian tidak ada sifat komersil di dalamnya,” kata Willy dalam keterangannya, Kamis (14/8/2025).


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



    Willy mengaku sepakat dengan adanya revisi UU Hak Cipta. Dia mengatakan polemik tentang royalti lagu ini telah menimbulkan berbagai dampak sosial dan hukum.

    “Tampilan yang demikian ini bukan tampilan khas kultur Indonesia yang gotong royong dan musyawarah,” kata Willy.




    Menurutnya, perlu ada pengaturan yang jelas dan tegas mengenai persoalan royalti lagu. Adapun revisi UU Hak Cipta saat ini tengah dibahas oleh DPR.

    “Saya setuju bahwa perlu ada pengaturan yang tegas dan jelas dari Royalti di dalam perubahan UU Hak Cipta ke depan. Hal ini memang menjadi salah satu yang diwacanakan akan dibahas oleh Komisi X DPR,” jelasnya.

    Willy mengatakan hak cipta perlu untuk dihormati. Namun, menurutnya, tak semua hal harus dikomersilkan.

    “Saya setuju untuk menaruh penghormatan terhadap hak cipta pada tempat yang tinggi. Namun tidak lantas semua hal perlu dikonversi menjadi nilai komersil, karena kita hidup juga di dalam lingkung sosial,” tuturnya.

    “Perubahan UU Hak Cipta ada di Komisi X DPR RI dan saya yakin teman-teman di komisi terkait akan bijak menaruh kepentingan bangsa di dalamnya,” imbuh dia.

    Sebelumnya, Wahana Musik Indonesia (WAMI) menilai pesta pernikahan perlu membayar royalti jika memutar atau menyanyikan lagu komersil. Head of Corcomm WAMI Robert Mulyarahardja mengatakan musik atau lagu dengan hak cipta yang diputar atau dinyanyikan di pesta pernikahan berhak menerima royalti karena dianggap sebagai ruang publik.

    “Ketika ada musik yang digunakan di ruang publik, maka ada hak pencipta yang harus dibayarkan. Prinsipnya seperti itu,” kata Robert saat dihubungi detikcom, Selasa (12/8).

    Halaman 2 dari 2

    (amw/imk)







    Source link

    Share.