Jakarta -

    Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Kementerian Hukum (Kemenkum RI) terkait pengesahan kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025 kembali dipermasalahkan. SK tersebut lagi-lagi digugat ke PTUN Jakarta.

    Gugatan ini teregister dengan nomor perkara 113/G/2025/PTUN.JKT yang didaftarkan pada Kamis (27/3). Penggugat dalam perkara ini adalah Johannes Anthonius Manoppo dan Gogot Kusumo Wibowo.

    Pihak tergugat adalah Kementerian Hukum RI, sementara PDIP selaku pihak intervensi yang tergabung sebagai pihak tergugat. Sidang perdana perkara ini digelar pada Senin (5/6) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



    Sampai saat ini persidangan sudah berjalan sampai yang ke-8 kalinya. Dalam sidang yang paling baru pihak penggugat dan tergugat menyerahkan bukti tambahan.

    Hakim lalu memeriksa bukti tambahan yang diserahkan para pihak. Kuasa hukum pihak penggugat, Anggiat BM Manalu, mengatakan akan mengajukan satu orang saksi dan ahli dalam sidang berikutnya.




    Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (2/7) dengan agenda penyerahan bukti tambahan. Kemudian, dilanjutkan pemeriksaan saksi dan ahli dari pihak penggugat.

    Alasan SK PDIP Digugat Lagi




    Surat keputusan (SK) yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM RI) terkait pengesahan kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025 kembali digugat ke PTUN Jakarta. Gugatan diajukan karena diduga tidak sesuai dengan aturan internal PDIP.
    Foto: Kadek/detikcom


    Kuasa hukum pihak penggugat Anggiat BM Manalu menjelaskan alasan pihaknya menggugat kembali SK PDIP. Ia menyampaikan SK PDIP diduga tidak sesuai dengan aturan internal PDIP.

    “Jadi beberapa kader ini merasa perpanjangan pengurus itu tidak benar sehingga mereka menginginkan, Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, apakah prosedur penerbitan SK Kementerian Hukum dan HAM pada saat itu sudah benar atau belum,” kata Anggiat BM Manalu usai sidang di PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (25/6).

    Anggiat mengatakan dalam SK itu juga diduga terdapat konflik kepentingan pribadi lantaran jabatan KemenkumHAM saat itu dijabat oleh Yasonna Laoly. Menurutnya, kepengurusan ini diperpanjang tanpa adanya kongres.

    “Di dalamnya kan ada juga interest pribadi diduga karena kebetulan Menteri Hukum pada saat itu, Yasonna Laoly. Sedangkan di dalam anggaran dasar PDIP jelas jelas mengatakan setiap 5 tahun harus dilakukan kongres. Nah ini kepengurusan sudah berakhir 8 Agustus 2024, diperpanjang tanpa kongres dengan alasan merupakan hak prerogatif daripada ketua umum,” kata Anggiat.

    “Namun kami selaku penasihat hukum daripada para penggugat sudah mencermati semua anggaran dasar, maupun hasil-hasil penetapan di kongres V, itu tidak ada memberikan secara eksplisit hak prerogatif. Walaupun di dalamnya ada kata-kata yang mengandung prerogatif tapi bukan untuk memperpanjang kepengurusan,” tambahnya.

    Anggiat mengatakan pihaknya akan mengajukan saksi yang merupakan politikus senior PDIP pada sidang selanjutnya. Dia mengatakan kliennya juga menerima intimidasi hingga iming-iming agar mencabut gugatan ini.

    “Berbagai macam, minta dicabut, ada juga sedikit intimidasi, ada juga iming-iming berbagai macam cara,” ujarnya.

    PDIP Minta PTUN Tolak Gugatan




    Pengacara Hasto, Ronny Talapessy, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/3/2025). (Adrial Akbar/detikcom)
    Foto: Ronny Talapessy (Adrial Akbar/detikcom)


    Ketua DPP Bidang Reformasi Hukum PDIP Ronny Talapessy menanggapi gugatan tersebut. Ia berharap PTUN menolak kembali gugatan tersebut.

    Ronny mulanya menyinggung pihak penggugat perkara tersebut. Ia menyebutkan pengacara yang menggugat SK tersebut pernah membohongi kader PDIP, lalu sekarang menggunakan kader fiktif.

    “Ini pengacara masih sama yang dulu membohongi kader kami. Sekarang mencoba lagi menggunakan kader fiktif,” kata Ronny saat dihubungi, Rabu (25/6).

    Kemudian, Ronny membahas terkait materi yang digugat oleh para penggugat. Ia mengatakan materi tersebut sulit diterima karena sudah melewati batas waktu.

    “Dari sisi materi perkara juga susah, lewat 90 hari batas mengajukan gugatan,” ucapnya.

    Atas alasan itu, Ronny berharap PTUN DKI Jakarta menolak gugatan para penggugat. “PTUN DKI Jakarta sudah selayaknya tidak menerima gugatan ini,” imbuh dia.


    Halaman 2 dari 3

    (maa/maa)


    Hoegeng Awards 2025


    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini




    Source link

    Share.