Jakarta –
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menilai jumlah polisi militer (POM) saat ini masih kurang dari kebutuhan. Dia mengatakan perlu ada lebih banyak prajurit yang dididik menjadi penyidik polisi militer.
“Nah jumlahnya POM TNI waktu itu kita tidak memperkirakan akan sebanyak ini yang akan kita proses, dengan perkembangan ini harus mulai mendidik yang banyak dan mungkin menyekolahkan untuk menjadi penyidik,” kata Yudo kepada wartawan di Mabes TNI, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Jumlah polisi militer ini akan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, jumlah polisi militer juga disesuaikan dengan kebutuhan penanganan oknum TNI yang melakukan pelanggaran.
“Tentunya dengan validasi organisasi yang ada, kemudian dengan banyaknya tindak pidana yang dulu tidak pernah terjadi di TNI. Ini kan aneh-aneh kan tindak pidananya. Ya itu tadi kita memaklumi dengan perkembangan teknologi dan situasi yang ada ini tindak pidananya juga macam-macam,” ujarnya.
“Dulu POM TNI ini lebih banyak pada, namanya kan provost dulu, terus berkembang mengikuti dengan situasi yang ada. Sehingga jumlahnya POM ini dulu tidak sebanyak sekarang ini kenakalannya yang masuk pidana, kalau disiplin banyak mungkin,” imbuh dia.
Yudo mengatakan masalah pelanggaran disiplin oleh prajurit TNI masih dapat ditangani provos maupun atasan yang berhak menghukum (ankum). Namun demikian, menurutnya, prajurit yang melakukan pelanggaran pidana harus diproses oleh polisi militer.
Disiplin sudah selesaikan dengan provost dengan ankum selesai. Sekarang tidak boleh lagi, masyarakat juga menilai, melihat tentang prajurit TNI yang pidana umum ya harus dilaksanakan dengan POM TNI tadi. Disidik oleh POM TNI.
Yudo menegaskan pelanggaran disiplin dan pelanggaran pidana merupakan hal yang berbeda sehingga penanganan kasusnya juga tak sama. Saat ini polisi militer kodam (pomdam) dimaksimalkan untuk mengatasi kurangnya polisi militer.
“Sehingga sekarang diberdayakan mulai dari Pomdam ada pom angkatan kemudian pom TNI semua diberdayakan. Karena saya sampaikan bahwa tadi, tidak ada impunitas, tidak ada. Prajurit yang salah harus diproses hukum. Baik hukum disiplin maupun yang pidana. Disiplin kan cukup diselesaikan oleh ankum. Umpama seperti datang terlambat masuk, kemudian melanggar ketentuan apa di dalam ksatriaan tapi yang sifatnya pidana, proses hukum pidana,” tegasnya.
Pelanggaran Netralitas Pemilu Langsung Ditindak
Yudo juga mengingatkan prajurit TNI untuk menjaga netralitas menjelang Pemilu 2024. Dia mengatakan prajurit yang melanggar akan langsung ditindak.
“Kalau untuk TNI nggak usah menunggu, sekarang langgar sekarang cabut. Nggak ada menunggu-nunggu, ditunda-tunda, nanti malah hilang. Saya sudah sampaikan kan kemarin, tidak ada impunitas, tidak ada ditutup-tutupi, tidak ada dilindung-lindungi. Kalau prajurit-prajurit salah, proses hukum,” kata dia.
Yudo mengatakan pelanggaran dapat ditangani Puspom TNI hingga di matra masing-masing prajurit seperti Puspomad, Puspomal, dan Puspomau.
“Kalau salah ya panggil, proses hukum. Jadi nggak perlu menunggu pemilu hilang, keburu pensiun nanti,” kata dia.
Namun begitu, dia mengatakan pada pemilu nanti akan tetap ada Babinsa yang hadir di setiap TPS, seperti yang dilakukan Bhabinkamtibmas Polri. Dia mengatakan kehadiran Babinsa dan Bhabinkamtibmas utamanya ialah menjaga proses pemungutan suara berjalan aman.
“Ya kayak kemarin mungkin ragu-ragu masuk di TPS. Tadi saya tanyakan. Di situ kan ada larangan masuk TPS. Loh TPS ini dia mengamankan supaya nggak ribut di situ, ya boleh boleh saja. Masa enggak boleh di TPS. Kecuali di TPS ngajari ‘Pak, Pak besok nyoblos ini ya. Nah, itu yang enggak boleh. Gitu, lho. Tapi di sana sama sama mungkin Babikamtibmas, Babinsa mantau bagaimana situasi aman. Aman. Sudah. Begitu ada yang ribut, mungkin rebutan kertas suara, ya kita pisah. Masa rebutan suara gitu, lho,” ujarnya.
“Jadi kehadiran kita di sana semata-mata mengamankan. Jadi bukan ikut. Nah, kalau ikut kan ada yang mengawasi. Di situ ada Bawaslu, ada KPPS. Laporkan kalau sampai ada TNI yang ikut ikutan atau mengarahkan atau mungkin tidak sesuai dengan tugas pokok yang diemban di situ,” tambah Yudo.
(jbr/isa)