Jakarta –
Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa mengatakan pihaknya masih mengkaji wacana metode Omnibuslaw dalam revisi UU Pemilu. Saan menilai metode kodifikasi juga dapat digunakan agar lebih efisien.
“(Omnibuslaw) ini belum. Nanti kita lihat. Nanti apakah nanti ada kodifikasi misalnya,” kata Saan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum adanya UU Pemilu, kata Saan, aturan terkait penyelenggaraan pileg, pilpres dan lembaga penyelenggara, diatur secara terpisah. Namun, kemudian aturan-aturan itu disatukan menjadi UU Pemilu.
Begitu pun, menurutnya, hal itu dapat berlaku untuk UU Pemilu, UU Pilkada dan UU Partai Politik. Saan menilai ketiganya masih saling beririsan.
“Apakah nanti, apa tiga undang-undang ini karena sangat saling beririsan itu dikodifikasi menjadi satu undang-undang atau seperti apa, kan, nanti kita lihat proses revisi UU pemilu pilkada maupun parpol itu dimulai,” jelasnya.
Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan pilkada masih dalam rezim pemilu. “Karena masuk dalam rezim pemilu, pilkada bahkan dengan waktu yang bersamaan, penyelenggara sama, kenapa nggak bisa disatukan?” kata Saan.
“Jadi ini, kan, kenapa harus dipisah? Dari sisi efektivitas, dari sisi efisiensi, pasti banyak. tidak perlu merekrut lagi penyelenggara ad hoc dan lain sebagainya,” lanjutnya.
Saan mengatakan revisi UU Pemilu saat ini menjadi prioritas. Sebab, telah banyak perubahan-perubahan serta adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemilu.
“Prioritas karena ini kan penting, karena nanti akan digunakan juga kan, gitu. Jadi ini akan mengatur semua hal, soal partai, soal pilkada, bahkan terkait RUU Pemilu itu sendiri ya. Karena dua kali pemilu ini kan tidak dilakukan revisi,” tuturnya.
Lihat juga Video: Apakah Revisi UU Pemilu Dapat Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat?
(amw/fca)