Special Report Okezone Musuh Baru Dunia Penerbangan.



    JAKARTA – Insiden pesawat yang mengalami turbulensi dahsyat di tengah penerbangan semakin sering terjadi dalam beberapa bulan belakangan. Insiden-insiden ini kerap menjadi pemberitaan internasional, bahkan hingga menyebabkan jatuhnya korban.

    Bulan lalu, pesawat Singapore Airlines dihantam turbulensi parah di atas Samudera Hindia menyebabkan seorang penumpang meninggal dunia dan pesawat terpaksa mendarat darurat di Bangkok, Thailand. Sementara pekan lalu pesawat Air Europa juga mendarat darurat akibat turbulensi yang menyebabkan setidaknya 30 orang terluka, beberapa di antaranya parah.

    Turbulensi parah pada penerbangan menjadi sesuatu yang semakin umum terjadi dan peneliti memprediksi kejadian ini akan semakin bertambah dikerenakan oleh perubahan iklim.

    Sebagian besar gangguan dalam penerbangan ini tidak berbahaya, asalkan prosedur keselamatan dipatuhi. Namun kejadian turbulensi yang lebih intens dapat menciptakan pengalaman penerbangan yang lebih menegangkan atau berbahaya bagi penumpang dan pramugari.

    Dampak Perubahan Iklim

    Dalam sebuah studi pada 2019, Paul Williams, peneliti atmosfer di Universitas Reading menyarankan bahwa suhu atmosfer yang lebih tinggi akibat pemanasan global telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap lebih banyak turbulensi.

    Dilansir dari Smithsonian Magazine, berdasarkan sebuah penelitian pada 2023 diketahui bahwa insiden turbulensi pesawat yang parah meningkat sebesar 55 persen dari 1979 hingga 2020. Dan pergeseran angin—perubahan kekuatan atau arah angin secara tiba-tiba, dalam jarak dekat—pada ketinggian jelajah pesawat telah meningkat sebesar 15 persen sejak 1979, sebuah tren yang diperkirakan akan terus meningkat antara 17 persen dan 29 persen pada akhir abad ini.

     

    Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya



    Source link

    Share.