Jakarta

    Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu yang intinya meminta agar calon Presiden dan Wakil Presiden berpendidikan paling rendah sarjana atau S-1. MK mengatakan gugatan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

    Putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (17/7/2025). Permohonan nomor 87/PUU-XXIII/2025 itu diajukan oleh Hanter Oriko Siregar, Daniel Fajar Bahari Sianipar, dan Horison Sibarani.

    Berikut ini petitum yang mereka ajukan:


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
    2. Menyatakan Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: Pasal 169 huruf r ‘berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu (S-1) atau yang sederajat’
    3. Memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemaknaan baru yang diminta oleh pemohon malah mempersempit ruang warga negara untuk menjadi calon presiden-wapres. MK menilai pasal itu sama sekali tidak menutup kemungkinan warga dengan pendidikan lebih tinggi dari SMA untuk diusung sebagai capres-cawapres oleh partai politik peserta pemilu.

    “Dalam batas penalaran yang wajar, pemaknaan baru demikian justru mempersempit peluang sehingga dapat membatasi warga negara yang akan diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon presiden dan wakil presiden. Persyaratan sebagaimana diatur dalam norma Pasal 169 huruf r UU 7/2017 sama sekali tidak menutup kesempatan bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum untuk mengajukan calon dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi, termasuk batas pendidikan sebagaimana yang dikehendaki para Pemohon,” ujar MK.

    Meski demikian, MK menyerahkan kepada DPR sebagai pembentuk undang-undang untuk membahas soal syarat pendidikan capres-cawapres jika diperlukan. Menurut MK, banyak calon presiden dan wapres yang telah memiliki latar belakang pendidikan lebih dari syarat minimum dalam UU.

    “Telah ternyata norma Pasal 169 huruf r UU 7/2017 yang mengatur mengenai syarat pendidikan paling rendah/minimum bagi calon presiden dan calon wakil presiden yakni tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat, adalah tidak bertentangan dengan prinsip pemilihan umum yang jujur dan adil, pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil, serta pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia yang merupakan tanggung jawab negara,” ujar MK.

    Berdasarkan pertimbangan tersebut, MK menyatakan permohonan itu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. MK pun menolak permohonan tersebut.

    “Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo.

    Suhartoyo juga menyatakan dirinya memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap perkara ini. Dia mengatakan seharusnya MK tidak menerima perkara tersebut karena menurutnya pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

    (haf/dhn)


    Hoegeng Awards 2025


    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini



    Source link

    Share.