Jakarta –
DPR RI telah menerima Surat Presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset namun RUU tersebut belum dibahas. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mempertanyakan sikap DPR yang tak langsung membahas ketika Surpres diterima pada 4 Mei 2023.
“Yang jadi pertanyaan sekarang, kenapa DPR nggak langsung bergegas membahas RUU Perampasan Aset itu? Padahal semua anggota yang berbicara tentang RUU ini mengakui kalau RUU Perampasan Aset ini merupakan sesuatu yang urgent. Lah mengaku RUU Perampasan Aset urgent, terus Surpres sudah tersedia, kenapa DPR justru diam saja?” ujar peneliti Formappi, Lucius Karus, saat dihubungi, Selasa (27/6/2023).
Lucius menilai keengganan DPR menindak lanjuti mengkonfirmasi sikap DPR yang tidak perduli dengan pemberantasan korupsi. Terlebih menurutnya RUU Perampasan Aset tidak memberikan efek elektoral untuk DPR maupun parpol.
“Saya kira keengganan untuk menindaklanjuti secara cepat pembahasan RUU Perampasan Aset ini mengkonfirmasi sikap DPR yang memang cenderung nggak peduli dengan urusan pemberantasan korupsi, pendapatan negara, penertiban aset, dan lain-lain. DPR pedulinya pada nilai elektoral tindakan mereka,” tuturnya.
“Kalau pembahasan RUU itu bisa memberikan efek elektoral bagi anggota, partai, dan lembaga DPR, pasti mereka akan ngegas membahasnya. Lihat saja revisi UU Desa yang bahkan tak ada dalam daftar RUU Prioritas 2023, tetapi karena ada efek elektoral yang jelas maka tak perlu ribut-ribut, tak perlu lama-lama, Baleg langsung sepakat dengan poin revisi yang sifatnya hanya mau menyenangkan,” sambungnya.
Tidak hanya itu, Lucius juga menyinggung adanya pernyataan terkait restu ketua parpol dalam membahas sesuatu di DPR. Menurutnya, pembahasan RUU Perampasan Aset saat ini bukan kondisi yang pas bagi parpol yang tersandung persoalan korupsi.
“Kelambanan pembahasan RUU Perampasan Aset juga mengonfirmasi ucapan Bambang Pacul beberapa waktu lalu terkait restu Ketua Parpol untuk membahas sesuatu di DPR. Kondisi parpol yang sejauh ini punya persoalan terkait korupsi jelas bukan situasi yang pas bagi ide perampasan aset itu. Karena itu jangan harap deh bisa buru-buru ngebahas RUU Perampasan Aset ini. Terlalu berisiko,” ujarnya.
Lucius menduga DPR dengan dampak RUU Perampasan Aset, DPR akan mengulur waktu pembahasan.
“Saya menduga dengan dampak RUU Perampasan Aset ini, DPR akan coba mengulur waktu sembari mencoba mencari rumusan pengaturan yang bisa menguntungkan anggota DPR dan parpol. Dan waktu paling pas untuk menghindari efek negatif secara elektoral dari pembahasan RUU ini tentu setelah Pemilu, ketika DPR dan Parpol sudah mengetahui hasil Pemilu. Mereka nggak punya beban lagi untuk suka-suka membuat pengaturan yang ringan di RUU Perampasan Aset sebagaimana mereka dulu berhasil merevisi UU KPK di babak akhir periode 2014-2019,” kata Lucius.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan surpres RUU Perampasan Aset masih ada di tataran pimpinan DPR. Dengan demikian, dia ogah berkomentar banyak soal perkembangan RUU tersebut di DPR.
“Masih di pimpinan,” kata Awiek kepada wartawan, Selasa (27/6/2023).
Awiek menyebutkan pimpinan DPR juga belum menjadwalkan rapat Badan Musyawarah (Bamus) bersama Baleg DPR. Perlu diketahui, rapat Bamus digelar pimpinan DPR untuk menunjuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR yang nantinya membahas suatu RUU.
(dwia/idn)