JAKARTA – Pakar telematika Roy Suryo menilai, Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia tidak layak digunakan.

    Hal itu diungkapkannya menyusul adanya dugaan kesalahan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) pada sistem tersebut.

    “Ada sejumlah kejanggalan yang membuat Sirekap tidak pantas digunakan,” jelas Roy saat berbicara pada Forum Penyelamat Reformasi Demokrasi Indonesia di Jakarta, Rabu (28/2/2024).

    Disebutkan Roy, kejanggalan pertama adalah Sirekap berulang kali mengalami perubahan ketika sudah dijalankan. Katanya, ibarat permainan sudah dimulai, software diperbarui. Sirekap yang diunduh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak sama karena mengalami perubahan sebanyak 10 kali.

    “Artinya, sistem ini tidak layak digunakan untuk dipertaruhkan kemajuan bangsa,” urainya.

    Sementara itu kejanggalan kedua yakni terjadi pada hari pencoblosan 14 Februari 2024 lalu, Sirekap seolah-olah diretas, dan saat itu menurut KPU Sirekap sedang diretas.

    “Sebenarnya bukan di-hack tapi dimatikan, karena kepentingan untuk memasukkan program tersembunyi, pada pukul 19.00 WIB di tabulasi Sirekap muncul persentase seperti quick count,” lanjutnya.

    Adapun perolehan suara paslon nomor 01 mendapat 24%, paslon nomor 02 mendapat 58%, dan paslon nomor 03 mendapat 17%. Padahal, saat itu adalah hari pertama atau hari pencoblosan dan pukul 19.00 WIB belum ada data dari tempat pemungutan suara (TPS) yang masuk.

    “Saya ada buktinya. Saya backup data-data Sirekap. Saya pertanggung jawabkan itu semua,” tegasnya,




    Follow Berita Okezone di Google News


    Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
    ORION, daftar sekarang dengan
    klik disini
    dan nantikan kejutan menarik lainnya

    Lebih lanjut, Roy berpendapat bahwa pada 14 Februari 2024, Sirekap sengaja di-hold untuk memasukkan script agar semua data yang keluar, masuk dalam perhitungan menjadi 24%, 58%, dan 17%.

    “Mau kapan pun angkanya itu, paling naik nol komanya. Dan, ini sangat tidak masuk akal. Sirekap itu sudah dikendalikan karena ada script-nya dalam rumus tersebut,” imbuhnya

    Kejanggalan ketiga, sambung Roy, server Sirekap diletakkan di Singapura supaya ada yang memasukkan dari Singapura. Sehingga menurutnya, hal ini melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

    Ketika keberadaan data itu melanggar UU 27/2022, pekan lalu diam-diam server dipindahkan ke Jakarta tanpa pemberitahuan resmi ke publik.

    “Ketika mencoba memindahkan, mereka menolak untuk diaudit dan ini melanggar UU Nomor 17/2008 tentang keterbukaan informasi publik,” papar Roy.

    Kemudian kejanggalan keempat, Roy juga menyoroti pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, pada Selasa (27/2/2024), bahwa KPU telah mengoreksi data terkait perolehan suara Pilpres 2024 dalam Sirekap di 154.541 TPS.

    Jumlah TPS yang dikoreksi itu, kata Roy, lebih dari 10% mengingat total jumlah TPS di Indonesia adalah 823.220.

    “Ini berarti di atas 10 persen, ini server sudah tidak layak, kalau error itu 3 sampai 5%, tapi kalau sudah di atas 10% persen, ini sudah 18%, sudah tidak pantas lagi,” tegasnya.

    Meski kesalahan perhitungan Sirekap melebihi 10%, KPU menolak audit forensik. Dia mendukung usul Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak (KontraS) agar dilakukan audit investigatif pada Sirekap.

    “Intinya kesalahan Sirekap bukan kesalahan teknis belaka dan tidak bisa dipandang sebagai kuantitas belaka tapi ini secara kualitas sudah tidak layak dipakai. Patron dipatok 24%, 58% dan 17% merupakan kejahatan,” pungkas Roy.



    Source link

    Share.