Jakarta –
Halaqoh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pesantren se-Indonesia menggelar Muktamar ke-5. Tema muktamar adalah Revitalisasi Peran Santri dalam Pembangunan Bangsa.
Muktamar dibuka hari ini di Pesantren Darunnajah, Jakarta Selatan (Jaksel). Sebanyak 315 perguruan tinggi berbasis pesantren turut ambil bagian dalam muktamar ini.
“Mahasantri harus senantiasa ikut aktif dalam perkembangan zaman, harus juga melek dalam digital. Menjadi mahasantri harus bisa membedakan dan memberikan tanggapan antara informasi yang faktual dan informasi yang hoaks,” kata Presidium Nasional BEM Pesantren Muhammad Naqib Abdullah dalam sambutannya, Jumat (1/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muktamar ini diikuti ribuan mahasantri dari seluruh Indonesia. Naqib menyebut momen ini menjadi bukti pesantren tak lagi hanya tempat menimba ilmu agama, tetapi juga pusat gerakan intelektual dan pemberdayaan generasi muda Islam.
“Kegiatan nasional yang wajib dilaksanakan oleh BEM Pesantren se-Indonesia ini ada Muktamar, Mukernas dan Silatnas. Kami berharap kepada seluruh mahasantri untuk tidak absen dalam kegiatan tersebut,” tutur Naqib.
“Begitu pula, apabila ada rekanan mahasantri dari perguruan tinggi lain yang belum tergabung BEM Pesantren, boleh untuk diajak dan disampaikan ke pengurus nasional untuk melakukan proses pendataan,” sambung dia.
Foto: Presidium Nasional BEM Pesantren Muhammad Naqib Abdullah. (dok. istimewa)
|
Muktamar BEM Pesantren ini dibuka Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia, Muhaimin Iskandar. Dalam sambutannya, pria yang akrab disapa Gus Imin itu berpesan agar para santri terus mendorong kemandirian dan pemberdayaan melalui berbagai sektor.
“Para santri harus terus menggali potensi, memperkuat daya saing, dan adaptif terhadap perkembangan zaman,” ujar Gus Imin.
Kembali ke Naqib, dia mengatakan muktamar ini juga menjadi ajang penting bagi keberlangsungan organisasi, karena akan dilangsungkan pemilihan Presidium Nasional BEM Pesantren periode selanjutnya. Proses ini diharapkan dapat melahirkan sosok pemimpin muda yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan akar nilai-nilai pesantren.
“Muktamar tahun ini bukan hanya simbol kebangkitan mahasantri, tetapi juga panggilan bagi generasi muda Islam untuk tampil di garis depan pembangunan bangsa. Mahasantri kini tak hanya bicara tentang kitab dan kajian, tetapi juga tentang masa depan Indonesia yang adil, cerdas, dan beradab,” pungkas Naqib.
(aud/rfs)