Bareskrim Polri menangkap dua orang yang menjadi otak perencanaan penculikan dan pembunuhan kepala cabang bank di Jakarta, Ilham Pradipta (37). Keluarga Ilham meminta kedua tersangka dijerat Pasal 340 KHUP terkait pembunuhan berencana.
“Jadi ini menurut saya pelaku-pelaku ini harus dikenakan pasal pembunuhan berencana, siapapun itu tidak harus semua, tapi harus ada yang dikenakan itu. Paling tidak yang punya rencana kalau nurut ikut tidak dibunuh, kalau tidak ikut dibunuh. Maka yang itu harus pembunuhan berencana,” kata pengacara keluarga Ilham, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Jumat (26/9/2025).
Kedua tersangka itu C alias K (41) dan DH (39), yang ditangkap bersama tujuh orang lainnya yang tergabung dalam sindikat pembobolan rekening dormant senilai Rp 204 miliar pada bank BUMN di Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas pengungkapan kasus itu, Boyamin semakin yakin jika penculikan dan pembunuhan Ilham memang telah direncanakan oleh para tersangka. Menurutnya, para tersangka merancang perbuatan jahatnya secara sistematis dan mengincar pegawai bank, termasuk Ilham.
“Karena nyata bahwa mereka sangat terorganisir, sangat sistemik, dan cara-caranya jelas kejam yaitu dengan cara mereka menipu dengan mengaku satgas perampasan aset, itu kan memang niatnya yang jelas untuk mengelabui calon-calon yang ditarget yaitu pegawai bank. Kemudian juga disertai bahwa bukan hanya mengancam terhadap dirinya (korban), tapi juga keluarganya,” ucapnya.
Seperti diketahui, Bareskrim meringkus sembilan tersangka pembobol rekening dormant senilai Rp 204 miliar pada bank BUMN di Jawa Barat. Dua di antaranya merupakan tersangka kasus penculikan dan pembunuhan kepala cabang bank Ilham Pradipta (37).
“Dari sembilan pelaku di atas, terdapat dua orang tersangka berinisial C alias K serta DH sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant yang juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kacab yang saat ini ditangani oleh Dirreskrimum Polda Metro,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/9).
Dalam perkara pembobolan bank kali ini, Helfi menjelaskan bahwa C merupakan aktor utama atau mastermind. Dia mengaku sebagai bagian dari Satgas Perampasan Aset dari kementerian.
Tersangka C juga membuat ID card palsu yang mencantumkan identitas salah satu lembaga pemerintah. Tujuannya untuk meyakinkan kepala cabang bank pembantu di Jawa Barat berinisial AP (50) bahwa mereka merupakan bagian dari Satgas Perampasan Aset yang tengah bertugas.
Sedangkan DH (Dwi Hartono) bertugas sebagai orang yang melakukan pencucian uang. Dia bekerja sama dengan para eksekutor pembobolan untuk memindahkan dana dari rekening terblokir.
“Peran (DH) sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobolan bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana terblokir,” ungkap Helfi.
Selain itu, penyidik juga menetapkan tujuh tersangka lainnya dalam kasus ini. Rinciannya AP (50) selaku Kepala Cabang Pembantu BNI di Jawa Barat dan GRH (43) selaku consumer relations manager (CRM).
Berdasarkan perannya, AP bertugas memberikan akses ke aplikasi core banking untuk melakukan pemindahan dana secara in absentia. Sementara itu, GRH berperan sebagai penghubung antara jaringan sindikat pembobol bank dengan kepala cabang pembantu.
Selanjutnya kelompok pembobol atau eksekutor, yakni DR (44), yang berperan sebagai konsultan hukum untuk melindungi sindikat pembobol bank serta aktif dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana.
Kemudian, NAT (36), yang merupakan mantan pegawai teller BNI dan bertugas melakukan akses ilegal di aplikasi serta memindahkan dana di rekening dormant ke lima rekening penampungan.
Lalu, tersangka R (51), yang berperan sebagai mediator untuk mencari dan mengenalkan kepala cabang dan menerima aliran dana hasil kejahatan, dan pelaku TT (38), yang berperan menerima dan mengelola uang hasil kejahatan.
Terakhir adalah kelompok pencucian uang, yakni IS (60). Dia berperan menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.
Halaman 2 dari 2
(fas/whn)