Jakarta –
Komisi IV DPR RI meninjau program sawah pokok murah di Sumatera Barat. Program ini disebut memiliki potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan nasional dengan biaya minimal dan menguntungkan petani.
Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Soeharto dan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman memimpin kunjungan ini bersama anggota lainnya. Dalam pesannya kepada wartawan, Sabtu (21/6/2025), rombongan turun ke Jorong Ampang Gadang Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumbar, untuk melihat efektivitas program sawah pokok murah tersebut.
“Kita sudah lihat program sawah pokok murah ini. Sangat potensial. Biaya produksi sangat rendah karena pascapanen, sawah tidak perlu dibajak, tidak membutuhkan pupuk kimia karena telah digantikan oleh jerami bahkan pemeliharaannya tidak perlu banyak tenaga,” kata Titiek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil produksi gabah dari sawah pokok murah disebut sama dengan sawah biasa, bahkan pada beberapa kali masa panen selanjutnya hasilnya lebih banyak dari sawah yang menggunakan pupuk. Titiek Soeharto mendorong UPT Kementerian Pertanian yang ada di Sumbar mempercepat riset ilmiah dan sertifikasi sawah pokok murah agar bisa menjadi program nasional dengan Sumbar menjadi percontohan sebelum dikembangkan ke berbagai daerah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman yang sedari awal menyuarakan potensi sawah pokok murah optimistis program ini bisa menyokong program ketahanan pangan nasional yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.
“Saya kira tidak ada yang akan menolak program ini karena memang sangat menguntungkan petani, mendukung ketahanan pangan dan ekonomi hijau karena sangat ramah lingkungan,” katanya.
Wakil Gubernur Sumbar, Vasko Ruseimy, juga memberikan dukungan penuh terhadap program yang disebutnya inovasi dalam sektor pertanian. Vasko sudah meminta akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Sumbar untuk melakukan penelitian ilmiah agar program ini bisa naik ke nasional dari Sumbar.
Inisiator sawah pokok murah, Ir. Joni menyebut, ia telah mulai melakukan inovasi itu sejak 2020 berangkat dari temuan rata-rata petani membakar jerami setelah panen sehingga menimbulkan porsoalan lingkungan. Melakukan berbagai percobaan, akhirnya ia menemukan jerami bisa menjadi subsitusi untuk pupuk kimia dan bahan jerami sebagai pupuk disebut membuat lahan lebih tahan kekeringan.
“Lahan sawah menggunakan pupuk, akan retak dan rengkah saat kekeringan. Tapi sawah pokok murah yang menggunakan jerami, tetap dalam kondisi baik,” ujarnya.
Teknik yang digunakan dalam sawah pokok murah dibagi atas Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT), yaitu jerami sisa panen tidak dibakar namun dikumpulkan dan digunakan sebagai mulsa (penutup tanah) untuk menjaga kelembaban dan kesuburan tanah. Kemudian, ada pembuatan parit selebar mata cangkul dengan jarak antar parit sekitar 125 cm untuk pengaturan air. Seleksi bibit padi dilakukan dengan metode air garam dan telur untuk memastikan kualitas bibit yang baik.
Penanaman bibit dilakukan pada usia 12-14 hari setelah semai. Pengelolaan air dilakukan dengan mengatur air dalam sawah agar tidak tergenang demi mencegah reaksi racun pada tanaman.
(gbr/eva)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini