Jakarta

    Pengadilan Singapura telah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan buron kasus e-KTP, Paulus Tannos. Meski begitu, Tannos masih tetap menolak untuk dipulangkan ke Indonesia.

    “Dia mengajukan ahli tapi informasinya ditolak berdasarkan pemeriksaan semua, termasuk dari kita (bukti yang diajukan pemerintah Indonesia)” kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Widodo, saat dihubungi, Minggu (17/8/2025).

    “Kalau ditolak kan posisi dia harusnya berada di posisi yang lemah dan harusnya menyetujui, tapi dia tetap bersikeras melalui pengacaranya tidak mau diekstradisi di Indonesia,” sambung Widodo.


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



    Menurut Widodo, proses persidangan terkait ekstradisi Paulus Tannos di Pengadilan Singapura masih berlanjut. Usai menolak dipulangkan, Tannos mengalami perpanjangan masa penahanan di Singapura.




    Widodo menjelaskan pemerintah Indonesia juga tidak bisa langsung memulangkan Paulus Tannos saat ini. Hal itu menyusul belum adanya keputusan dari Pengadilan Singapura yang menetapkan Paulus Tannos bisa dipulangkan ke Tanah Air.

    “Nunggu sampai putusan definitive. Kecuali Pengadilan Singapura menetapkan dia harus diekstradisi, kalau belum (ada putusan pengadilan), belum bisa,” ujar Widodo.

    Paulus Tannos merupakan salah satu tersangka kasus korupsi e-KTP. Dia telah menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Pelarian dari Paulus Tannos berakhir di awal tahun ini. Dia ditangkap di Singapura oleh otoritas setempat pada 17 Januari 2025. Penangkapan itu berdasarkan permintaan yang diajukan oleh otoritas Indonesia.

    KPK menyebut Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, mempunyai paspor Republik Guinea-Bissau. Paspor itu digunakan untuk melepas statusnya sebagaiwarga negara Indonesia (WNI).

    “Ada upaya dari Tannos untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia. Kewarganegaraan Indonesia dicabut dan dia menjadi warga negara Guinea-Bissau,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, dilansir Antara, Rabu (6/8).

    Asep mengatakan upaya Tannos tersebut ditolak oleh pemerintah Guinea-Bissau karena sedang bermasalah. Tannos mendapatkan paspor Guinea-Bissau karena negara tersebut memperbolehkan dua kewarganegaraan.

    “Guinea-Bissau itu adalah negara yang memperbolehkan orang memiliki dua kewarganegaraan. Jadi, boleh kewarganegaraan ganda,” jelasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/idh)







    Source link

    Share.