Jakarta –
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) menegaskan bahwa krisis iklim adalah persoalan global yang tak bisa diabaikan. Ia menyebut komitmen pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus konsisten diwujudkan untuk menjawab sejumlah ancaman dampak pemanasan global.
“Krisis iklim kini jadi salah satu masalah global yang tidak bisa dikesampingkan. Indonesia harus menghadapi isu lingkungan ini dengan sungguh-sungguh,” ucap Rerie dalam keterangan resminya, Rabu (30/7/2025).
Hal ini disampaikan Lestari saat membuka diskusi daring bertema ‘Menakar Kesiapan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia Menuju Conference of the Parties (COP) 30’ di Brasil yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menilai cara mencapai target-target pelestarian lingkungan yang telah disepakati sejumlah negara di dunia merupakan tantangan tersendiri.
“Apalagi di satu sisi kerusakan lingkungan di Indonesia terus terjadi,” ujar Rerie.
“Padahal, Konstitusi UUD 1945 memberikan dasar pemikiran penting tentang pelestarian lingkungan hidup. Pasal 28H ayat 1 dan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 misalnya, memberikan landasan konstitusional untuk perlindungan lingkungan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat bagi seluruh rakyat Indonesia, ” tambah Rerie.
Rerie juga mendorong upaya pemenuhan target kontribusi iklim nasional yang telah disepakati sejumlah negara, termasuk Indonesia dapat direalisasikan dengan keterlibatan aktif semua pihak yang terkait.
Sementara itu, Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha menyoroti hambatan teknis dalam implementasi kebijakan lingkungan. Di Jambi misalnya, terdapat tiga hutan lindung dan satu hutan konservasi. Namun, pihak pemerintah daerahnya tidak mendapat apa-apa.
“Jambi salah satu paru-paru dunia lho,” ujarnya.
Ia juga menekankan, dalam pemanfaatan energi menjadi satu faktor utama penyumbang emisi gas kaca. Sehingga, optimalisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menjadi kunci dari pencapaian target kontribusi iklim nasional (NDC) Indonesia.
“Kita harus segera mulai pemanfaatan EBT,” ujar Syarif.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto mengungkapkan, Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris dalam ikut menyikapi perubahan iklim.
Menurut Ary, Protokol Kyoto hanya mewajibkan sejumlah negara anggota untuk mengurangi emisi, tetapi pada Perjanjian Paris mewajibkan semua negara anggota, termasuk Indonesia, harus memiliki rencana dan upaya pengurangan emisi.
“Upaya pengurangan emisi mencakup lima sektor seperti energi, limbah, IPPU (Industrial Processes and Product Use), pertanian, dan kehutanan,” ujar Ary.
Ary Menegaskan pentingnya submission NDC Indonesia yang dinilai lebih rinci dan maju dibanding negara lain, sebagai dorongan bagi anggota Perjanjian Paris, serta mengharapkan masukan lintas sektor untuk dibawa ke COP 30 di Brasil, November mendatang.
Sebagai informasi, diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. H. Syarif Fasha (Anggota Komisi XII DPR RI), Ir. Ary Sudijanto (Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup), Andrew Arristianto (Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Adam Kurniawan (Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI), sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap.
(akd/akd)