Jakarta –
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memanggil 41 perusahaan di Jawa Barat. 41 perusahaan itu belum memenuhi kewajiban dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemnaker Rinaldi Umar menjelaskan sebelumnya perusahaan-perusahaan tersebut sudah diberikan nota peringatan. Namun, sebagian masih belum patuh sehingga kembali dipanggil untuk dimintai komitmennya.
“Meski ada beberapa perusahaan yang telah menindaklanjuti nota peringatan dengan membayar tunggakan sebesar Rp 25 miliar, jumlah itu masih jauh dari kewajiban yang seharusnya dipenuhi. Karena itu, kami mendorong agar perusahaan serius menjalankan kewajiban sesuai ketentuan,” tegas Rinaldi, dalam keterangan tertulis, Minggu (14/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemanggilan ini merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan terhadap 95 perusahaan pada Maret 2025. Dari hasil pengawasan, ditemukan sejumlah pelanggaran seperti tidak mendaftarkan pekerja, melaporkan upah lebih rendah dari yang sebenarnya, hingga menunggak iuran.
Tim pengawas Kemnaker kemudian meminta klarifikasi kepada 41 perusahaan tersebut pada 25-29 Agustus 2025. Beberapa perusahaan yang dipanggil antara lain PT TMI2, ET, IEAB, BCP, TJC, JYI (PWBD), SCW, YT, AYJ, NCO, PPA, MK, MRS, MMI, GPGM, KM, DCM, DRB, BI, HPI, MCI, SMS, RSS, CPS, MIR, PS, TMM, BMM, HMI, PT, KYI, MKG, SPB, ITKM, YDK, AMA, EPPI, NAH, OKM, FBI, JIT, TGS, KHI, dan TCI.
Rinaldi menambahkan Kemnaker akan terus mengintensifkan pengawasan di daerah. Menurutnya, langkah ini bukan semata untuk menindak, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran perusahaan bahwa kepatuhan terhadap jaminan sosial adalah bentuk tanggung jawab kepada pekerja.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro mengapresiasi langkah Kemnaker. Menurut Pramudya, penegakan kepatuhan tidak bisa dilakukan BPJS sendiri, melainkan harus berkolaborasi, salah satunya melalui Pengawasan Terpadu (Waspadu).
Hingga Agustus 2025, program Waspadu telah dilakukan bersama Kemnaker terhadap 166 perusahaan di delapan provinsi, termasuk Jawa Barat.
“Tujuannya sederhana, yakni memastikan hak pekerja benar-benar terlindungi,” ujar Pramudya.
Pramudya juga menegaskan pengawasan tidak hanya berlaku bagi pekerja lokal, tetapi juga Tenaga Kerja Asing (TKA).
“Setiap pekerja berhak atas perlindungan sosial, tanpa terkecuali,” pungkasnya.
(anl/ega)