Jakarta

    Pidato Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna khusus yang mengingatkan agar anggota dewan harus berani dikritik dan sibuk membicarakan rakyat mendapat apresiasi sejumlah kalangan, termasuk akademisi. Pernyataan itu dinilai menunjukkan kerendahan hati sebagai pimpinan lembaga dewan.

    Pernyataan Puan yang menyebut ‘seharusnya DPR lebih sibuk membicarakan kepentingan rakyat’ juga dinilai sebagai refleksi yang tidak kalah pentingnya mengenai peran lembaga legislatif itu sendiri. Sebab pada prinsipnya, wakil rakyat selayaknya memikirkan kepentingan rakyat.

    “Secara formal, konstitusi sudah sangat jelas menegaskan bahwa DPR menjalan tiga fungsi utama membuat undang-undang, menyusun dan mengawasi kebijakan anggaran serta mengawasi jalannya roda pemerintahan. Semua itu pada tataran idealnya memang harus diarahkan untuk kepentingan rakyat semata,” kata Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas dalam keterangan tertulis, Jumat (3/10/2025).


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    “Namun perlu kita akui, pernyataan Puan tersebut sekaligus juga menyadarkan publik bahwa realitas politik di DPR tidak selalu berjalan dengan harapan publik. Oleh karena itu wajar kiranya jika publik menunggu, apakah pernyataan itu hanya sekedar pesan normatif kenegaraan saja atau memang benar-benar dapat diwujudkan dalam praktik politik praktis di Indonesia,” sambungnya.

    Dalam pidato di rapat Paripurna khusus sebagai perayaan HUT ke-80 DPR RI, Kamis (2/10), Puan Maharani menegaskan bahwa anggota DPR RI harus berani menjawab kritik dari masyarakat, baik yang bernada halus maupun kasar dengan membuktikan kerja nyata. Puan mengatakan, DPR RI harus menjawab kritik itu dengan kerja nyata.

    Puan juga meminta anggota DPR selalu mawas diri, dan DPR RI harus berani mendengar, berani di kritik, serta berkomitmen tinggi untuk meningkatkan dedikasinya, sehingga harapan dan keyakinan rakyat tetap tumbuh dan mengakar.

    Hairunnas pun menyinggung soal pernyataan Puan yang menyebut ‘wakil rakyat harus sibuk membicarakan rakyat bukan rakyat yang sibuk membicarakan DPR’. Menurutnya, DPR di satu sisi memang seharunya menjadi ruang musyawarah, tempat semua pandangan bertemu dan diperdebatkan secara sehat.

    Namun di sisi lain, kadang kala realitas proses politik di parlemen sering kali lebih sibuk dengan negosiasi politik ketimbang mendahulukan kepentingan publik.

    “Tapi di sinilah tantangan DPR ke depan, bagaimana menghidupkan kembali fungsi deliberatif dengan cara lebih terbuka kedepannya, misalnya mengadakan forum konsultasi publik yang memang benar-benar mendengarkan suara masyarakat sebelum suatu kebijakan diputuskan bukan sebaliknya mendengarkan suara rakyat setelah kebijakan dijalankan,” kata Hairunnas.

    Hairunnas juga berpandangan, permintaan maaf DPR yang disampaikan Puan menjadi catatan menarik. Dalam tradisi politik Indonesia, permintaan maaf jarang sekali muncul dari lembaga tinggi negara.

    “Dari sisi komunikasi politik, langkah ini bisa dinilai positif karena menunjukkan kesediaan untuk mengakui kekurangan. Namun, di sisi lain, publik tentu akan menunggu apakah permintaan maaf itu diikuti langkah nyata,” ungkap Peneliti Spektrum Politika Institute itu.

    Kendati demikian, Hairunnas menyebut akuntabilitas politik tidak cukup berhenti di pengakuan, melainkan harus dibuktikan dengan pembaruan cara kerja. Misalnya, DPR bisa memperbaiki kualitas legislasi dengan menghindari pasal bermasalah, meningkatkan kedisiplinan anggota, atau memperbaiki pola komunikasi publik yang lebih sensitif yang selama ini kerap dikritik publik.

    “Pengakuan bahwa mekanisme kritik rakyat bisa datang dalam berbagai bentuk mulai dari demonstrasi di jalanan hingga memberikan komentar di media sosial secara tidak langsung memperlihatkan pemahaman DPR terhadap dinamika masyarakat hari ini,” jelas Hairunnas.

    “Kritik yang beragam ini justru tanda mekanisme demokrasi itu berjalan,” imbuhnya.

    Sementara seruan Puan agar DPR lebih sibuk membicarakan kepentingan rakyat, menurut Hairunnas, sesungguhnya adalah amanat yang memang melekat pada lembaga ini. Tetapi, fakta sehari-hari menunjukkan DPR masih sering disibukkan oleh agenda elektoral, tarik-menarik anggaran, atau perdebatan internal fraksi yang sulit dipahami publik.

