Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin soal TNI menjaga keamanan nasional tidak tepat. Menurutnya, TNI seharusnya menjalankan fungsi pertahanan.
“Pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menyatakan bahwa TNI akan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat lalu Polri akan melakukan penegakan hukum merupakan sesuatu yang tidak tepat dan keliru. Secara konstitusional, militer semestinya menjalankan fungsi pertahanan,” pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Oleh karena itu pernyataan Menteri Pertahanan tersebut tidaklah tepat dan tidak sejalan dengan konstitusi,” sambungnya. Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari berbagai lembaga. Di antaranya Imparsial, PBHI, HRWG, CENTRA Initiative, Raksha Institute, De Jure, hingga Walhi.
Koalisi masyarakat sipil menjelaskan Pasal 30 UUD RI secara menyebutkan bahwa TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Sementara Kepolisian sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
“Pernyataan Menteri Pertahanan tersebut juga berarti bahwa Menteri Pertahanan telah menugaskan TNI dalam urusan keamanan dalam negeri. Padahal, urusan keamanan dalam negeri seharusnya berada dalam kendali kepolisian yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan,” kata koalisi masyarakat sipil.
Koalisi masyarakat sipil juga mengkritik kegagalan negara dalam memahami penderitaan rakyat dan mendistribusikan keadilan untuk rakyat. Harusnya negara melakukan pembenahan diri dari penyakit korupsi, kolusi, nepotisme, arogansi, feodalisme, dan pembentukan kebijakan yang tidak berpihak bagi kepentingan masyarakat banyak.
“Atas dasar hal tersebut, kami menolak secara tegas upaya negara untuk menerapkan status darurat di mana militer akan mengendalikan situasi keamanan dalam negeri karena hal tersebut bertentangan dengan Konstitusi,” ujar koalisi masyarakat sipil.
“Presiden tidak boleh memanfaatkan situasi saat ini untuk memperluas kewenangan militer di luar dari ketentuan Konstitusi yang dapat memberangus kebebasan sipil dan demokrasi. Presiden seharusnya mengevaluasi seluruh kebijakan yang tidak pro terhadap kepentingan rakyat,” sambungnya.
Sebelumnya, pernyataan Sjafrie Sjamsoeddin ini disampaikan dalam jumpa pers usai Presiden Prabowo Subianto menggelar sidang kabinet hari ini di Istana Negara, Jakarta terkait pengamanan atas terjadinya tindakan anarkis di sejumlah wilayah Indonesia.
Dalam rapat yang sama, Presiden Prabowo juga membahas soal pengamanan sumber daya alam (SDA) yang dilakukan oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan 3 kepala staf TNI. Sjafrie mengatakan pengamanan SDA ini dilakukan agar pemanfaatannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
“Panglima TNI akan dibantu oleh para Kepala Staf Angkatan, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, maupun Angkatan Udara, untuk terus memelihara keamanan di wilayah nasional serta melakukan upaya-upaya pengamanan dan penertiban terhadap sumber daya alam yang mungkin dipergunakan tidak sesuai ketentuan undang-undang,” kata Menhan usai sidang kabinet di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (31/8/2025).
Terkait isu darurat militer yang beredar di media sosial, Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita menepisnya. Ia menyatakan isu darurat militer sangat salah.
“Saya sampaikan bahwa TNI dalam hal ini taat konstitusi, tadi saya sampaikan bahwa TNI saat ini dalam satu soliditas yang sangat kuat, antara Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan Mabes angkatan, tentunya kita dalam satu kuda itu semua ya kalau ada anggapan seperti itu (darurat militer), tentunya itu sangat salah, jauh dari apa yang kita lakukan,” kata Tandyo seusai rapat bersama Komisi I DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).
Halaman 2 dari 3
(isa/imk)