Mengenal Co-Parenting, Kunci Sukses Membesarkan Anak Pasca-Perceraian (Foto: Freepik)

    JAKARTA – Mengenal co-parenting, kunci sukses membesarkan anak pasca-perceraian. Meski hubungan rumah tangga berakhir, tanggung jawab mengasuh anak tetap menjadi prioritas bersama. Pola pengasuhan ini dikenal dengan istilah co-parenting, yakni kerja sama antara orang tua yang sudah berpisah untuk tetap mendukung tumbuh kembang anak, baik dari sisi fisik maupun emosional.

    Mengutip dari Sinotif, co-parenting melibatkan pembagian tanggung jawab secara adil, mulai dari pengambilan keputusan penting terkait pendidikan, kesehatan, hingga aktivitas sehari-hari anak. Tujuannya adalah memastikan anak tetap merasakan kehadiran kedua orang tua dalam hidupnya, meski tidak lagi tinggal dalam satu rumah

    Manfaat Bagi Anak dan Orang Tua

    Co-parenting memberikan keuntungan ganda.

    Bagi anak, pola ini menciptakan kestabilan emosional, memperkuat hubungan dengan kedua orang tua, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan situasi keluarga.

    Bagi orang tua, co-parenting meringankan beban pengasuhan, menjaga keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga, sekaligus memberikan teladan positif tentang komunikasi dan penyelesaian konflik

    Temuan ilmiah menguatkan manfaat co-parenting yang berkualitas. Penelitian yang diterbitkan di BMC Psychology menunjukkan, anak yang tumbuh dengan kualitas co-parenting tinggi memiliki kemampuan mengatur emosi lebih baik dan perilaku prososial yang lebih menonjol dibanding anak dengan kualitas pengasuhan. Studi lain di Nature mengungkap bahwa persepsi positif ibu terhadap co-parenting berkontribusi pada peningkatan kompetensi pengasuhan. Hal ini secara tidak langsung membantu mengurangi perilaku bermasalah pada anak.

    Kunci Keberhasilan Co-Parenting

    1.Fokus Utama pada Anak, Bukan Hubungan Orang Tua Dikutip dari Momswhothink, Seorang terapis menegaskan, “Co-parenting itu tentang anak-anak, bukan tentang kita.” Artinya, meski hubungan orang tua berakhir, seluruh keputusan, komunikasi, dan pola asuh harus selalu mengutamakan kesejahteraan fisik dan emosional anak.

    2.Gunakan Pendamping Profesional Jika Perlu

    Konselor atau terapis keluarga dapat membantu mengelola emosi dan menjaga komunikasi yang sehat pasca-perpisahan.

    3.Komunikasi dengan Empati dan Hormat

    Saling menghormati dan memahami, meski berbeda pandangan, menciptakan suasana positif bagi anak.

     



    Source link

    Share.