    “Kritik konstruktifnya adalah, jika benar ingin menempatkan rakyat sebagai pusat pembahasan, maka DPR harus berani memprioritaskan agenda pro-rakyat di atas kepentingan politik jangka pendek. Dengan demikian, dari rapat paripurna kemarin dapat di baca dari dua sisi,” papar Hairunnas.

    “Di satu sisi, ia membawa pesan keterbukaan, kerendahan hati, dan kesadaran bahwa DPR belum sepenuhnya memenuhi harapan publik. Itu langkah yang perlu diapresiasi. Tetapi di sisi lain, kritik membangunnya adalah bahwa semua itu belum cukup bila hanya berhenti di podium,” lanjutnya.

    Hairunnas menambahkan, yang akan menentukan legitimasi DPR adalah bukan kata-kata yang disampaikan, melainkan konsistensi dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan sesuai kepentingan rakyat.

    “Dengan kata lain, rakyat menunggu bukti, bukan sekadar janji,” sebut Hairunnas.

    Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa anggota DPR RI harus berani menjawab kritik dari masyarakat, baik yang bernada halus maupun kasar dengan membuktikan kerja nyata. Puan pun meminta maaf jika kinerja dewan yang bekerja selama satu tahun sejak dilantik pada Agustus 2024 lalu, belum sempurna.

    Hal tersebut dinyatakan Puan saat menyampaikan Laporan Kinerja DPR RI Tahun Sidang 2024-2025 dalam rapat paripurna khusus yang digelar di di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025). Adapun paripurna khusus ini diadakan sekaligus untuk memperingati HUT ke-80 DPR RI.

    Puan mengatakan bahwa sejarah tidak mencatat jumlah undang-undang yang disahkan DPR, ataupun besarnya anggaran yang dikelola parlemen. Tetapi sejarah akan mencatat kinerja-kinerja DPR yang pro-rakyat untuk kesejahteraan rakyat.

    “Sejarah tidak akan mencatat hanya pada berapa banyak undang-undang yang kita sahkan, atau seberapa besar anggaran yang kita kelola, melainkan: apakah setiap keputusan DPR RI benar-benar membawa manfaat nyata bagi rakyat, apakah hidup rakyat lebih mudah dan nyaman,” kata Puan saat menyampaikan laporan kinerja tahunan DPR.

    “Kita semua yang duduk di ruangan ini adalah wakil rakyat yang menjadi bagian dari rakyat itu sendiri. Kita lahir dari rakyat, kita hadir untuk rakyat, dan harus kembali ke rakyat,” sambung perempuan pertama yang menjabat sebagai ketua DPR RI itu.

    Puan juga mengingatkan bahwa amanat yang diemban anggota DPR bukanlah hak istimewa, melainkan tanggung jawab yang menuntut dedikasi untuk bekerja bagi kepentingan rakyat. Ia menegaskan agar anggota DPR jangan alergi terhadap kritik yang disampaikan masyarakat.

    “Kritik rakyat bisa datang dengan berbagai cara, halus, keras, bahkan kasar. Kritik rakyat kepada DPR RI bisa disampaikan melalui berbagai bentuk seperti demonstrasi di depan Gedung DPR RI, demonstrasi di pelosok daerah, ataupun melalui berbagai postingan di platform platform media sosial,” tutur Puan.

    Apapun cara dan bentuknya, kata Puan, DPR disebut harus tetap harus mendengarnya sebagai suara rakyat.

    “DPR RI harus menjawabnya dengan kerja nyata. Kita harus selalu mawas diri. DPR RI harus berani mendengar, berani di kritik, dan berkomitmen tinggi untuk meningkatkan dedikasinya, sehingga harapan dan keyakinan rakyat tetap tumbuh dan mengakar,” tegas cucu Bung Karno itu.

    Puan juga menyebut seharusnya anggota dewan-lah yang lebih banyak memberikan waktu bagi rakyat yang diwakilinya.

    “Sudah selayaknya sebagai wakil rakyat, kita yang harus lebih sibuk membicarakan rakyat, bukan rakyat yang sibuk membicarakan kita, apalagi kalau kita sibuk membicarakan diri kita sendiri,” pesan Puan.

    “Sebagai wakil rakyat, kita berkewajiban menyediakan waktu, tenaga, bahkan mengorbankan kepentingan pribadi demi menjalankan tugas sebagai anggota DPR RI,” sambungnya.

    Puan memastikan, kritik yang disampaikan masyarakat akan menjadi bahan evaluasi untuk DPR bertransformasi.

    “Dengan penuh kerendahan hati, atas nama seluruh Anggota dan Pimpinan DPR RI, kami meminta maaf kepada rakyat Indonesia apabila belum sepenuhnya dapat menjalankan tugas kami sebagai wakil rakyat secara sempurna,” ucapnya.

    “Kami akan menjadikan setiap kritik dan masukan sebagai pendorong bagi kami menyempurnakan diri dan bertransformasi lebih baik dalam memenuhi amanat rakyat,” tutup Puan.

    Simak juga Video ‘Puan: Kami Minta Maaf Bila DPR Belum Sempurna Jalankan Tugas’:

    (anl/ega)



    Source link

    Share.