Jakarta –
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta memberikan gambaran kondisi kemacetan di Kota Jakarta. Saat ini, tingkat kemacetan di Jakarta meningkat menjadi 53%.
Hal tersebut berdasarkan survei Tomtom Traffic Index yang menempatkan Jakarta diperingkat 29 dari 389 kota termacet di dunia. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2021 silam, di mana Jakarta berada diurutan ke-46 kota termacet di dunia dengan tingkat kemacetan 34%.
“Tentu index yang digunakan itu basisnya itu sekarang rata-rata kemacetan kita di 53%. Jadi artinya, kita harapkan kita dengan berbagai upaya ini bisa kita tekan,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (5/4/2023).
Di samping itu, Syafrin juga menyampaikan setiap tahunnya, Dishub menambah kapasitas jalan hingga 0,01%. Namun, upaya tersebut tak cukup membendung volume lalu lintas di jalanan Kota Jakarta.
Kondisi tersebut menyebabkan kemacetan di Ibu Kota. Apalagi, kata dia, di momen Bulan Suci Ramadan ini mayoritas masyarakat berkendara di waktu bersamaan.
“Pada saat Ramadan semua masyarakat pulang kerumah secara bersamaan. Sehingga seluruh kendaraan bermotor itu tumpah ruah ke jalan. Sementara kapasitas jalan kita itu penambahannya kurang dari 0,01 persen setiap tahun,” jelasnya.
Sementara itu sepanjang tahun 2020-2021 jumlah penambahan kendaraan bermotor mencapai 600 ribu kendaraan yang mayoritas didominasi oleh kendaraan roda dua. Atas hal ini, Dishub DKI mengimbau agar masyarakat beralih menggunakan kendaraan umum untuk mengatasi kemacetan.
“Artinya bahwa memang di sisi lain ekonomi masyarakat membaik pascapandemi, tetapi kita juga mengimbau masyarakat untuk mari kita gunakan layanan angkutan umum yang sudah dibangun ini secara baik. Angkutan umum masal dan juga sudah di integrasikan,” ucapnya.
Selain itu, pihaknya juga menyiapkan berbagai langkah lainnya demi menekan angka kemacetan di Ibu Kota. Antara lain menutup putaran balik (u-turn) di 32 titik, penerapan jalan satu arah (one way), hingga optimalisasi simpang.
“Jadi di beberapa simpang di Jakarta yang diatur dengan lampu lalu lintas atau traffic light yang biasanya terjadi pergerakan belok kiri itu mengikuti lampu lalu lintas yang menerus nanti akan kami set up untuk belok kiri boleh langsung dengan tanda khusus tentunya, sehingga kepadatan di simpang-simpang yang tadinya saturation flow-nya tinggi itu bisa ditekan dan kemudian bisa memperlancar masyarakat bermobilitas,” imbuhnya.
(taa/rfs)