Jakarta

    Saat libur cuti bersama, pekerja atau karyawan swasta bisa saja tetap bekerja mengikuti ketentuan perusahaan. Namun, perusahaan yang mempekerjakan karyawannya saat hari cuti bersama, tetap harus memperhatikan aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    Berikut informasinya.


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    Aturan bekerja saat cuti bersama bagi pekerja/karyawan diatur dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/XII/2024. Edaran yang terbit pada tanggal 6 Desember 2024 itu mengganti Surat Edaran Nomor M/3/HK.04/IV/2022.

    Dalam surat edaran itu, disebutkan bahwa pekerja/buruh/karyawan yang bekerja saat cuti bersama, mendapat upah seperti hari kerja biasa, bukan upah lembur. Jatah cuti tahunan mereka juga tidak dipotong.

    “Pekerja/buruh yang bekerja pada hari cuti bersama, hak cuti tahunannya tidak berkurang dan kepadanya dibayarkan upah seperti hari kerja biasa,” demikian bunyi poin B4 dalam surat edaran tersebut.

    Namun, pekerja/buruh/karyawan yang libur di hari cuti bersama, hak cuti tahunannya akan berkurang.

    “Pekerja/buruh yang melaksanakan cuti pada hari cuti bersama, hak cuti yang diambilnya mengurangi hak atas cuti tahunan pekerja/buruh yang bersangkutan,” sebut poin B3.

    Aturan Cuti Bersama Pekerja/Karyawan

    Cuti bersama adalah hari cuti atau libur khusus yang ditetapkan oleh pemerintah bersamaan dengan hari libur nasional tertentu. Umumnya, cuti bersama jatuh pada sebelum atau sesudah hari libur nasional tertentu.

    Masih mengutip dari Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor Nomor M/6/HK.04/XII/2024, pelaksanaan cuti bersama bagi pekerja/karyawan bersifat fakultatif atau pilihan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan operasional.

    Aturan Cuti Melahirkan untuk Ibu Pekerja

    Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (KIA), ibu hamil berhak atas cuti melahirkan selama tiga bulan yang bersifat wajib diberikan oleh pemberi kerja.

    Namun, dalam kondisi khusus usai melahirkan, maka ibu berhak mendapatkan tambahan tiga bulan cuti menjadi total enam bulan. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) dan ayat (5) UU No 4 Tahun 2024.

    Pasal 4

    (3) Setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:

    a. cuti melahirkan dengan ketentuan:

    1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
    2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

    (5) Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 meliputi:

    a. Ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pasca persalinan atau keguguran; dan/ atau
    b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan atau komplikasi.

    Selain itu, setiap ibu yang cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya. Mereka juga tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

    Berikut aturannya menurut Pasal 5 UU Nomor 4 Tahun 2024.

    (1) Setiap ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

    (2) Setiap ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a berhak mendapatkan upah:
    a. secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama;
    b. secara penuh untuk bulan keempat; dan
    c. 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.

    (kny/zap)



    Source link

    Share.