Jakarta

    Pengelolaan politik dan pemerintahan lokal tentu bukanlah perkara mudah. Hingga kini, banyak kepala desa dan perangkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) meraba-raba untuk mengelola unit usaha dan belum memahami secara utuh aturan legalitas yang ada.

    Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Kepahiang Nanda Hardika mengungkapkan beberapa kepala desa di daerah Kepahiang, Bengkulu masih gamang dalam menjalankan BUMDes gegara minimnya pemahaman mereka terkait legalitas.

    “Beberapa kepala desa, contoh saya ambil kepala desa, memang belum berani untuk menggerakkan BUMDes. Karena mereka pemahaman tentang BUMDes itu sendiri sangat minim. Bagaimana legalitas dalam pelaksanaan BUMDes ini sendiri,” ungkap Dika kepada detikcom.


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    Keraguan itu, Dika melanjutkan, merupakan buntut dari kehidupan masyarakat Kepahiang yang lekat dengan adat hingga kini. Kelekatan ini kemudian menyebabkan potensi wisata alam hingga usaha warga belum sepenuhnya berkembang.

    “Warga Kepahiang ini mempunyai kebiasaan yang istilahnya secara adatnya sangat kental. Potensi-potensi di sini sangat banyak terkait masalah wisata yang belum dikelola dan beberapa usaha-usaha mandiri di masyarakat sendiri yang belum sepenuhnya paham tentang masalah legalitasnya yang masyarakat sendiri yang belum paham masalah aturan hukumnya,” sambung Dika.

    Untuk itu, kejaksaan turun langsung untuk membimbing warga desa, khususnya kepala desa untuk memahami aturan hukum secara komprehensif. Dika menekankan, pendampingan ini dilakukan untuk memastikan tata kelola usaha warga berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan mendorong kemajuan desa.

    “Dan saya selalu bilang ketika kalian memajukan desa yang poin penting adalah majukan BUMDes kalian. Dengan BUMDes maju mudah-mudahan pendapatan asli desa ini juga bisa akan meningkat. Jadi dengan banyaknya pendapatan desa itu sendiri itu menciptakan kemandirian untuk desa itu sendiri dan tidak bergantung dengan dana desa kembali,” ungkap Dika.

    Pendampingan Hukum Jadi Fondasi Tata Kelola BUMDes

    Dalam praktik pendampingan, Dika mengaku sering mendapat keluhan dari kepala desa terkait minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) di Desa. Hal ini, menyebabkan pengelolaan BUMDes kerap kali terhambat sebab tak ada yang memahami tata kelola usaha secara mendalam.

    “Namun, acapkali memang kepala desa itu sering curhat ke kita, Pak itu susahnya kita mencari figur yang mengerti tentang pengelolaan BUMDES. Ketika kita cari di masyarakat desa disini, masyarakat disini rata-rata kebun semuanya. Kalaupun memang ada mahasiswa yang baru tamat yang mengerti, mau dengan darah-darah mudanya, mahasiswa kita lebih banyak pentingin mencari pekerjaan di kota. Sehingga kami kurang figur untuk pelaksanaan BUMDes ini sendiri,” ungkap Dika.

    Dika melanjutkan, tidak adanya figur yang mengerti pengelolaan BUMDes kemudian menjadi dasar kejaksaan untuk melakukan pemberdayaan agar masyarakat mampu berdikari.

    “Ketika BUMDes-nya sudah menghasilkan pendapatan daerah, pendapatan desanya itu bisa mencapai misalkan sudah ratusan juta, maka ketika memang dana desa pun dicabut, mereka tetap bisa menjalankan pembangunan. Nah, pentinglah ini kami mensosialisasikan tentang pentingnya pelaksanaan pengembangan BUMDes ini sendiri,” lanjutnya.

    Dia menambahkan, hal ini sekaligus meminimalisir kegagalan pelaksanaan BUMDes yang bisa menimbulkan kerugian negara.

    Jangan sampai, pelaksanaan BUMDes ujung-ujungnya gagal, sehingga ada kerugian negara nanti ke depannya disitu. Nah, ini yang kita minimalkan. Jangan sampai ini terjadi. Bersosialisasi langsung dengan masyarakat, kita langsung bisa mendengarkan keluhannya seperti apa,” ungkap Dika.

    Pemberdayaan yang dilakukan oleh Kejaksaan juga turut dirasakan manfaatnya oleh Kepala Desa Parmu Bawah Amansyah. Dia mengungkapkan, perkembangan BUMDes di Desa Parmu Bawah yang semula terasa lambat kini berangsur membaik sejak pemberdayaan dilakukan.

    “Akhirnya mereka (kejaksaan) melihat keadaan perkembangan yang begitu sedikit lambat. Sehingga mereka tertarik untuk membimbing. Membimbing BUMDES kami untuk mengembangkan usaha lebih lanjut. Dan alhamdulillah 2 tahun terakhir pemasaran, mohon maaf karena keterbatasan dalam kita memproduksi hasil kopi itu sendiri, alhamdulillah kita hampir tidak bisa memenuhi (permintaan kopi) terkadang,” tutur Amansyah.

    Lebih lanjut, dia juga menuturkan bahwa kehadiran jaksa tak hanya berbatas meja hijau, tetapi juga turut terlibat membangun desa.

    “Kalau harapan saya dengan Pak Dika, mohon maaf mungkin kalaupun dianggap sebuah bercanda ya lama-lama aja di Kepahiang. Harapan saya, tetaplah menjadi sosok yang membimbing dalam artian secara jabatan beliau adalah Jaksa. Tapi pada saat pembinaan tetaplah menjadi seperti biasanya, menjadi bagian dari keluarga besar masyarakat,” ujarnya.

    detikcom bersama Kejaksaan Agung menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya insan kejaksaan dalam menuntaskan kasus, namun juga mengungkap kisah dari dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif.

    Program ini diharapkan membuka cakrawala publik akan arti pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan supremasi hukum di masyarakat. Saksikan selengkapnya di sini.

    (akn/ega)



    Source link

    Share.