Jakarta –
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) menyampaikan persetujuan Fraksi PKS terhadap RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
HNW pun mengapresiasi inisiatif yang dilakukan Presiden Prabowo melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024 tentang Badan Penyelenggara Haji sebagai tonggak awal upaya Revisi UU 8/2019, hingga akhirnya dapat dibawa pada rapat pengambilan keputusan tingkat I.
“Setelah bersama-sama forum Panja Komisi VIII dan Pemerintah membahas RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019, dan dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, Fraksi PKS sepenuhnya dapat menerima dan menyetujui RUU ini untuk dapat dilanjutkan pengambilan keputusan di tingkat II, di rapat paripurna DPR RI,” ujar HNW dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini disampaikannya saat Rapat Kerja Komisi VIII, pada Senin (25/8/2025).
HNW yang juga Anggota Komisi VIII DPR-RI Fraksi PKS ini pun menyoroti RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019. Ia mengatakan di antara muatan utama RUU tersebut, adalah peningkatan status kelembagaan Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Adapun sebelumnya, Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024 baru membentuk Badan Penyelenggara Haji.
“Sejak awal kami di Fraksi PKS mendorong agar BP Haji ditingkatkan statusnya menjadi Kementerian, dan alhamdulillah usulan tersebut kini telah disetujui dan disepakati bersama baik oleh DPR maupun Pemerintah. Sekarang RUU ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR-RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang, dan setelah itu pembentukan Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus direalisasikan paling lambat 30 hari sejak undang-undang berlaku,” sambungnya.
HNW menyebut selain soal peningkatan status kelembagaan BP Haji menjadi kementerian, ada beberapa isu yang menjadi perhatian Fraksi PKS dan berhasil masuk ke dalam draft akhir RUU tersebut.
Salah satunya soal ditetapkannya kembali ‘syariah’ sebagai asas pertama dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Adapun implementasinya adalah batas usia keberangkatan haji yang sebelumnya ditetapkan 18 tahun, atau sudah menikah, kini telah dihapuskan. Sebab, prinsip syariah keberangkatan haji adalah bukan ketentuan tersebut, melainkan sebagai mukallaf atau akil baligh.
Kemudian, ditetapkannya kembali aspek keselamatan dan keamanan, serta penambahan aspek pelayanan pada asas penyelenggaraan haji. Dengan begitu, penyelenggaraan haji ke depan diharapkan dapat dilaksanakan dengan makna yang lebih mendalam, yakni melalui pelayanan yang ikhlas, optimal, profesional, dan berkeadilan bagi seluruh jemaah.
“Kami juga concern agar tidak terulangnya kasus jual beli kuota haji sebagaimana yang saat ini tengah diselidiki oleh KPK. Sehingga dalam RUU disepakati jika ada tambahan kuota haji harus dibahas bersama DPR, tentu harus dengan menjunjung prinsip kejujuran, kebaikan, kebenaran, transparansi, dan keadilan,” paparnya.
Terakhir, Fraksi PKS juga mengapresiasi adanya ketentuan dalam UU yang perubahan, yaitu kesepakatan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan luar biasa dan kondisi darurat dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Hal ini meliputi, bencana alam, perang, kerusuhan, atau pandemi COVID-19, dengan disahkannya Bab XA tentang Keadaan Luar Biasa dan Kondisi Darurat.
“Setelah kini RUU Haji dan Umrah akan segera disahkan, kami tentu turut menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Agama yang telah menjadi penyelenggara ibadah haji selama ini, dan berharap agar Kementerian Haji yang nanti dibentuk pasca penetapan RUU ini bisa semakin amanah, sukses dan berkah dalam penyelenggaraan haji ke depan. Dengan tidak berulang kembalinya permasalahan klasik dalam penyelenggaraan haji,” pungkasnya.
(ega/ega)