Pria di Mengamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat inisial M (43) ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memperkosa putri kandungnya berkali-kali. Komnas Perempuan berharap pelaku dihukum berat.
“Kami prihatin atas kekerasan terhadap anak perempuan dalam bentuk inses ini. Karenanya kami mendukung kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan bekerja sama dengan lembaga layanan korban untuk proses pendampingan dan pemulihan korban dan keluarganya,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada wartawan, Minggu (20/10/2023).
Siti menilai inses merupakan jenis kekerasan seksual yang berat. Dia menyebut korban mengalami kondisi ketidakberdayaan, terlebih jika mendapatkan ancaman dari pelaku yang merupakan ayah korban sendiri.
“Kasus inses adalah jenis kekerasan seksual yang berat, di mana korban akan mengalami ketidakberdayaan karena harus berhadapan dengan ayah atau keluarga sendiri, ketakutan ibu atau anggota keluarga lain akan disakiti atau mendapatkan kekerasan, kekhawatiran menyebabkan perpecahan perkawinan antara ayah dan ibunya atau konflik antar anggota keluarga,” jelasnya.
Dia menambahkan kasus inses ini kerap kali terungkap ketika korban telah mengalami kekerasan seksual dalam waktu yang lama. Dia menyebut kerentanan korban akan semakin meningkat jika masih berstatus anak.
“Sehingga umumnya baru diketahui setelah inses berlangsung lama atau terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki atau korban keluar dari rumah dan mengadukannya kepada anggota keluarga lainnya. Kerentanan perempuan menjadi korban inses, akan semakin berlapis ketika mereka berusia anak atau penyandang disabilitas yang memiliki hambatan untuk mengkomunikasikan apa yang telah terjadi terhadapnya,” jelasnya.
Siti berharap polisi dalam kasus ini menerapkan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU tentang Kekerasan Terhadap Anak. Sehingga, kata dia, pelaku bisa dihukum maksimal.
“Perhatian terhadap kasus TPKS dalam lingkup keluarga, dalam UU TPKS dinyatakan pemberatan 1/3 hukumannya dan dalam hukum acara diberikan klausula bahwa ‘Keluarga dari terdakwa dapat memberi keterangan sebagai saksi di bawah sumpah/janji, tanpa persetujuan terdakwa’ adalah upaya agar anggota keluarga yang menyaksikan atau mengetahui kekerasan seksual oleh anggota keluarganya dapat memberikan keterangan secara bebas,” kata dia.
“Ketentuan ini perluasan dari ketentuan KUHAP yang mengatur keluarga terdakwa dalam memberikan keterangan dengan seizin terdakwa. Karenanya kami merekomendasikan agar dalam penanganan kasus ini diberlakukan UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” jelasnya.