Jakarta –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). KPK juga menyita 135 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda di Lampung Selatan serta satu unit apartemen di Bintaro, Tangerang Selatan.
Rinciannya, sebanyak 122 bidang tanah merupakan objek pengadaan lahan. Sedangkan 13 bidang tanah milik tersangka Iskandar Zulkarnaen dan PT Sanitarindo Tangsel Jaya.
“Hingga saat ini, penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap barang-barang tidak bergerak,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Rabu (6/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini bermula pada April 2018, lima hari setelah diangkat sebagai Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo langsung menggelar rapat direksi yang salah satunya memutuskan untuk melakukan pembelian lahan di sekitar jalur JTTS. Dalam skema tersebut, Bintang Perbowo memperkenalkan temannya, pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya, Iskandar Zulkarnaen (IZ), kepada jajaran direksi Hutama Karya untuk menawarkan lahan miliknya di Bakauheni, Lampung.
“Tersangka BP meminta Tersangka RS sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan, agar segera melakukan pembelian tanah kepada Tersangka IZ, karena tanah tersebut mengandung batu andesit yang bisa dijual,” kata dia.
Bintang meminta Iskandar memperluas kepemilikan lahannya dengan membeli tanah dari masyarakat sekitar agar bisa dijual langsung ke PT Hutama Karya melalui perusahaannya. Proses pembayaran tahap pertama dilakukan pada September 2018, di mana PT Hutama Karya membayar sekitar Rp 24,6 miliar untuk lahan di Bakauheni.
“Kemudian, pada September 2018, PT HK melakukan pembayaran tahap I atas lahan Bakauheni sekitar Rp 24,6 miliar,” ucapnya.
Namun KPK menemukan berbagai penyimpangan dalam proses tersebut. Hingga tahun 2020, PT Hutama Karya telah membayarkan total Rp 205,14 miliar kepada PT Sanitarindo Tangsel Jaya (PT STJ) untuk pembelian 32 bidang lahan SHGB atas nama PT STJ di Bakauheni dan 88 bidang SHGB atas nama warga di Kalianda.
“Namun PT HK tidak menerima manfaat atas lahan-lahan tersebut karena kepemilikan atas lahan-lahan tersebut belum dialihkan kepada BUMN atau belum dapat dikuasai dan dimiliki BUMN,” sebutnya.
Berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh BPKP, total kerugian mencapai Rp 205,14 miliar. Para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(ial/dek)