Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana menjelaskan alasan jaksa penuntut umum menjadi peran sebagai eksekutor dalam hal memberatkan tuntutan Bharada Richard Eliezer. Dia menyinggung sikap Eliezer tidak menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir N Yosua Hutabarat.
“Jadi si Eliezer, dia diperintah Sambo. Yang melawan perintah siapa? Ricky Rizal ‘Saya tidak kuat Pak, mentalnya nggak kuat’ toh bisa. Seharusnya RE (Richard Eliezer) bisa menolak, karena tidak ada dalam tugas dan kewenangan dia untuk mematikan orang, tidak ada,” kata Fadil Zumhana di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jaksel, Kamis (19 /1/2023).
Fadil menyebut Sambo bertindak sebagai intelektual dader atau pelaku yang mempunyai niat untuk menghabisi nyawa Yosua. Sementara Eliezer, kata Fadil, adalah pelaku yang melaksanakan perintah salah dari atasannya dan harus dipidana.
“Maka yang menuntut pertanggungjawaban sebagai dader, sebagai pelaku. Pak Sambo itu sebagai intelektual dader, yang punya niat untuk menghabisi nyawa orang. Dia melaksanakan perintah yang salah, ya harus dipidana, tapi tentang tinggi rendahnya, itulah kearifan jaksa tadi,” kata Fadil.
Fadil menyebut tak sembarang polisi atau tentara berani menembak orang di luar kondisi perang. Menurutnya, Kejagung bersikap terbuka dalam penanganan kasus pembunuhan Yosua.
“Orang yang berani menembak kepala orang yang sadar, itu punya kelebihan. Tidak semua polisi dan tentara berani nembak dalam keadaan sadar, kecuali dalam keadaan perang. Jadi kawan-kawan media dan saudara seluruh rakyat Indonesia, jaksa agung dalam penanganan perkara, sangat terbuka,” ucap Fadil.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga ‘Air Mata hingga Ricuh Penggemar di Sidang Tuntutan Eliezer’: