Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia di tahun 2022 anjlok empat poin di angka 34. Angka itu rupanya membuat terkejut salah satu Deputi di KPK.
“Jadi yang pertama saya ditelpon kemarin kaget setengah mati saya, kok cuman 34,” kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).
Pahala mengatakan sejak 2014, indeks persepsi korupsi Indonesia tidak bisa melewati angka 40. Dia menilai harus ada terobosan yang dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Jadi kalau ini 34 itu dari KPK bilang supaya ini nggak jadi ritual tiap tahun kita datang mendengar habis itu dua-tiga hari membahas, semuanya sibuk membahas, alhamdulillah nanti lupa,” katanya.
“Ketemu lagi tahun depan Mas Wawan (Wawan Suyatmiko, Manajer Departemen Riset Transparency International Indonesia, red) megang datanya. Itu yang harus kita lakukan kalau begini terus percayalah nggak akan lewat barrier 40,” tambah Pahala.
Menurut Pahala, salah satu terobosan untuk mencegah praktik korupsi di Indonesia berkaitan dengan anggaran kepada partai politik. Dia meminta adanya kenaikan anggaran ke partai politik untuk mengurangi mahar politik.
“Semua orang tahu partai politik nggak ada sumber uangnya kecuali dari bantuan pemerintah yang sangat kecil. Setengah mati kita usulkan ayo dong parpolnya kita perkuat. Pertanyaannya emang ada jaminannya kalau partai kuat nggak ada korupsi? Ya nggak ada,” terang Pahala.
Namun, terobosan itu, kata Pahala, mampu mencegah terjadinya korupsi karena mahar politik yang mahal.
“Tapi kan ada upaya logisnya kalau partai politik itu kuat baru dikenakan sanksi kalau dia tidak terbuka misalnya. Baru kita minta pertanggungjawaban untuk kader-kadernya yang duduk di pemerintahan atau yang duduk di DPR,” tutur Pahala.
Lebih lanjut Pahala mengatakan terobosan untuk memperkuat pemberantasan korupsi harus dimulai dari sistem anggaran di partai politik. Dia meyakini jika hal itu diperbaiki maka indeks persepsi korupsi di Indonesia akan naik di atas 40.
“Maka itu sebenarnya rasanya kalau diprediksi nggak mungkin akan lebih lagi dari 40 kalau nggak ada terobosan dan harus ada yang memimpin. Apalagi kalau kegiatannya banyak lembaga dan pemerintah daerah, harus ada yang memimpin dan memonitor secara detail,” jelas Pahala.
“Partai politik jangan pernah dilupakan. Jelek-jelek kader itu ada di lembaga pemerintahan, ada di DPR, politik anggaran berasal dari dia. Anggaran nggak rasional ya memang tapi jangan banyakan yang nggak rasional dong,” tambahnya.